17

19.9K 980 152
                                    

Harap bijak dalam membaca.

________________________


LILA yang sedang asyik menggosip bersama Tata dan Dinda di depan meja kasir menegurku. Aku yang kepo akhirnya juga ikut nimbrung dan mendengarkan gosip yang mereka bahas. Ternyata mereka sedang menggosip tentang pelanggan yang akan mengadakan acara lamaran di kafe ini.

Aku sudah tahu hal ini dari Alin. Tentu saja aku turut berbahagia dengan kabar pasangan yang awal pertemuannya di kafe ini akan memulai babak baru dalam hubungan mereka.

"Bos, coba lihat siapa yang datang." Aku tidak langsung mengikuti kata-kata Lila untuk melihat siapa yang masuk ke kafe. Lila mencolekku supaya mengikuti arah pandangannya.

Ya ampun. Ngapain laki gue pagi-pagi sudah ke sini?

Aku menggerutu dalam hati melihat Dikan yang mendekat ke arahku dengan tersenyum lebar dan sebuket mawar putih di tanganya. Dia dengan demikian gagahnya menyerahkan buket bunga itu bibir menyunggingkan senyum lebar.

Aku menerima bunga itu sambil melotot tanda protes. Kelakuannya ini pasti akan mengundang rasa penasaran dan kepo karyawanku terutama Lila dan Tata yang menatap Dikan sambil cengar-cengir.

"Kamu ngapain sih?" Aku berbicara pelan supaya tidak didengar Lila yang memasang telinga supaya bisa mendengar pembicaraan kami.

Dikan hanya diam dan terus menempel padaku. Dia tidak peduli dengan pengunjung cafe yang mulai ramai memperhatikan kami, terlebih lagi karyawanku.

Lila saja sampai mangap-mangap karena kembali digoda Dikan dengan senyumnya. Aku tidak tahu lagi apa yang harus aku lakukan untuk menghentikannya. Dia seperti orang yang tidak punya pekerjaan.

"Dikan, aku malu!" Aku protes padanya yang juga tersenyum pada Alin.

Alin gugup dan tidak jadi menjelaskan tentang tambahan karyawan untuk menyambut bulan puasa. Alin berlalu dari hadapanku dengan senyum kikuknya. Dikan seperti sengaja membuat emosiku meluap-luap sepagi ini.

"Memangnya kenapa? Istri sendiri ini." Dikan selalu mengatakan alasan yang sama saat memulai modusnya.

"Tapi aku malu. Sana, kerjaan kamu di kantor kan banyak." Rasa ingin sekali memites kepalanya karena masih saja mengikutiku bahkan saat masuk ke dapur untuk memeriksa pekerjaan Adi dan Kim.

"Ini juga lagi kerja keras buat meluluhkan hati kamu. Biar nanti malam dapat jatah." Dikan berbisik sambil menaik-turunkan alisnya seperti biasa kalau menggodaku.

Aku sampai harus menahan geram dan malu karena Dikan seperti tidak mau terlewat sehari saja hari bersih dari periode tanggal merahku. Dia bahkan melingkari kalender dan menandai dengan memberi note yang memalukan.

"Hiiiihhh, kamu lebih baik kerja." Aku sudah meremas rambutku melihatnya tidak peduli dengan kata-kataku saat sudah berada di depa pintu ruanganku.

"Nggak mau," rengeknya.

Aku sudah ingin mengunci pintu untuk mencegah dia mengikutiku, tapi gerakanku terbaca sehingga ia bergerak lebih cepat dariku.

"Kamu kenapa lagi sih? Perasaan kemarin sudah normal. Sekarang kok balik lagi jailnya?" Aku mendengus melihat Dikan yang tanpa beban menyentuh dan mencium tanganku.

"Tuhan, punya laki kok malah bikin stres gini sih," Aku bergumam sendiri saat Dikan masih belum juga berhenti menciumi jemariku. Ia terlihat tidak terpengaruh sama sekali dengan kata-kata menyindirku.

"Kita kan sudah sepakat buat nyembunyiin hubungan kita sampai nanti resepsi, kalau kamu gini pasti bakal banyak gosip nantinya." Aku mencoba merayu sambil mengingatkan​ perjanjian sebelum pernikahan yang kuajukan pada orangtua kami.

Kita Nikah?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang