| tiga puluh

3.5K 330 10
                                    

Penerbangan yang hanya memakan waktu dua jam itu terasa sangat melelahkan. Dan untungnya aku diijinkan terbang dengan mudah setelah mendapatkan ijin terbang dari dokter, yang sebenarnya sedikit kupaksakan pada hari itu.

Pak Didi, supir di perusahaannya yang membawa mobil sementara aku dan Alex duduk dibelakang.

"Sakit kepala ya?" Tanya Alex ketika melihatku memijit kepalaku terus - menerus. Aku mengangguk mengiyakan.
Ia menolongku dengan membantuku memijitnya. Dan perlahan rasa sakit ini menghilang.

"Kamu benar - benar ayahnya ya? Sakitku langsung hilang loh," Kataku setengah bercanda. Dan ia hanya mengulum senyum tipis.

"Sakit banget ya tadi?"

"Lumayan,"

Mobil ini memasuki pekarangan rumah, dan aku bisa melihat beberapa mobil berada di luar rumah.

"Ini siapa yang datang?"

Tanyaku. Ia membalas dengan mengendikkan bahu tanda tidak tau.

Dan ketika aku masuk ke dalam rumah, aku melihat Tante Rumi, Mama Mertuaku, dan seorang Tante lainnya yang kukenal dari perkumpulan arisan keluarga ini tertawa bersama seorang wanita.

Wanita itu membalikkan tubuhnya dan tersenyum kearah Alex. Tubuhnya terlihat sangat bagus dengan proporsi yang sempurna. Ia mengenakan dress selutut dan heels berwarna hitam yang membuatku mengernyit ngeri, apa yang mereka lakukan di rumah ini?

Aku mengecek raut wajah Alex yang terkejut setengah mati, dan tangannya mengepal kuat seolah emosinya akan meledak. Ia menyampirkan tangannya di pingangku dan berjalan kearah mereka.

"Hi kak, apa kabar kamu?"

Tante Rumi memberikan kode yang ku mengerti dengan cepat, aku mengusap tangan Alex menunjukkan betapa romantisnya kami.

"Mara, kamu ngapain kesini?"

Aku tercengang mendengar nama itu dan memberikan pandangan kearah Tante Rumi. Ia mengangguk dengan cepat seolah berkata, "Ini dia,"

Melihat pandangan diantara mereka berdua dan wajah puas seorang Tante yang kuyakini adalah Ibunya si Vina ini. Aku sangat yakin ini bukan pertanda baik.

***

"Gimana liburan kalian, Rania?" Tanya Ibu mertuaku. Aku tersenyum selebar mungkin menunjukkan kesan bahagia. Dalam hati sedikit lega karena mereka tidak tau apapun tentang apa yang terjadi pada kami beberapa hari belakangan ini.

"Menyenangkan banget, Ma," Jawabku memberikan senyum penuh arti.

"Mara udah kangen banget deh sama kamu Lex, kemarin dia baru sampai eh udah langsung kesini mau ketemu kamu," Ucap si Nenek Sihir. Ups, maafkan mulutku yang sedikit tidak sopan, tapi wajah dan sikap Mamanya Mara ini memang seperti nenek sihir. Membuat kesal saja.

Alex hanya memberikan wajah lurusnya dan itu membuatku senang. Gak etis rasanya dengan aku yang sudah sumpek melihat kedatangan dua tamu tak diundang itu lalu suamiku ini malah dengan senang dengan kedatangan mereka.

"Kak, kamu kok makin kurus ya," Kali ini si Mara itu yang berbicara. Aku mendengus mendengar cara bicaranya yang sok manis, seperti menyindirku tidak bisa menjaga Alex dengan baik.

"Gak kok," Jawab Alex singkat.

Lah, apa - apaan ini. Aku menatap Alex dengan wajah kesal tapi dia sepertinya tidak menyadarinya.

"Terus kemarin Semerunya seru gak, Rania?" Tanya Tante Rumi padaku.

Aku tersenyum penuh arti, "Gimana ya Tan, kami kemarin gak jadi kesananya,"

Tante Rumi dan Ibu mertuaku terlihat keheranan, "Soalnya aku gak bisa mendaki sementara, gak diijinin dokter pas disana."

Keduanya terlihat binging dengan pernyataanku, masih belum menebak kemana cerita ini berjalan. Aku melirik kearah Alex yang masih datar, heran dengan lelaki ini yang mudah berubah seperti bunglon.

Mara itu tidak memperhatikanku sama sekali, dan aku bisa melihat binaran kedua matanya memandang Alex.

Salahkah aku jika tidak menyukainya, melihatnya disini membuatku tidak bisa membayangkan berapa banyak ia menyakiti Alex di masa lalu dan betapa tidak sadar dirinya dia berada disini seperti tidak pernah terjadi apapun. Aku beruntung Tante Rumi bercerita tentang wanita ini tanpa perlu kutanyakan sendiri pada Alex.

Aku berdehem pelan mencoba mencari perhatian sejenak, "Aku gak diijinkan untuk mendaki karena aku sempat pingsan disana, maafin aku yang gak periksa ke dokter sebelumnya,"

Kulihat reaksi mereka yang tampak khawatir berlebihan, aku tersenyum puas.

"I'm pregnant."

Wajah pias Mara membuatku puas.

***

Aku update karena internet dari penulis terkenal kita Shaheen_Naa
Hehe thank you. Jangan lupa vomment ya guys

Mountain Commitment (completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang