:: ENAM

11.2K 951 39
                                    

Di dalam kamarnya. Cowok itu terus mengerang menahan sakit, sakit di dadanya sudah lebih baik daripada sebelumnya. Namun, sakit di punggungnya masih terasa nyeri belum lagi sakit di hatinya akibat perlakuan Darren-ayahnya.

Di mana sosok ibu yang seharusnya membela anaknya saat disakiti oleh pria itu?

Ah, bukan itu yang menjadi permasalahan bagi cowok yang kini memejamkan matanya rapat guna mengurangi sakit di sekujur tubuhnya itu.

Permasalahannya adalah di mana kebahagiaan yang seharusnya ia dapatkan saat berada di rumah? Di mana senyum hangat yang seharusnya ia lihat saat kembali ke rumah?

Di mana kasih sayang orang tua yang dulu pernah ia miliki? Apa dirinya begitu tidak diharapkan tinggal di sana? Apa dirinya sebegitu pantas mendapatkan itu semua?

Orang yang dulu sering membelanya kini pergi dan tidak akan mungkin untuk kembali lagi.

Kenapa bukan dirinya yang pergi saat itu jika ia saja tidak diterima di rumah itu lagi? Dan apa, iya jika dirinya yang pergi, ayahnya tidak akan sebenci ini?

Pertanyaan-pertanyaan itu terus berputar di kepala Farel.

Sementara Raffa, cowok itu kini sudah berada di balkon kamarnya.

Mendongak menatap langit, membiarkan hembusan angin malam menerpa kulit dan wajahnya yang menawan.

Langit itu sekarang mendung, seakan tidak ingin membiarkan bintang-bintang memperlihatkan kilaunya. Seakan langit malam mewakili perasaannya sekarang.

Kesal, kecewa, marah, khawatir, takut dan mungkin masih banyak lagi yang cowok itu rasakan.

Raffa tersenyum getir.

Seulas memori masa lalunya berputar dengan sendirinya seperti kaset rusak, ia ingat senyum yang pernah terukir di wajah saudaranya itu, ia sangat ingat tawa cowok itu.

Ia tak lupa akan sapaan cowok itu saat bertemu denganya, masih ingat semua kekonyolan dan kejahilan yang dibuatnya agar Raffa tertawa.

Akan tetapi, apa yang Raffa lihat sekarang? Tawa Farel tidak pernah lagi didengarnya, bahkan senyuman itu tidak pernah lagi ada di wajah Farel.

Sapaan dan tatapan hangat Farel kini berubah menjadi tatapan yang dingin dan tajam. Binar di mata Farel yang teduh kini seakan hilang dan redup.

Raffa bahkan tidak dapat mengenali cowok itu sekarang. Mungkinkah kesalahan itu yang membuat Farel sangat berubah? Terutama pada dirinya?

Raffa ingin Farel yang dulu.

Farel yang ceria, Farel yang selalu tersenyum bahagia, Farel yang peduli dengannya bukan Farel yang sulit dikenal oleh Raffa.

Raffa ingin Farel kembali hadir di hidupnya, Raffa rindu suasana hangat keluarganya, rindu akan hadirnya Farel di tengah tawa ayah dan bundanya.

Sudah cukup ia kehilangan orang yang pernah menjadi bagian di keluarganya dan kini dirinya tidak ingin kembali merasakan kehilangan orang yang ia sayangi lagi.

Tanpa Raffa sadari air matanya menetes, cowok itu langsung mengusap air matanya dengan kasar lalu kembali tersenyum.

Senyum yang ia paksa mati-matian agar terukir di wajahnya walau nyatanya hatinya sangat rapuh dan hancur sekarang.

Raffa merasa dirinya gagal menjadi kakak, seandainya ia menjadi berani dulu mungkin dirinya tidak akan menciptakan sebuah badai dahsyat yang akan menghancurkan Farel.

Walaupun Farel membangun benteng pertahanan yang sangat kuat. Akan tetapi, suatu saat nanti pasti badai itu akan datang dan mengancurkan hidupnya.

***

[TBS 1] : Everything [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang