:: TIGA PULUH EMPAT

7.8K 544 158
                                    

Farel berjalan mendekati sebuah tempat pendingin berwarna hitam mengkilap dan membukanya.

Mengambil sekaleng minuman bersoda lalu meneguknya, kejadian tadi benar-benar membuat dirinya menjadi sangat haus.

Sesaat setelahnya ia menghampiri Raffa yang duduk di atas sofa berwarna cokelat pastel.

“Mau minum?” tanya Farel dan dibalas gelengan kepala oleh saudaranya itu.

Setelah mengganti pakaiannya dengan kaus putih dan celana jeans hitam selutut, Farel kembali menghampiri Raffa dan duduk di sebelahnya.

Tangan Farel memencet asal remot tv, sebenarnya ia juga tidak tahu acara apa yang akan ditontonnya.

Raffa yang menyadari chanel tv berganti setiap dua detik sekali itu menoleh.

“Lo mau nonton apaan, sih?” Raffa mengernyit, sedangkan Farel hanya mengendikkan bahunya tidak berniat untuk membuka mulut.

Beberapa saat setelahnya telefon Raffa bergetar menandakan ada sebuah panggilan masuk.

Kedua cowok itu kompak menoleh ke arah benda pipih berwarna hitam yang tergeletak di meja depan mereka.

Raffa segera meraih benda itu dan menekan gambar yang menyerupai gagang telefon berwarna hijau.

Farel hanya melirik sekilas saudaranya yang berjalan menjauh dan berbicara dengan orang di seberang telefon itu.

Raffa berjalan menuju balkon, “Iya, Raffa baik-baik aja, kok.”

Kamu dimana sekarang? tanya seseorang di seberang.

“Raffa sama Farel, kok, Bun. Bunda nggak usah khawatir,” ucap Raffa sambil tersenyum meskipun, orang di seberang sana tidak bisa melihat senyum manis cowok itu.

Farel?” wanita itu tampak terkejut, gimana keadaan dia? Bunda kangen sama dia.”

“Farel baik-baik aja, kok, Bun. Nanti Raffa minta dia buat telfon Bunda, ya?”

Renata mengangguk, meski dirinya tahu Raffa tidak melihatnya,Yaudah, kalian baik-baik, ya.

Raffa mengganguk, “Iya, Bunda.”

“Siapa?” tanya Farel yang melihat Raffa kembali masuk ke dalam.

“Bunda,” ucapnya kembali duduk di tempat semula, “dia kangen sama lo. Mending lo telfon, deh.”

Farel menatap lekat wajah Raffa yang masih sedikit terlihat pucat, tetapi sudah tidak semengerikan tadi.

Farel memalingkan wajah dari cowok di sebelahnya meskipun, nyatanya sekarang pikiran cowok itu kacau.

Farel mendesah pelan dan berdiri.

“Nanti lo tidur di sana.” Farel menunjuk salah satu pintu yang ada di ruangan itu.

Raffa mengikuti arah Farel menunjuk dan menangguk pelan.

Sesaat setelahnya cowok itu mengernyit, “Terus lo tidur dimana?”

“Gue tidur di kamar gue. Ya, kali, gue tidur berdua sama lo,” ujar Farel datar.

“Apa salahnya lo tidur sama gue?” Raffa tersenyum jahil.

“Najis, lo.” Ketus Farel yang dibalas gelak tawa oleh Raffa.

Apartemen cowok itu memang cukup besar, ada dua kamar tidur yang masing-masing terdapat kamar mandi di dalamnya.

Sebuah dapur yang dilengkapi dengan meja makan dan ruang tengah yang terdapat sofa untuk menonton tv sekaligus menerima tamu.

Mungkin Farel sudah memikirkan memilih apartemen dengan dua kamar untuk dirinya dan Raffa yang jika sewaktu-waktu harus menginap di sana seperti sekarang ini.

[TBS 1] : Everything [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang