11 - Frustation

928 53 0
                                    

"Apakah keputusan ini benar?"
-Aluna-

•●•

     SEN sangat ramai pagi itu. Sama seperti dua hari terakhir ini. Sejak keluarnya berita bergabungnya seorang penyanyi cantik dibawah naungan SEN puluhan wartawan sudah berjejer rapi sejak pagi didepan pintu masuk. Alhasil pintu masuk kini dipadati dengan berbagai wartawan dari berbagai stasiun tv dan majalah.

Sebuah mobil van putih memasuki area pelataran halaman. Wartawan yang semula duduk bergerak maju, dan dalam sekejap van putih itu sudah tertutupi oleh puluhan wartawan dengan lampu kilat yang tak berhenti berkedip. Para wartawan tersebut berdesak-desakkan membuat pintu van tersebut tidak bisa terbuka. Didalam sana seorang wanita, dan asistennya terjebak tak bisa keluar.

"Pihak SEN akan datang sebentar lagi." Sahut seorang perempuan sambil sesekali memperbaiki make up perempuan cantik didepannya.

"Para wartawan itu benar-benar mengganggu" ucap perempuan itu sambil bertopang dagu.

●●●

     Luna menikmati sarapan paginya dengan tenang. Kandungannya kini hampir berusia dua bulan dan perutnya pun sudah tidak rata lagi walaupun masih tidak kelihatan dibalik pakaian yang dipakainya. Dan ya, ia sudah mulai mengalami apa yang semua ibu hamil bilang morning sickness. Dan itu benar-benar menyiksanya. Seluruh sarapan pagi yang awalnya enak, pasti akan kembali dimuntahkannya beberapa menit kemudian.

"Hoek....hoek..." Luna menyampirkan rambutnya disatu sisi lehernya. Ia mengeluarkan semua sarapan paginya-untuk kesekian kali pagi ini.

Semua sarapan pagi yang ada diperutnya kini telah berpindah seluruhnya diwastafel. Usai mengelurkan semua cairan itu, Luna mencuci mulutnya lalu berjongkok lemas didepan wastafel. Inilah rutinitas yang akhir-akhir ini dialaminya.

Luna terduduk dengan napas yang kembang-kempis. Paru-parunya seakan berusaha menghirup udara dengan rakus. Kemudian tangannya terulur untuk mengelus janin didalam sana.

"Kamu kok tidak mau makan sih, nak? Kenapa semua makanan selalu kamu tolak?" Ucapnya lirih. Luna menyandarkan bertumpu pada wastafel diatasnya. Ia benar-benar lemas saat ini, mungkin ini efek karena beberapa hari ini ia jarang sekali makan. Bukannya jarang makan, hanya saja setiap ia makan baik saat sarapan, makan siang ataupun makan malam. Maka, anak didalam perutnya akan menolak semua makanan itu. Alhasil ia terkadang hanya meminum air putih saja.

Napas Luna semakin cepat, diikuti kepalanya yang terasa berdengung sakit. Ia masih bertumpuh dibawah wastafel, sambil sesekali mengelus perutnya yang terasa bergejolak. Udara disekitarnya seakan menipis saat samar-samar ia melihat bayangan Tasya berlari kearahnya dengan wajah panik sebelum semua kegelapan menyambutnya. Dan terakhir yang ia ingat, tubuhnya terasa terangkat keatas. Dan semuanya benar-benar menjadi hitam.

●●●


   "Oh kau sudah sadar?"
Luna membuka matanya perlahan, kepalanya pusing sekali seakan-akan ada beban berat yang menindihnya. Ia berusaha untuk mengedarkan matanya kekanan dan kekiri. Lampu kamar rumah sakit seketika membuat matanya silau. Ia terperanjat kemudian berusaha bangun dari posisi berbaringnya.

"Hey...tidurlah! Jangan banyak bergerak dulu" Luna kemudian mengalihkan pandangannya kearah Tasya yang sedang berusaha memperbaiki posisi tubuhnya. Tanpa sengaja tangannya menyentuh perutnya dan seperti sebuah ingatan yang ia lupakan. Luna menatap cemas kearah Tasya.

What a Beautiful Disaster [Book #1 Dirwanaka Series]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang