12 - Flash

821 51 0
                                    

•●•

"Cewek yang mbak bilang cantik itu, gue yang hancurin masa depannya mbak. Gue ngehamilin dia!"

"APA?"

●●●

     "Gimana bisa Azka? Kamu utang penjelasan sama mbak!" Sahut Riri marah, matanya melotot kearah Azka. Terkadang bahkan ia tak percaya dengan apa yang baru saja dia dengar.

"Maaf mbak, ini semua emang salah Azka. Oke, Azka bakalan ceritain masalahnya, tapi mbak gak boleh ngomel ditengah cerita Azka! Oke?" Azka menatap Riri sendu. Ya, memang ini salahnya. Seharusnya dari awal ia memang harus menceritakan masalah ini pada managernya. Ya dari awal semua memang sudah menjadi kesalahannya.

"Jadi awalnya..." dan mengalirlah semua cerita itu. Taruhannya dengan Runa hingga pertemuannya dengan Luna di gedung SEN satu bulan yang lalu. Semua Azka ceritakan tanpa ada yang ia tutup-tutupi. Dan selama ia bercerita tak henti-hentinya Riri melotot marah kearahnya. Terkadang tatapan Riri seakan mau membunuhnya dan Azka hanya bisa meringis karena itu.

"Jadi gitu mbak ceritanya dan gue benar-benar pusing mikirinnya" Azka menghela napas, dalam hati ia bersyukur masih dapat menyelesaikan ceritanya hidup-hidup tanpa kurang satu apapun mengingat ekspresi Riri yang terlihat sangat ingin memutilasinya sejak tadi.

"Mbak benar-benar kecewa liat sikap pengecut kamu.! Didepan fans aja gaya kamu kayak superhero buat mereka" Riri menggelengkan kepalanya lemah, Azka hanya pasrah atas tuduhan itu. Iya tahu dirinya memang pengecut.

"Gue tau mbak, dan gue bingung bagaimana cara buat tanggung jawab ke Luna" Azka mendesah lemah.

Riri menatap prihatin kearah Azka. "Ya udah nikahin dia lah! Gimana sih kamu?!" Azka melotot seketika.

"Gue gak bisa mbak. Awalnya gue pikir buat nikahin dia, tapi gue masih mau berkarir mbak. Gue masih mau bebas. Dan pernikahan cuman bikin gue keikat aja!" Ucap Azka lemah. Ia mengepalkan tangannya erat, menyayangkan sikapnya yang memang pengecut. Tapi mau apalagi, ia terlalu mencintai pekerjaannya dan menikah ada didalam urutan kesekian dalam list kehidupannya.

"Mbak sendiri juga tau, kalau selama ini gue pacaran cuman buat seneng-seneng doang kan?"

"Mbak tau, tapi mbak gak percaya setelah kamu hancurin masa depan gadis itu kamu tetap tidak mau mempertanggung jawabkan kelakuan kamu!" Tatapan sanksi dari Riri semakin menciutkan nyali Azka.

"Maaf mbak, tapi sekarang karir gue lebih penting!" Sahut Azka mantap, meski terselip keraguan didalam ucapannya.

●●●

     Luna berjalan menyusuri setiap rak yang ada dimini market tersebut. Ia mendorong troli belanjanya. Matanya melihat kekanan kekiri, mencari benda yang dicarinya. Sesekali ia melirik jam tangan kulit kecil yang melingkar dipergelangan tangannya.

"Ah, ini dia!" Luna mengulurkan tangannya, mengambil beberapa kardus susu ibu hamil. Ia memasukan 3 kardus susu ibu hamil dari salah satu merk ternama yang iklannya selalu ia lihat di tv kedalam trolinya.

Luna melanjutkan langkahnya, ia bergerak ke rak yang ada disebalah rak susu itu. Ia berjalan terlalu semangat sampai ia tidak sadar jika tas selempang yang ia pakai tersangkut disalah satu sudut rak susu sehingga ketika ia berjalan tas itu menarik dirinya dan hampir saja Luna terjatuh jika tidak ada sebuah tangan yang melingkar diperutnya.

"Hampir saja!" Ucap lelaki itu didekat telinga Luna. Membuat gadis itu merasakan tubuhnya merinding seketika.

Seakan tersadar Luna buru-buru melepaskan dirinya dari lelaki tersebut. Ia berbalik dan terkejut mendapati lelaki yang memakai masker hitam dihadapannya. Meski masker itu hampir menutupi setengah dari wajahnya, tapi Luna tahu dengan pasti siapa orang itu. Pertemuan mereka beberapa kali membuat Luna ingat pemilik mata coklat cerah dihadapannya. Ia tidak akan mungkin lupa, karena pemilik mata itulah yang sekarang membuat ia harus mengambil cuti dari kampusnya dengan jangka waktu yang ia sendiri tidak tahu

What a Beautiful Disaster [Book #1 Dirwanaka Series]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang