Dikan PoV
AKU memerhatikan Diara yang termenung di balkon. Setelah pulang dari rumah sakit dia makin susah tidur. Malam ini, aku berusaha membuatnya tidur dengan mengusap rambut dan punggungnya. Tapi, bahkan sampai aku sendiri tanpa sadar tertidur ternyata dia tetap terjaga.
Akhir-akhir ini kondisinya makin membuatku khawatir. Dari luar memang terlihat tegar dan baik-baik saja, tapi saat seorang diri dia sering menangis tanpa suara. Dia masih menangisi kisah percintaan dan juga kekecewaan karena permasalahan dalam keluarganya.
Diara harus terperangkap dalam masalah keluarga dan sisi gelap Rian yang sejak dulu dia cintai. Rian yang membuatnya tidak pernah mau melirikku walau berada begitu dekat dengannya. Rian yang ternyata begitu terobsesi pada Diara tanpa diketahui siapa pun.
Ternyata perasaan tidak nyaman dan kekhawatiranku saat akan berangkat ke Belanda waktu itu terbukti dengan tidak menemukannya di rumah saat pulang. Aku mencarinya ke kafe, tapi juga tidak ada. Alin yang kutemui saat sedang mengurus persiapan band yang akan tampil di kafe malam itu bilang kalau Diara pergi sejak pagi. Aku makin bingung karena keluarga terutama Mbak Nisa dan Bang Wira juga tidak tahu di mana keberadaannya.
Diara juga hampir tidak punya teman akrab selain Nata lalu ke mana dia saat sudah hampir larut malam? Ponselnya tetap aktif namun teleponku tidak diangkatnya. Tidak biasanya Diara mengabaikan panggilanku karena malam sebelumnya dia yang lebih dahulu menghubungiku, aku dengan pedenya menyimpulkan kalau dia juga merindukanku saat menangkap nada malu-malu dari suaranya.
Tapi dimana kamu, Diara?
Aku kebingungan mencarinya dan cara terakhir yang bisa kulakukan adalah melacak GPS dari ponselnya. Sejak awal rencana pernikahan kami memang aku sudah men-setting aplikasi dari ponselnya untuk selalu bisa melacak keberadaannya. Memang terdengar berlebihan, tapi aku takut karena dia masih sering ceroboh. Kapan saja kejadian saat di gudang itu bisa terjadi kembali.
Dan saat sudah melihat kondisinya, rasanya aku ingin membunuh Rian. Dia hampir menyentuh Diara yang sudah tidak sadar. Rian benar-benar sakit jiwa.
Rian, aku tidak tahu apa hukuman yang lebih pantas untuk perbuatannya selain pengobatan untuk kondisi kejiwaannya. Aku yakin penjara sekalipun tidak akan ada artinya kalau dia masih saja terobsesi pada Diara.
Melihat Diara yang sekarang, aku jadi merasa tidak berguna karena dia hanya menyimpan bebannya sendiri tanpa mau membaginya denganku. Aku masih memberinya waktu sampai dia siap untuk mendengarkan kebenaran dan alasan dari keluarganya. Aku tidak mau emosinya kembali memburuk seperti saat kemarin aku memintanya mengangkat telepon dari Martin.
Aku cepat kembali ke tempat tidur saat melihat Diara sudah menutup pintu balkon, pura-pura tidur supaya dia tidak merasa bersalah karena ketahuan menangis.
Kasihan sekali kamu, Sayang. Harus menahan sakit dan kecewa karena kebohongan dari masa lalu keluargamu.
Hatiku menghangat saat Diara sudah kembali berbaring dan memelukku. Napasnya yang mengenai leherku membuatku menegang dan mati-matian menahan diri untuk tidak menyerangnya malam ini.
Tahan, Dikan.
~~~
Rumah kami hari ini ramai karena kedatangan keluargaku; Mama Hera dan juga si bule bahkan keluarga Tante Nera juga datang lengkap dengan Mark, Mbak Lena, Mas Aji dan yang pasti juga ada Leo.
Selain karena ingin mengunjungiku dan Diara mereka juga mengajak kami untuk ziarah ke makam orang tua dari mamaku dan Tante Nera. Keluargaku memang selalu ziarah setiap menjelang puasa Ramadhan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kita Nikah?
RomanceApakah melepaskan semudah saat kamu memutuskan untuk menjatuhkan hati? Mencintai seseorang yang tidak pernah menganggapmu ada pasti menyakitkan, bukan? Diara menyelami rasanya, bukan, dia bahkan telah tenggelam karena mencintai laki-laki yang hanya...