Dua Puluh

10.1K 736 89
                                    

Sejak sekolah, Adis itu paling bego kalau pelajaran olahraga. Satu mata pelajaran ini yang selalu sukses memberikan moment lucu bagi teman-teman sekelasnya sekaligus sang guru dulu. Satu-satunya yang paling jago di antara semua cabang olahraga, Adis paling jago lari. Iyalah, dia sering ngerjain temen-temennya. Kalau nggak jago lari alias kabur, yang ada nanti dia kena jitak rame-rame.

Apesnya ...

Di suatu Jum'at sore yang cerah. Semua ibu-ibu berkumpul di lapangan voli. Buat balap karung, bukan lah ya. Maksudnya ya buat latihan voli. Adis sudah datang lebih dulu, bersama Mbak Fadli dan Mbak Emran. Awalnya Adis menolak mentah-mentah. Tapi, setelah dirayu Mbak Emran yang notabennya ibu danki sebelah alias danki C, jadilah mau nggak mau, Adis berangkat juga.

Adis berdiri di tepi lapangan. Memperhatikan pertandingan antara ibu-ibu persit itu. Sebagian Adis ada yang kenal, sebagian lagi nggak. Adis kenal sih, yang sedang melakukan service itu Bu Andi dari kompi A, Bu Deni dari kompi A juga, ada Bu Setyo dari kompi B. Sisanya Adis hanya sekadar paham wajah.

"Izin, Mbak. Katanya Bapak-bapak danki mau pada nonton?" Suara Mbak Emran menarik atensi Adis dari ramainya pertandingan. Adis sih nggak menoleh. Hanya telinganya distel maksimal, biar bisa nguping.

"Jadi kok, Dek. Ini suami saya barusan wa lagi pada jalan ke sini," sahut Mbak Fadli. Adis langsung ketar-ketir. Dalam hati berdo'a, jangan sampai disuruh turun main. Dulu aja, kalau main voli, Adis kedapatan service, temen-temennya langsung mengosongkan lapangan. Katanya, kalau Adis yang service, bolanya kemana-mana.

"Dek Davin ayo main!" seru Mbak Ridwan dari lapangan. Kalau wanita itu sih jangan diragukan lagi. Lah wong sekolahnya saja pendidikan olahraga. Adis langsung menggerakan kedua tangannya --menolak.

"Izin, Mbak. Jangan saya. Y-yang lain saja," tolak Adis susah payah.

"Ayo, Dek. Perintah ini," ucap Mbak Ridwan. Adis menggigit bibir bawahnya. Kakinya sudah akan melangkah saat ekor matanya menangkap sosok Davin di antara beberapa laki-laki berbaju loreng yang berjalan mendekati lapang.

Aduh! Ya Allah. Gimana ini. Batin Adis berkecamuk.

Adis memposisikan diri sesuai dengan arahan Mbak Ridwan. Bagian service adalah Bu Deni. Bola melayang dan langsung dikembalikan dengan mulus oleh Mbak Aan. Diterima oleh Bu Reza tapi pengembalian bola kurang mulus. Ganti lawan yang melakukan service. Mbak Ridwan dengan cepat mengembalikan bola. Satu point. Posisi berganti, Adis mendapat giliran service.

Entah perasaannya saja atau bagaimana. Mendadak semua orang menatap ke arahnya. Menanti keahliannya melakukam service bola. Adis menghembuskan napas dengan kasar. Tangan Adis sudah bergerak melakukan service. Bola berhasil melambung ke daerah lawan, tapi ...

Buukk!

Bola itu dengan mulus mengenai kepala Mbak Fadli yang sedang asyik ngerumpi dengan beberapa ibu-ibu. Adis langsung membulatkan mata. Mbak Fadli nyaris jatuh pingsan. Kepalanya pusing dan berbintang-bintang.

"Haah!" Adis langsung berlari menghampiri.

"Maaf, Mbak. Aduh, maaf nggak sengaja," ucap Adis panik. Memijat tangan Mbak Fadli dengan panik.

"Dek Davin ini gimana sih. Kasihan Mbak Fadli," celetuk Bu Deni setengah sewot. Adis menggigit bibir bawahnya. Bang Fadli langsung menghampiri diikuti Davin.

"Om Fadli, maaf, ya. Saya nggak sengaja," ucap Adis saat melihat laki-laki itu menggendong Mbak Fadli. Laki-laki yang lebih tua dari Davin itu hanya berdehem pelan. Melangkah cepat membawa istrinya ke rumah. Bu Deni mengikuti dari belakang bersama Mbak Ridwan.

Dingin HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang