8. Nur?

8.8K 1.2K 61
                                    

Tama berlari kecil ke arah Arya yang sedang duduk santai sembari menikmati matahari terbenam. Tangan dan kakinya bergoyang mengikuti irama musik Pop Barat yang sedang diputar pihak home stay.

"Lo nggak ngabarin gue kalau ke sininya hari ini?" Tama sudah berdiri di samping kanan Arya sambil mengatur napas.

Arya hanya memutar kepala ke kanan lalu menurunkan sedikit kacamata hitamnya, untuk mengintip sosok pria di sebelahnya.

"Apa kalau gue mau hubungin lo sekarang pakai pager atau merpati biar ada respon dari lo?" Arya bersarkastik lalu kembali melihat hamparan lautan yang mulai berubah warna menjadi orange.

Tama tersenyum kecil sambil menggaruk kepalanya. "Lo udah hubungin gue ya?"

Arya mendengar pertanyaan Tama namun tidak ada niatan untuk menjawab. Dia malah ikut melantunkan lagu yang berjudul Shape of You dari Ed Sheeran.

"Sorry, sorry, tadi gue ada urusan mendadak." Tama ikut duduk di kursi santai sebelah Arya.

"Seberapa penting sih urusan mendadak lo daripada nyambut kedatangan gue? I'm your boss lho." Ucap Arya super songong.

"Hahaha, really sorry, my boss. Udah ke mana aja lo?"

"Udah ketemu mandor lo, jalan-jalan lihat lokasi, dijelasin ini-itu yang gue nggak paham. Lo di sini bakal lama? Jangan buang duit gue buat aneh-aneh ya!"

"Hahaha sial lo. Ada tampang korupsi apa gue? Sabtu gue balik Jakarta. Ada yang mesti gue rapatin sama tim sebelum masuk presentasi lanjutan sama lo."

"Oke, gue tunggu itu."

Lalu keduanya terdiam. Arya tidak mau melewatkan sore indahnya dengan banyak bicara dengan Tama. Tapi sepertinya tidak dengan Tama. Bibirnya sudah gatal ingin bertanya sesuatu.

"Mau ngomong apa lo?"

"Hah?!" Tama terkejut saat tiba-tiba Arya bertanya seakan mengerti apa yang dipikirkannya. Padahal pandangan Arya masih lurus menikmati matahari terbenam.

"Hehehe." Arya hanya menoleh sebentar untuk nyengir. Setelah itu kembali ke posisi awal. "Masih galauin Gaby lo?"

Dua kali Tama kaget.

"Dia masih nggak hubungin lo?"

Hattrick!

"Tunggu. Lo tahu semua itu darimana?" Tama menyelak dengan wajah yang penasaran.

"Kayak nggak apal gue aja sih lo." Kali ini Arya memutar badan untuk menatap Tama. Tak lupa melepas kacamata hitamnya. "Gue kasih tahu, kalau Gaby emang udah nggak hubungin lo, ya udah ikhlasin. Bukannya lo sendiri yang dari dulu nolak dia? Kali aja sekarang dia nyerah ke lo. Lagian lo ini juga nggak ada pendirian teguh jadi laki."

"Tapi ini beda, Ar." Arya hanya menaikkan satu alisnya sambil menunggu penjelasan lebih dari Tama. "Gue denger kabar kalau dia udah nikah."

"HAAAHH?! Mana mungkin?! Kok gue nggak denger apa-apa? Halusi-delusi-ilusi kali lo."

"Gue juga nggak percaya itu. Lagian mestinya gue juga denger itu sendiri, ya minimal dari lo lah. Lha lo sendiri aja malah nggak ngerti."

Dahi Arya berkerut dan kedua matanya menerawang. "Apa Pram yang terima kabar soal Gaby tapi nggak disampein ke gue? Nggak mungkin. Apa Pram udah terima kabar itu tapi lupa disampein ke gue? Itu juga nggak mungkin. Apa Pram udah terima kabar itu dan udah kasih tahu ke gue tapi guenya yang lupa? Itu juga makin nggak mungkin."

Tama ikut pusing dengan perputaran pikiran Arya. Ekspresinya semakin murung karena merasa buntu tentang Gaby.

"Gue telepon Gaby aja."

Begitulah CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang