29. Endgame

3.3K 424 109
                                    

Frana merapikan tatanan jilbabnya lagi di cermin. Kebaya warna kuning lemonnya ini sangat pas di badan dan kulitnya. Tangan Ivan Gunawan memang tidak pernah mengecewakan. Tiba-tiba muncul bayangan Andra di cermin membuat Frana menunjukkan senyum lebar karena merasa malu diperhatikan sang suami.

"Wah, coba lihat wanita ini? Pria beruntung mana yang bisa menikahi wanita secantik ini? Dan benarkah dia sudah punya dua anak? Tapi kenapa tubuhnya masih sangat seksi?"

"Mas Andra!" Frana memukul pelan dada bidang Andra dengan wajah tersipu malu.

"Hari ini kenapa justru aku yang merasa seperti pengantin baru ya? Apalagi lihat kamu pakai baju warna ini,"

"Emang ada apa dengan bajuku, Mas?"

"Kamu udah lupa, Sayang? Kamu pakai baju warna ini pas dipaksa seluruh keluargaku untuk menikah."

Mata Frana melihat ke atas, dia sedang berusaha mengingat kejadian lima tahun yang lalu. Dia tertawa sendiri setelah berhasil mengingat hal itu.

"Kok Mas Andra masih ingat aja sih?"

Andra sengaja merapatkan tubuhnya dengan melingkarkan tangannya ke pinggang Frana, "Tentu saja. Nggak ada satu hal pun yang aku lewatkan soal istriku tercinta ini. Bagaimana ekspresinya saat pertama kali terbang, saat dia selalu exited mengikuti program kerja perusahaan, mengasuh keponakan-keponakan yang liar seperti anakan Tarzan,"

"Hahaha," Frana tertawa lepas dalam dekapan Andra yang semakin dirapatkan.

"You always be my beautiful bride," Andra sudah mencapai kulit bibir Frana saat pintu kamar yang memang dari tadi terbuka begitu saja oleh Juli.

"Oh my God! Kalian merasa diri kalian pengantin baru hari ini?" Juli terkekeh diikuti Andra dan Frana yang masih saling berpelukan. "Arya udah siap. Kita berangkat sekarang,"

"Oke. Pastikan Setelah proses ijab selesai kita juga harus menyelesaikan yang tadi," Ucap Andra yang diakhiri dengan kecupan di pipi kiri Frana.

"Apaan sih, Mas. Ada mbak Juli lho,"

"Ntar gue juga gitu ke Raga. Tenang aja kalian."

Ketiganya berjalan keluar dari kamar menuju ruang tamu. Di sana sudah ada Ari yang berdiri menghadap pintu keluar. Dia sedang menelpon sekretarisnya, Hangga, untuk perubahan jadwal rapat.

"Pagi ini saya late response. Mungkin setelah acara baru bisa saya review. Thanks, Ngga,"

"Oi, Mas," Andra menepuk bahu Ari dari belakang.

Ari menoleh dan sudah mendapati sebagian dari keluarganya berkumpul. "Udah siap?"

"Udah dong. Mbak Bian mana, Mas?" Tanya Frana.

"Tadi ke kamar mandi dulu. Nah itu dia,"

Semua orang menoleh ke belakang, nampak Bian berjalan anggun mengenakan kebaya dan kain songket fit body. Rambut panjangnya digelung minimalis dengan hiasannya rambut yang cantik.

"Pada nungguin aku ya? Sorry, sorry,"

"Nggak apa-apa, Mbak. Emang bawaan orang hamil pasti pengen pipis mulu," Ujar Frana sambil mengelus perut Bian yang masih rata.

"Raga udah nunggu di mobil," Sahut Juli.

"Arya?" Tanya Bian yang tak melihat adik iparnya itu.

"Dia berangkat sama mama-papa. Kita jalan sekarang yuk. Takut macet." Ajak Andra yang langsung mendapat persetujuan dari semuanya.

Frana, Juli dan Bian berjalan terlebih dahulu. Di belakang mereka ada Andra dan Ari. Mereka berjalan santai sambil berbincang menuju dua mobil sedan hitam yang akan membawa mereka ke tempat acara hari ini.

Begitulah CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang