Sebab hatiku bukan kayu. Melainkan langit yang maha luas. Namun kau harus tahu, langit pun pernah menangis
-flashback on:
2014
"Aku bawain makanan kesukaan kamu,nih. Kamu terima ya?" ujar Adel dengan ceria.
Sedangkan seseorang yang berdiri di hadapan Adel menatap nya datar.
"Gue gabutuh makanan lo. Ntar ada racun nya lagi. Udah berapa kali gue bilang,jauhin gue! Gue gasuka diikutin terus sama cewek kaya lo! Lo tu gaada bedanya sama cewek cewek kegatelan yang cuma gila harta doang! Dasar murahan! " ucap Reno dengan tegas dan penekanan di akhir kalimat nya.
Adel yang mendengar nya langsung meneteskan air mata. Ia sudah biasa mendapat penolakan dan cacian dari Reno. Tapi mungkin untuk kali ini tidak. Ia bukan murahan! Adel hanya berusaha untuk hatinya. Dan murahan? Harga dirinya emang selalu rendah di mata Reno. Tapi bukan berarti ia pernah menjual harga dirinya.
"Aku selalu ikhlas dengar semua cacian dari kamu tentang aku. Aku selalu ikhlas dengan semua penolakan dari kamu! Aku selalu ikhlas kamu permalukan aku di depan semua temen kamu! Aku ikhlas Ren,IKHLAS! Dan dengan seenaknya, kamu ngatain aku murahan?! Kamu yang gapunya hati Ren! Kamu! Aku punya rasa sayang yang tulus buat kamu, Ren. Dan kamu ngga pernah sedikitpun ngehargai itu semua. Oke, aku bakal berhenti ganggu kamu. Aku pastikan kamu ga akan pernah lihat aku lagi di depan mata kamu!." ucap Adel masih dengan isakan nya.
Lalu Adel pergi dengan tangisan nya menjauhi Reno. Dan Reno terdiam memaku masih di tempat yang sama.
Sejak itu,Adel tak pernah terlihat lagi.
flashback off.
2017
Jakarta,Indonesia."Lo dimana sih Del? Gue udah nyariin lo selama 3 tahun tapi gapernah ketemu. Gue bakal cari lo sampai dapat dan gue akan nyatain semuanya ke lo kalo gue jatuh cinta sama lo, Adelia Putri Fahreza." ucap Reno. Lalu ia meletakan kembali bingkai foto tersebut di nakas. Dan ia mencoba memejami matanya.
•••••••
Drrt...drrrt..
Alarm berbunyi membangunkan tidur nya pukul setengah enam pagi. Ia langsung mandi dan mengambil wudhu untuk melaksanakan shalat shubuh. Setelah shalat, ia turun ke ruang makan.
Disana telah duduk seorang lelaki paruh baya sambil membaca koran.
"Pagi,Pa" sapa Reno kepada Ayah nya.
"Pagi,Ren." jawab Hardi, sang Ayah.
"Mama dimana Pa?" tanya Reno sambil menggeser bangku untuk ia duduki.
"Kenapa Ren? Mama barusan bantu Bi Sinah di dapur. Kamu berangkat kuliah jam berapa?" jawab Fani,Ibu Reno. Ia berjalan dari arah dapur sambil membawa satu teko teh hangat.
"Gaada ma,nanya aja. Reno ada kuliah siang,berangkat jam 10 ntar."
"Ohh kalo gitu mama bisa minta tolong antarin mama ke toko bunga jam 8 nanti ya? Soal nya Pak Ade cuti katanya istri nya lagi sakit di kampung." ucap Fani sambil mengambil selembar roti.
"Bisa kok ma." jawab Reno lalu memakan roti selai nya.
Orang tua Reno merasa senang karena Reno mereka telah kembali seperti dulu. Reno yang selalu ceria. 5 tahun yang lalu,tepat nya tahun 2012, Reno kehilangan sahabat kecil nya. Sahabat yang selalu menemani nya selama beranjak dewasa. Namanya Keila. Sebuah mobil yang di kendarai oleh orang yang sedang mabuk menabrak Keila yang sedang menyebrang jalan untuk menyusul Reno.
Reno selalu menyalahkan dirinya atas kematian Keila. Andai saja ia tidak mengajak Keila ke Taman Kota. Andai saja ia tidak duluan menyebrang jalan untuk mengambil sepedanya. Andai saja ia menyebrang bersama dan tidak meninggalkan Keila. Terlalu banyak kata andai sejak kejadian itu.
Selama 2 tahun itu pula ia berubah menjadi pendiam. Menjadi orang yang tak tersentuh oleh orang tua nya sekali pun. Maka dari itu, ia selalu membenci orang yang mengusik nya. Orang yang perlahan meruntuh kan dinding kokoh nya. Sebelum itu terjadi, lebih baik ia yang memulai untuk menjauh dari orang itu. Dengan cara menamparnya dengan lisan.
Orang itu adalah,
Adel.
**
Drrtt..drrt..
Suara ponsel Reno menghentikan kegiatan sarapan nya. Tertulis di layar 'Vino'. Reno langsung menerima panggilan dan berbicara pada Vino.
Setelah sambungan terputus, Hardi bertanya kepada anak nya.
"Siapa, Ren?" tanya Hardi.
"Biasa, Pa. Vino. Dia suruh aku ke rumah sakit lagi." jawab Reno sambil menghela napas.
Jawaban itu menghentikan aktivitas Fani yang sedang makan dan tak sengaja menjatuhkan sendok nya. Matanya menatap anak semata wayang nya itu.
Ia takut.
Ia takut kehilangan.
••••••••