:: TIGA PULUH DUA

7.3K 511 46
                                    

Farel baru sampai di sekolah saat arloji hitamnya sudah menunjukkan pukul tujuh lewat sepuluh dan itu artinya dia terlambat lima belas menit untuk tiba di sekolah.

Ia sudah empat hari ini tidak berangkat ke sekolah dan baru sekarang dirinya datang ke sekolah.

Cowok itu berjalan santai menuju lobi, berbeda dengan murid lain yang langsung terburu-buru saat mereka datang terlambat.

Penampilannya masih tetap sama seperti hari-hari sebelumnya, baju seragam yang dikeluarkan, dua kancing teratasnya tidak dikancingkan memperlihatkan kaus putih di dalamnya juga rambut acak-acakan yang justru menambah kesan keran pada dirinya.

Farel melirik jam tangan hitam yang melingkar di tangan kanannya lantas bergumam.

“Lo telat lagi, Rel,” gumam Farel lengkap dengan senyum miringnya.

Dirinya hampir sampai di depan pintu kelas sebelas IPS tiga. Kepalanya mendongak ke arah jendela. Memastikan sudah ada guru yang mengajar atau belum.

Seketika terukir cengiran khas di wajahnya yang terlihat manis. Namun, senyuman itu kini berganti dengan ringisan.

“Aw,” pekik Farel memegangi telinganya lantas menoleh ke kanan.

“Telat lagi, iya?” tebak seorang guru yang kini menjewer telinga Farel.

“Lah, Ibu juga telat masuk ke kelas.” Tutur Farel masih berusaha membebaskan jeweran di telinganya.

Bu Ita. Guru bahasa Indonesia yang pada jam pertama mengajar di kelas Farel itu memelotot dan semakin gemas menjewer Farel.

“Kamu ini, ya,” geram Bu Ita seraya melepaskan jewerannya, “kamu, saya hukum!”

“Kok, jadi, dihukum, sih, Bu?” Farel membulatkan matanya, “baru juga berangkat udah dihukum aja.”

“Kamu, saya hukum bersihin toilet,” Guru gempal itu tidak memedulikan pertanyaan Farel.

“Dih, si Ibu, nggak asik,” cibir Farel.

“Makanya besok berangkat itu pagi, biar nggak telat lagi.”  Titah Bu Ita.

“Ibu, kayak nggak tau gimana macetnya jalanan kalo pagi,” Farel memperlihatkan wajah malasnya.

“Udah sana kerjain hukuman kamu.” Bu Ita tidak memedulikan cowok itu.

Farel mendengus dan berbalik hendak menuju ke toilet, tetapi ia menghentikan langkahnya saat mendengar Bu Ita berucap.

“Mau kemana kamu?” tanya Bu Ita memincingkan matanya.

“Kata Ibu, saya suruh bersihin toilet. Gimana, sih, Bu?” Farel jengah.

“Mau ke toilet yang mana kamu?” Bu Ita kembali bertanya.

Dongkol.

Farel bergumam kesal saat guru di hadapannya itu banyak bertanya.

Kapan hukumannya selesai jika belum apa-apa dirinya sudah ditanyai terus-terusan.

Cowok itu mendengus keras, “Ke toilet cowoklah, Bu. Mau kemana lagi?”

“Yang suruh kamu bersihin toilet cowok siapa?” Bu Ita masih menatap Farel, “itu toilet cewek kotornya minta ampun. Kamu bersihin sampai bersih, ya?” lanjut guru tersebut mendramatisir.

“Lah, kok, jadi, ke toilet cewek, sih, Bu?” Farel menggeleng.

“Nggak, saya nggak mau. Nanti kalo saya diapa-apain sama cewek yang mau ke toilet gimana coba?” cerocos Farel.

Bu Ita memutar bola matanya, “Enggaklah, kamu ini bagaimana. Udah, saya mau masuk ke kelas.”

Guru gempal itu meninggalkan Farel, baru dua langkah bu Ita kembali menoleh.

[TBS 1] : Everything [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang