JANIN

1K 53 2
                                    

Sekar merapikan rok panjang yang dikenakannya. Ia mengikat rambutnya. Peluh membasahi lehernya. Wajahnya tampak letih. Kedua tungkainya gemetar. Ia menggigit bibirnya. Cepat-cepat ia memasukkan beberapa lembar uang yang kucel ke dalam lipatan roknya.

Paman Sayuti berulang kali mengutuk. Ia teringat penolakan ibunya untuk ikut ke kota. Gadis setan itu telah menghasutnya. Ia mempercepat langkahnya. Ia tidak sadar kalau Mayang menguntitnya. Lengkap bersama bocah-bocah kuburan.

" Darah. Darah." Mayang bernyanyi kecil. Seiring berjalannya waktu ia semakin terbiasa dengan kawan-kawan barunya. Mereka saling berpegangan tangan. Paman Sayuti tampak tergesa-gesa. Pria itu tidak menoleh ke belakang.

" Cepat Mayang."
" Ia mau pergi. Kita harus bergegas."

Tepat ketika paman Sayuti sudah memasuki keramaian rumah penduduk, Mayang meraih sebongkah batu. Bocah-bocah kuburan cekikikan. Mayang mengayunkan tangannya dan melemparkan batu itu ke arah tengkuk leher paman Sayuti. Batu itu menghantam bagian belakang kepalanya. Ia berteriak kesakitan sementara darah mulai mengucur deras. Mayang bersembunyi di balik sebuah pohon pisang. Bocah-bocah kuburan melonjak kegirangan. Mereka mengelilingi paman Sayuti dan menjulurkan lidah mereka.

" Darah. Darah." mereka tertawa. Paman Sayuti duduk di pinggir jalan.

" Sialan! Darimana datangnya batu ini?" tangannya berlumuran darah.

" Selesaikan Mayang, selesaikan apa yang kau mulai." ucap salah satu bocah kuburan dengan lidah mengkerut berwarna hitam keunguan. Mayang ragu sejenak. Ditatapnya paman Sayuti yang sedang mencoba membersihkan darahnya dengan sapu tangan. Napasnya tersendat-sendat.

" Apa yang harus aku lakukan?"  Mayang berpikir. Andai tongkat neneknya ada bersamanya sekarang. Lalu, ia mencari-cari benda yang dapat ia gunakan untuk menghabisi pamannya. Entah setan apa yang merasuki jiwanya. Ia semakin haus akan darah. Ia ingin mengecap rasa darah pamannya. Kemudian, ia melihat sebatang kayu di antara rimbunnya pohon pisang tempat ia bersembunyi. Dadanya berdebar keras.

" Darah, darah, darah...." gumam Mayang. Bocah-bocah kuburan menjelma menjadi sekumpulan makhluk bergigi tajam berlendir. Mereka berjongkok di samping tubuh seorang pria. Kepalanya penuh darah. Sekujur tubuhnya kaku. Bocah-bocah kuburan itu menjilati mayat itu. Lidah mereka bergoyang penuh suka cita. Lalat berterbangan. Bau darah dan bangkai tercium keras. Mayang memojok. Tangannya berlumuran darah. Tatapannya kosong. Ia tidak habis pikir dengan apa yang telah ia lakukan.

Mayang seperti setan. Ia berteriak kencang sambil menghantamkan sebatang kayu ke kepala pamannya. Darah muncrat. Daging berhamburan. Pamannya tidak bisa berteriak. Bocah-bocah kuburan itu membekap mulutnya dan memegang kedua kakinya sehingga ia tergeletak kaku. Mayang merasa beruntung. Tiada orang berlalu lalang saat itu.

" Coba rasakan. Enak sekali. " bocah kuburan menyodorkan gumpalan daging ke hadapan Mayang. Ada mayat itu robek. Benar-benar mengerikan. Baju yang dikenakannya masih utuh namun setiap bagian tubuhnya robek.

" Apa itu?" Mayang dengan takut mencium aromanya. Amis. Tapi, manis.
" Makan saja,nyam nyam."
Mayang mengambil daging itu. Begitu giginya menyentuh gumpalan berwarna merah itu, ia memejamkan mata. Rasanya kenyal. Basah. Sedikit amis namun manis seperti tebu. Mayang dengan rakus menggigit dan mengunyah sementara bocah kuburan tertawa puas.

Sekar mengibas- ngibaskan tangan. Udara sangat panas. Ia mengawasi orang-orang berlalu lalang. Rambutnya ia gelung. Ia memperlihatkan pahanya kepada beberapa pria yang lewat. Bibirnya yang dipoles gincu merah dimonyongkan untuk menarik perhatian. Tiba-tiba seorang pria mendatanginya dan berteriak kasar.
" Pulang! Dasar kau perempuan jalang!"

KalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang