NAMA

572 53 5
                                    

Bayi itu berwarna merah muda pucat. Rambut hitam tipis melekat di setiap jengkal kepala mungilnya. Kulitnya halus seperti sutera dan setipis benang. Nenek menimangnya. Ia merasa begitu kesepian. Kedua anaknya telah pergi. Satu, memilih jalannya sendiri dan yang kedua, pergi tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Bagaimana ia bisa mengucapkan selamat tinggal kalau memang makhluk itu telah menyeretnya menuju kematian?

Nenek tidak kuasa menatap tubuh Sekar yang kaku. Ia telah menyongsong kematian dengan senyuman kecil. Orang-orang desa yang menemukannya kalang kabut. Desas-desus kian menyebar seperti wabah penyakit. Sekar dibunuh oleh setan, Sekar pantas mendapatkannya. Mereka beranggapan bahwa bayi yang dilahirkan oleh perempuan itu sama haramnya seperti ibunya. Nenek mulai menyadari kalau orang-orang itu memang membenci cucunya yang masih bayi itu ketika di pagi hari ia membeli sebuah buah pepaya masak di pasar. Sontak mereka menoleh kepadanya dan menatapnya nyinyir. Nenek mempererat pelukannya pada cucunya.

Cucunya membutuhkan nama. Sebuah nama yang sesuai. Nenek mengecup lembut wajah pucat gadis mungil itu yang di kemudian hari ia beri nama Mayang.

Nenek selalu ada ketika bayi mungil itu tumbuh menjadi seorang gadis kecil. Ia memang tak mampu memungkiri bahwa cucunya sangat aneh. Nenek merasakan kehadiran makhluk kasat mata di sekitarnya sejak Mayang ada di rumahnya. Gadis itu senang mengamati keranda yang lewat di depan rumah saat ada orang yang meninggal. Kedua matanya akan berbinar cerah dan senyumnya mengembang. Mayang suka bermain di pohon pisang. Ia akan terkikik kecil sambil memeluk batang pisang itu. Suatu hari ia meminta sebuah ayunan kepada nenek. Ia merengek-rengek manja dan meremas kamben neneknya. Nenek mau tak mau memenuhi permintaan gadis kecilnya. Ia dengan susah payah mengikatkan tali di dahan pohon. Jemarinya gemetar. Ia bisa melihat ekspresi cucunya yang kegirangan di bawah. Ketika ayunan itu selesai, Mayang menghabiskan waktunya di sana dan mengayunkan tubuhnya. Rambutnya yang panjang dan sehitam eboni digerai. Nenek menyaksikan lewat jendela rumah, anak-anak kecil bertelanjang kaki mengintip cucunya melalui pagar rumah. Mereka menatap Mayang datar. Bibir mereka terkatup rapat. Namun, tangan mereka yang hitam menggerayangi puncak pagar. Mereka ingin masuk dan menyapa Mayang. Nenek tergesa-gesa menghampiri mereka dan mengayunkan tongkatnya. Anak-anak itu menyeringai dan menelengkan kepala.

Hal-hal aneh terus terjadi. Suatu malam, nenek terbangun. Mayang memekik kecil di kamarnya. Nenek tergopoh-gopoh menuju gadis itu. Didapatinya Mayang sedang menancapkan pandangannya pada lemari di kamarnya. Kedua tangannya mengepal erat. Napasnya terputus- putus. Rambutnya menutupi wajahnya. Nenek semakin ngeri, tongkat hitamnya ada di tangan Mayang. Gadis itu kemudian berjalan lurus ke pintu. Nenek ingin mencegahnya namun gadis itu memekik keras dan meneboros keluar. Ia menyatu dengan gelapnya malam.

Mayang kembali pada tengah malam.
Nenek menunggu dengan gelisah. Lalu, suara tangis memecah kesunyian. Suara tangis Mayang. Gadis itu sedang berdiri di tengah pekarangan. Ia memandang lekat-lekat kedua telapak tangannya yang kotor akan warna merah pekat. Tongkat nenek tergeletak di dekat kakinya. Mayang menoleh. Nenek tertegun. Sesuatu yang mengerikan telah terjadi. Mayang menyeka air matanya dan berlari ke dekapan nenek. Ia tersedu sedan.

Keesokan harinya, sebuah keranda dengan sehelai kain hijau pucat diarak ke kuburan. Orang-orang berpakaian hitam berjalan pelan. Suara isak tangis bersahut-sahutan. Mayang turun dari ayunan dan mendekati pagar rumah. Ia tersenyum memandang keranda tersebut.

Hari-hari berlalu. Nenek semakin takut. Setiap Mayang terdiam dengan tongkat di tangannya, ia akan tidak terkendali. Ia selalu kembali. Kembali bersama warna merah di tangan dan isak tangis. Seperti biasa, keesokan harinya, keranda lewat di depan rumah. Dan, lagi-lagi Mayang tersenyum.

***
happy reading❤
dont forget to vote. Thank you.

KalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang