10. Nanma dan Dia (Dulu)

8.1K 1.1K 36
                                    

Nanma berlari memasuki kamarnya. Dia segera menuju meja rias dan membuka laci untuk mengambil sebuah kotak warna biru muda.

Lantas diletakkan kotak itu di atas meja dan sejenak dia menarik napas dalam. Perlahan tangannya tergerak untuk membuka kotak itu dan mengambil isinya. Ada sebuah gantungan kunci bentuk strawberry dan empat lembar foto polaroid dirinya dan sang mantan kekasih.

Jari-jari lentik Nanma mengelus benda-benda itu. Satu per satu dia perhatikan lembaran foto sambil menyelami kenangan yang ada. Keempat foto itu menampakkan Nanma yang tengah tersenyum bahagia ada juga ekspresi wajah aneh bersama sang pujaan hati saat itu. Seperti tidak ada keraguan kalau mereka akan berakhir seperti sekarang.

"Masih ganteng." Lirih Nanma.

"Kalau kata abang sepupu gue, ikhlas itu kayak surat Al Ikhlas yang nggak ada kata ikhlas ditiap ayatnya."

"Kadang orang harus kayak gitu kalau lagi ketiban masalah. Kalau cuma dipikirin, mau sampai kiamat kurang dua hari juga bakal kayak gitu terus. Lo juga bakalan gini-gini mulu. Nangis, sedih, susah tidur, susah makan, nyiksa diri sendiri dan bikin orang lain ikutan mikirin lo akhirnya. All you need is move. Move from your comfort zone if that's not safe again for you. Just looking another zone that you like. Kadang juga kelamaan di zona aman yang kita buat terasa boring. Ya, nggak?"

Ucapan Kiran dan Arya bergantian berputar di kepala Nanma. Kedua orang itu benar kalau Nanma tetap harus melangkah ke depan apapun yang dia hadapi. Bagaimanapun dia tidak akan bisa menemukan gerbang kebebasannya kalau hanya terus berdiam diri di suatu tempat. Walau terkadang harus merasakan sakit dahulu untuk berhasil menemukan gerbang kebebasan itu.

"Ternyata baik juga Kak Arya itu. Nggak se rese pas di bandara." Gumam Nanma sambil tersenyum kecil.

Lantas dia kembali mengemas barang kenangannya itu dan siap untuk dibebaskan bersama perasaannya.

Di waktu subuh, dimana matahari masih mengintip dari tempat persembunyiannya. Nanma sudah berjaket tebal mengendap-endap keluar dari cottage. Dia tidak ingin ketahuan oleh pegawai cottage kalau dia akan keluar untuk membuang benda kenangannya.

Belum ada 300 meter dia berjalan, Nanma sudah kelelahan dan berpikir untuk kembali ke cottage.

"Tapi... nanti kalau balik pasti pada lapor ke papa." Omel Nanma pada dirinya sendiri.

Beruntunglah sebuah kendaraan motor bak terbuka lewat. Dengan keyakinan dan tingkat tengsin yang diupayakan rendah, Nanma berhasil menghentikan kendaraan itu dan menumpang di bak belakang.

Awalnya dia merasa jijik karena harus duduk di bak yang kotor. Tapi kalau dia tidak duduk bisa jatuh terjungkal nanti.

Untuk pertama kalinya seorang Nanmastya Alani Sasongko duduk lesehan di bak terbuka. Rambutnya berkibar kemana-mana walau sudah dia ikat rapi. Tangannya tergerak otomatis merapatkan jaketnya karena angin yang sangat dingin menusuk kulit putihnya.

Perlahan sang surya menampakkan sinarnya. Dia tersenyum kecil menatap matahari terbit yang menyinari wajah cerahnya. Tiba-tiba perasaan Nanma menghangat seiring dengan perasaannya yang mampu terbang ke awan.

Belum pernah Nanma merasakan selega ini. Keindahan alam yang tersiram fajar telah berhasil melambungkan rasa sesaknya, terbuang ke lubang hitam yang tak berujung. Nanma merasa bebas!

"Terima kasih, Pak!" Seru Nanma pada seorang laki-laki paruh baya yang sudah mengantarkannya sampai ke persimpangan jalan menuju kota.

Di sana dia melihat ada sebuah jembatan yang di bawahnya terdapat sungai dengan kapasitas air sedang. Nanma menoleh kanan-kiri lalu berlari kecil menyeberangi jalan. Dia berdiri di pinggir jembatan itu cukup lama karena menikmati panasnya sinar matahari yang mulai menyorot tajam.

Begitulah CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang