| empat puluh empat

9K 410 59
                                    

Aktifitas yang kami lakukan sebelum tidur hari ini adalah membawa kursi dan duduk di kamar bayi ini. Tempat ini terasa sangat nyaman, hangat. Boleh kukatakan tempat paling nyaman dirumah ini.

Aku membayangkan anak kami nanti akan tidur disini,  menangis, lalu tumbuh besar dan bermain disini. Bersenang - senang dengan mainan yang diberi Papa-nya nanti.

Kamar ini juga menjadi tempat aku bisa melihat sisi polos Alex, dimana dia akan duduk, tersenyum dan bermain dengan mainan yang ada disini.

"Lex, aku boleh nanya sesuatu?"

"Tanya apa?"

"Masa lalu kamu,"

Katakan aku perempuan yang terlalu egois untuk mendengar cerita pahit itu dari bibirnya sendiri. Aku cuma ingin mendengarnya dari dirinya sendiri.

Ia memilih diam, berdehem singkat, "Harus ya kamu tau?"

Aku mengangguk, "Aku ingin kamu terbuka sama kamu, bukankah kita mau memulai hidup yang baru?"

***

"Kamu sudah tau semuanya dari Mara, Nia," Ia menghindari lagi. Aku menghembuskan napas kecewa.

"Paling tidak, beri tau aku intinya," Aku memaksa.

Alex menunggu sebentar, terlihat berpikir lalu angkat bicara, "Intinya, aku tidak suka dipaksa dan dikhianati, Nia. Aku tidak suka melakukan banyak hal untuk cinta jika balasannya itu buruk. Aku orang realistis, aku ingin cinta yang aku beri mendapatkan balasan yang sama. Mengerti?"

Aku mengangguk, nada ucapannya terdengar begitu serius membuat hatiku tidak enak, "Pernah kamu berpikir untuk mengejarnya kesana? Bukannya cinta itu butuh pengorbanan?"

"Kenapa aku harus mengejar dia sementara dia tidak memikirkan aku. Dengan mudahnya pergi begitu saja. Yang aku tidak sukai bukan kepergiannya untuk bersekolah, tapi dia menyembunyikan hal itu sampai akhir, dan mengabaikan cinta aku, aku tidak suka,"

Senyuman tipis melengkung di bibirku, "Kamu terlalu suka dengan kata tidak suka ya?"

"Kenapa kamu mengalihkan pembicaraan?"

Aku menatap matanya sebentar, mencoba membaca isi pikirannya yang mulai ku pahami dan mengecup bibirnya kilat.

"Untuk apa kamu membahas cinta yang tidak baik. Setiap orang merasakannya. Aku setuju sama kamu, cinta itu adalah hubungan timbal balik, Lex,"

Lelaki ini memberikan senyum kepadaku, "Jadi kamu berpikiran sama denganku?"

"Kamu pikir kenapa aku setuju menikah dengan kamu?" Aku memberikan ekspresi menggoda.

"Seperti kamu dan Ferrel?"

Aku mengangguk mengiyakan, "Kamu gak penasaran dengan kisahku?"

Ia menggeleng dengan cepat, membuatku mendesah kecewa. Sepertinya aku tidak boleh berharap dia cemburu.

"Wajah kamu kenapa?"

"Gak apa - apa," Jawabku singkat. Sayangnya nada bicaraku tidak bisa menutupi kekecewaanku.

"Aku tidak ingin cemburu lagi, Nia, aku benci kamu membicarakan laki - laki itu?"

"Yakin cemburu?"

"Kalau aku tidak cemburu, aku tidak akan menarik kamu dari kafe itu," Ah, apa dia membicarakan kejadian di Surabaya tempo hari?

"Lalu, kenapa kamu menikah dengan aku? Kenapa tidak jatuh cinta lagi, berpacaran dan menikah dengan baik?"

"Kamu mengalihkan pembicaraan lagi, Nia," Suaranya terdengar dingin. Sejujurnya, bukankah pembicaraan ini penuh dengan pengalihan?

Mountain Commitment (completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang