7. Minion

10K 1.2K 71
                                    

        "Eh, lo." Arya mencolek bahu Nanma yang berjalan di depannya.

Mata Mesti mendelik kaget mendengar panggilan Arya ke Nanma yang jauh dari kata sopan itu.

"Makasih buat tumpangannya di cottage. Mulai malam ini gue pindah penginapan."

Nanma terdiam sejenak. "Ah, iya." Jawabnya kemudian lalu kembali berjalan.

"Lo 'kan bisa manggil namanya." Bisik Mesti.

"Gue lupa siapa namanya. Lo inget?"

"Nggak."

Lalu keduanya sama-sama menahan tawa.

Ketiganya sudah kembali ke cottage. Riuh ramai langsung menyambut kedatangan mereka sebagai ucapan syukur kalau si Nona Muda telah kembali.

"Maafin aku udah bikin kalian khawatir ya." Ucap Nanma dengan rasa bersalah.

Arya tidak tertarik dengan selebrasi itu. Dia memilih masuk ke kamar dan mengemasi barang-barangnya di bantu Mesti.

Sambil meletakkan barang-barangnya ke dalam koper, Mesti membacakan jadwal kunjungan Arya besok. Dia akan menemui seorang pengusaha yang merupakan salah satu investor Arya.

"Terus sorenya lo bisa ke Muna."

Arya menghentikan kegiatan memaksa menutup kopernya untuk memutar badan, melihat Mesti. "Kok bisa? Lo udah pesenin gue tiket?"

"Nggak. Pak Bastian kasih lo tumpangan helikopternya buat ke sana. Lagian lo udah hangusin tiket pesawat lo ke Kendari hari ini. Gitu  mau hemat."

Arya terduduk lemas. Pikirannya kembali tegang bila sudah berurusan pekerjaan barunya ini. Dia menyadari kalau sampai kapanpun dia tidak akan pernah bisa lepas dari bayang-bayang keluarganya.

Arya hanya ingin lebih mandiri dari sebelumnya. Melakukan apapun dengan kakinya. Kemudian dipandang karena memang itu hasil jerih payahnya.

"Kenapa, Ar?" Mesti menyadari perubahan Arya, langsung mendekat dan menyentuh bahu Arya.

"Nggak papa." Arya berusaha menutupi kerisauannya dengan kembali menutup koper.

Mesti mengenal Arya cukup lama. Bisa dibilang dia sangat tahu bagaimana seorang Arya Bachtiar. Dan hanya Mesti yang memahami Arya luar dalam saat ini. Walau dia tahu, dia tidak bisa masuk terlalu dalam urusan pribadi Arya karena dia hanya seorang sekretaris, terlebih mantan.

Tapi selama Arya membutuhkan Mesti, dia selalu mengusahakan ada untuk Arya. Bagaimanapun juga Mesti berhutang budi banyak pada Arya.

November 2002

Universitas Bachtiar Indonesia, Jakarta

"Pram, kenapa nggak cerita sama aku?"

Mesti terus menundukkan kepalanya, menahan malu pada sosok cowok di depannya.

"Pram, please look at me." Arya mendongakkan wajah Mesti dan mendapati kekasihnya itu sedang menangis. "I'm sorry, Pram. Aku emang nggak guna kayak gini. Aku bahkan tahu kabar ini dari orang lain."

"Aku malu, Ar. Aku malu." Mesti menangis dalam pelukan Arya.

"Malu sama siapa? Ada aku, Pram."

"Aku malu sama anak-anak, sama kamu. Mereka pasti ngejauhin aku. Anggep aku ini menjijikkan."

"Siapa yang bilang kayak gitu?! Bilang ke aku, Pram! Nggak ada yang boleh nyakitin kamu!" Tangan kiri Arya mengepal keras, menahan amarah.

Begitulah CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang