Seorang cowok berambut cokelat melangkahkan kakinya menyusuri jalan setapak yang nampak sepi.
Rambutnya bergerak tertiup angin, cowok itu masih menggenakan baju putih dan celana abu-abu.
Di tangannya, ia memegang sebuket bunga yang sengaja ia beli saat pulang sekolah tadi.
Ia terus berjalan menyusuri setapak yang terlihat basah karena terguyur hujan tadi, cowok berambut cokelat itu menghentikan langkahnya saat ia sampai di tempat yang ingin ia datangi sedari tadi.
Cowok itu menekuk kedua kakinya, berjongkok di depan segunduk tanah.
Ia tersenyum sangat manis, sementara tangannya mengusap lembut nisan yang ada di depannya.
Ia meletakkan sebuket bunga yang dibawanya tadi di atas gundukan itu, tangannya menegadah dan mulutnya bergerak mengucapkan sederet doa untuk orang yang sangat ia sayangi.
“Kak,” cowok itu mengusap batu nisan yang bertuliskan nama seseorang - Arga Yudisthira
“Kakak, apa kabar? Kita di sini baik-baik aja tapi, semua berubah sejak kakak pergi.” Terlihat senyum keruh di wajah cowok itu.
“Ayah berubah, Kak, Farel juga. Dia jadi, dingin sekarang, bahkan Raffa nggak kenal Farel yang sekarang. Kita nggak sedeket dulu lagi, Kak. Farel ngejauh dari Raffa. Raffa tau Farel berubah gara-gara Raffa, maafin Raffa, Kak. Raffa nggak bisa jadi, kakak yang baik buat Farel.” Cowok itu mengusap air matanya yang menetes tanpa ia sadari.
Terdengar helaan napas dari Raffa.
“Raffa kangen sama Farel yang dulu. Coba kalo, Kakak nggak pergi ninggalin kita pasti, Farel nggak bakal berubah dan Ayah nggak akan marah-marah sama Farel lagi.”
“Raffa bakal ngomong yang sebenarnya tapi, bukan sekarang. Raffa nggak bisa janji buat ngomong itu secepatnya, Raffa takut. Raffa pengecut, Kak.”
Raffa menundukkan kepalanya, “Tapi, Raffa janji bakal ngomong semuanya demi Farel.”
“Raffa kangen sama Kakak.” Lirih Raffa.
Tanpa Raffa sadari seorang cowok dengan manik mata biru sedari tadi memperhatikannya, bukan memperhatikan lagi. Namun, mendengarkan curahan hati cowok yang kini masih tertunduk memegangi batu nisan itu.
Seketika hatinya berdesir mendengarkan semua yang diucapkan Raffa. Namun, sisi lain dari dirinya begitu marah dengan cowok itu. Tangannya mengenggam erat sebuket bunga yang ada di tangannya.
Detik berikutnya Raffa mendongakkan kepala, manik matanya terfokus pada seseorang yang tidak jauh ada di depannya. Raffa mengusap air matanya lantas berjalan mendekatinya.
Raffa berdiri di depan cowok yang tingginya sama dengan dirinya hanya saja Raffa lebih tinggi satu senti dari cowok itu.
Raffa mengukir sebuah senyum, berusaha terlihat kuat di depan saudaranya yang nyatanya ia gagal menyembunyikan kerapuhannya.
Lagi-lagi hati Farel berdesir saat melihat sosok itu ada di depannya. Rasa yang sebelumnya belum pernah ia rasakan, entah mengapa sekarang dadanya terasa sesak.
Farel hanya diam menatap Raffa, mata tajam yang selalu menaungi wajah Farel setiap harinya entah mengapa kini menjadi tatapan teduh yang terlihat di wajahnya.
Seketika Raffa merasa tenang setiap melihat mata teduh Farel, tatapan yang telah lama hilang dan kini ia bisa merasakannya kembali.
Mata Raffa kini mulai terasa panas, air matanya sudah mengumpul di balik kelopak matanya.
“Gue tau, gue bukan saudara yang baik buat lo,” ucapan Raffa yang terdengar bergetar memecah keheningan di antara mereka.
“Gue emang nggak berani kayak lo, gue emang pengecut tapi, bukan ini yang pengen gue rasain. Bukan lo yang sekarang yang pengen gue liat Rel, gue pengen lo yang dulu.”
KAMU SEDANG MEMBACA
[TBS 1] : Everything [COMPLETED]
Fiksi Remaja[NEW VERSI] [Twin Brother Series : 1] Kesalahpahaman di masa lalu sudah memutar balik keadaan. Angin yang dulunya berhembus tenang kini menjadi badai. Salah, kah? Setidaknya ia pernah menjadi angin yang sejuk 'kan? Perihal dia menjadi badai itu...