"Sarapan dulu, Lex," Ujarku menyerahkan sebuah piring berisi sandwich dan teh hangat kesukaannya. Ia menjauhkan buku yang tidak kumengerti tentang apa itu menjauh dari wajahnya.
"Thanks," Jawabnya singkat menyunggingkan senyum.
"Kamu baik - baik saja?" Tanyanya lagi. Aku mengangguk ringan, menjawab pertanyaannya yang khawatir kepadaku.
Kepalaku terasa berputar sejak tadi pagi, dan aku terus - terusan muntah. Sesuatu yang baru kurasakan semenjak mengetahui kabar kandunganku. Alex tampak bersimpatik, namun aku juga tidak terlalu mempermasalahkannya.It feel weird, tapi situasi yang aku jalani hari ini adalah situasi yang berbeda dari Rania satu tahun yang lalu dengan jiwa kekanakannya. Aku mulai terpikirkan tentang kehadiran anak ini yang akan lahir ke dunia, bagaimana pernikahan ini bisa terjadi dan kehidupan yang tidak pernah kubayangkan di usiaku yang ke dua puluh delapan.
"Lex, temani aku ke dokter yuk," Ajakku padanya. Awalnya aku ragu untuk mengajaknya, tapi mungkin ini bisa menjadi bagian dari "membuat Alex jatuh cinta" padaku.
Ia mengernyitkan dahi, aku yang melihat ekspresinya memberikan raut wajah sedih, yang membuatnya mengiyakan seketika.
"Boleh deh, tapi tunggu aku pulang kerja ya, kamu gak ke kantor?"
Aku menggeleng, "Gak tahan, kepalaku pusing," Terasa begitu aneh karena aku sedang mengeluh saat ini, sesuatu yang jarang kulakukan. Ini aneh, sangat aneh. Aku tidak pernah ingin menunjukkan sikap membutuhkan orang lain, namun kali ini aku tidak bisa menolong diriku untuk tidak bermanja dengannya.
Ia berempati dan mendekatkan diri padaku lalu mengusap kepalaku perlahan dengan lembut, merapalkan kata - kata dalam diam.
"Kamu ngapain?" Tanyaku ketika ia selesai. Ia mengangkat bibir tersenyum
"Membaca Surat
"Terima kasih ya, Nia," Ini sudah kali kedua ia memanggilku dengan "Nia" setelah aku terbiasa mendengar suaranya menyebut "Rania" dengan nada khasnya.
Aku menoleh kearahnya, "Untuk apa?"
"Untuk menjaga anak aku,"
***
"Mommy Rana, selamat untuk kelahiran dedek bayinya," Ucapku via telepon. Aku bisa mendengar tawa renyah Rana dari ujung sana.
"Makasih, kapan mau main kesini? Lihat ponakan lo," Kata Rana membalasku.
"Nanti deh, kepala gue pusing banget hari ini," Jawabku jujur.
"Oh iya lo lagi isi, Selamat ya, akhirnya lo ngikutin gue juga,"
"Berasa satu dunia deh tau," Jawabku dengan bercanda.
"Lo itu kan menantunya keluarga Wijaya, gue dengarnya dari Ibu mertua gue juga tau," Ini terdengar memalukan, bukan? Jangan tanyakan padaku, menikah dengan pejabat setingkat provinsi saja seperti ini. Aku tidak bisa membayangkan kehidupan Nia Ramadhani dengan status mantan selebriti dan menantu keluarga Bakrie.
"Malu - maluin deh kalau semua tau kayak gini,"
"Gapapa, biar banyak yang doain," Jawab Rana bijak.
Aku hanya mengangguk - angguk setuju, "Jadi gimana pernikahan lo? Makin romantis dong,"
"Kita lebih banyak bertindak sebagai teman sih, ini gue lagi berusaha membangun romantisme," Jawabku jujur. Rana jelas tidak mengetahui dengan rinci kisah pernikahanku, tapi ia bisa mengetahui tentang pernikahan kami yang tidak terbangun karena hubungan pacaran atau romantisme semacamnya.
"Makanya lo lebih banyak agresif, bertindak. Lo harus membuktikan cuma lo yang dia butuh," Tanyanya. Pertanyaannya terlalu ambigu, membuatku bingung.
"Maksudnya?" Aku bisa mendengar helaan napasnya.
"Sesuatu yang gak semua orang bisa lakukan sama dia. Jangan ragu walaupun ada mantan yang paling ia cintai sekalipun, lo punya hak lebih atas dia, berikan apa yang bisa lo beri," Ia memberikan pemikirannya. Berhasil membuatku berpikir keras.
"Sumpah, omongan lo dalam Na. Gue harus apa?" Ia membalas dengan kekehan panjang, tidak terlalu berminat memberiku ide lebih jauh.
"Good luck, Rania. Lo pasti bisa, gue seneng sepupu gue ini mulai membuka diri," Katanya menutup telepon. Aku hanya berdehem pelan, dan membiarkan sambungan itu mati.
"Sesuatu yang cuma gue bisa lakuin, apa ya?" Aku berpikir dalam hati, menebak - nebak ide terbaik yang bisa ku aplikasikan dalam Alex.
***
Ada yang punya ide tentang apa yang bisa Rania lakukan untuk Alex, agar Alex merasa membutuhkan Rania?
Hmm aku masih belum menulis part selanjutnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mountain Commitment (completed)
Lãng mạn[Under seventeen, please don't read this} Alex doesn't trust the word love, and Rania fears love. Both of them met in Marapi Mountain in Sumatra. The coincidence and the friendship between two mountain lovers, they decided to get married. One is to...