01 - Virgin?

1.6K 88 4
                                    

      "Darimana kamu Aluna Sagita Wilana? Jam segini baru pulang? Bahkan hampir terlambat kekampus! Dan semalam Fina bilang dia pulang kerumah diantar temannya bukan dijemput kamu"

Gadis yang disebutkan namanya berbalik, tersenyum canggung kearah temannya yang sedang menatapnya galak sambil sesekali meminum teh hijau kesukaannya.

Jika Tasya sudah memanggil lengkap namanya bisa dipastikan gadis berambut cokelat sebahu dengan tinggi semampai itu pasti sedang marah padanya.

"Eh Tasya selamat pagi!" Luna berseru tertahan. Ia menatap Tasya yang kini sudah menaikan alisnya gemas.

"Gak mau dengar itu, aku mau tau kamu darimana. Ini bahkan sudah jam stengah 8. Yang berarti 30 menit dari sekarang kita ada jadwal kuliah pagi. Dan kamu!! Aluna Sagita Wilana baru muncul dirumah jam segini? Darimana kamu?" Tasya bertanya sengit, tatapannya menajam memandang Luna didepan sana yang seakan tak ingin menjawab semua pertanyaannya tadi.

Pasalnya sejak semalam Luna tidak pulang dan sekarang sudah muncul pagi-pagi dirumah sambil mengendap-endap layaknya maling yang tertangkap basah.

"Aku mandi dulu ya? Nanti pasti cerita, ya?" Luna menatap Tasya memohon.

Tasya berdiri dengan tenang, kembali memperhatikan temannya sedari orok ini. "Kamu dari mana?" Ya, jika tidak dipaksa maka Luna juga tidak akan mau membuka mulutnya. Luna masih bungkam, bukannya tidak ingin menjawab pertanyaan Tasya, tapi ia sendiri bingung bagaimana menjelaskan semua yang terjadi pada dirinya kepada Tasya.

"Apa susahnya sih Lun, kan tinggal bilang kamu dari mana. Gitu aja kok dibikin susah sih! Jadi, kamu dari mana?"

Luna berusaha menutupi kegugupannya. Dia tidak harus meremas-remas tangan seperti dikebanyakan cerita yang sering dibacanya. Karena nyatanya trik-trik seperti itu tidak meredahkan rasa gugup seseorang. Ia memandang lembut kearah Tasya. Ia ingin memberi tahukan Tasya, namun pasti gadis itu akan sangat kaget nantinya. Ia sendiri bahkan tidak tahu harus memberi tahu temannya itu seperti apa. Bahkan hingga kini ia masih terkejut dengan apa yang barus saja dialaminya.

"Aku janji setelah mandi ya?" Luna menatap memohon. Ia mengatupkan kedua tangannya didepan sambil mengedipkan matanya lucu.

Tasya mengangguk pasrah. Dia tidak akan bisa memaksa Luna, itu hak gadis itu untuk diam. Ia tahu rasa ingin tahunya sangat besar, namun memaksakan kehendak bukanlah dirinya.

"Ya udah mandi sana, bau!!" Tasya berpura-pura menjepit hidungnya. Luna tersenyum melihatnya. Ia berlari memeluk Tasya.

"Terima kasih" Luna mencium pipi kiri Tasya, lalu secepat mungkin berlari dari jangkauan tangan Tasya yang hendak mencubiti pipinya.

"Awas saja kau!! Kalau kudapat pipimu akan kucubiti hingga merah!!!" Tasya marah-marah sendiri memandangi Luna yang sudah berada didepan pintu kamar mandi sambil tertawa.

Tawa Luna pecah didalam kamar mandi. "Baiklah, terserah kau saja. Hahaha" dan tawwa Luna kembali menggema didalam kamar mandi.
Membuat wajah Tasya merah padam karena menahan kesal.

•••

    Dua gadis ini tengah berlari seakan dikejar setan. Pasalnya jika mereka terlambat maka mereka benar-benar akan bertemu setan yang mengamuk.

"Ini semua gara-gara kamu Lun, kalau sampai terlambat habis kita dimakan pak Ali. Dasar kamu sihh!!!" Masih berlari Tasya melepaskan semua rasa kesalnya.

"iya maaf aku salah" ujar Luna masih berlari dengan napas yang mulai tersenggal-senggal.

"Sial, kurang tiga menit lagi jam 8"
Tasya dan Luna mempercepat lari mereka.

Mereka terus berlari, hingga ruang tempat mata kuliah mereka pagi ini dilangsungkan terlihat. Jaraknya sekitar 5 meter dari tempat mereka sekarang.

"Sa, tinggal semenit lagi!" Luna memekik tertahan. Dari arah berlawanan terlihat Pak Ali tengah berjalan kearah yang sama dengan mereka berdua.

"mati kita!!"

"Kita masih hidup Tasya" Luna mengingatkan.

"bisa-bisanya aku punya temen polos kayak kamu?!" Tasya mendelik jengkel kearah Luna dan dibalas senyuman tipis dari gadis disebelahnya.

Luna menambah kecepatan larinya. Dibelakang Tasya berlari sambil tersenggal-senggal. Bertepatan dengan tibanya mereka disaat yang sama Pak Ali juga tiba. Mereka berpapasan didepan pintu. Luna yang lebih dulu menguasai diri segera tersenyum canggung melihat Pak Ali yang menatap bingung mereka berdua.

"Pagi pak." Luna berseru ramah lalu dibalas anggukan singkat dosen itu.

Luna menarik lembut tangan Tasya disebelahnya lalu berlalu meninggalkan Pak Ali menuju tempat duduk kosong yang ada, setelah mengucapkan salam dengan sopan.

•••

      Azka melenguh pelan. Ia membuka matanya perlahan lalu menyesuaikan dengan cahaya matahari yang masuk dari tirai jendela disebelahnya.
Ia menggeliat pelan sebelum merasakan pusing dikepalanya. Terlalu banyak minum memang selalu membuat kepalanya sakit keesokan harinya.

"ah pusing amat kepala gue" Azka memegangi kepalanya lalu duduk dari tidurnya. Selimut yang ia pakai melorot hingga kepinggangnya. Dan seketika sebuah sentakan membuatnya sadar apa yang terjadi.

Bangun dipagi hari dengan tubuh telanjang. Ini yang dia benci dari pengaruh alkohol. Dia pasti akan menuruti nafsu bukan akal sehatnya.
Azka dengan cepat mencari handphonenya. Ia tahu siapa yang harus ditelponnya sekarang. Biang keladi dari semua ini. Runako Dirwanaka, sepupu sekaligus sahabat yang sialnya sangat dipercayanya selain sahabat-sahabatnya yang lain.

Azka mendapati handphone serta dompet dan pakaiannya lengkap terlipat dimeja kecil sebelah tempat tidur. Alisnya bertaut bingung.

"siapa nih yang lipatan? masa iya cewek yang gue tidurin?" Azka bertanya pelan kemudian mengambil handphonenya.

"tapi kayaknya bener deh, disinikan cuman gue ama dia aja gak ada orang lain" Azka mulai berpikir. Tangannya bergerak lincah lalu men-dial nomor yang sejak tadi dicarinya.

Suara sambungan telepon terdengar.

"ah udah deh, entar aja gue pikirnya. Sekarang gue punya urusan sama orang gila satu ini"

Usai mengumpat pelan, sambungan teleponnya tersambung. Suara serak diseberang sana terdengar.

"ya halo..."

"bangsat lo" Azka langsung saja mengumpat pada orang diseberang sana.

"nyantai dong ka. masih pagi udah marah-marah aja. bicaranya baik-baik dong"

"nyate pale lu. gak usah basa-basi. sialan lo ngejebak gue ampe tidur ama orang gak jelas!!" suara Azka mulai meninggi. Wajahnya yang putih mulai berubah merah padam.

"yee semalam aja lo gak nolak! trus sekarang marahnya ama gue. basi lo!"

"lo sepupu gue bukan, gimana kalau ada wartawan yang kemarin malam liat gue mabuk terus narik-narik tu cewek trus gue bawah kekamar. Kan masalahnya bisa panjang Run. Karir gue taruhannya!" Azka berusaha menahan amarahnya.
Berbicara dengan sepupunya yang satu ini membutuhkan stok kesabaran yang banyak agar tidak mudah terpancing dengan kata-katanya yang seakan sudah disetting untuk melakukan debat panjang. Gak ada habisnya.

"iya sorry deh ka. Semalam iseng aja itu. Lagian kalau sampe ada yang tau kan tinggal klarifikasi aja. Bilang aja lo dijebak trus bayar tu cewek buat tutup mulut. Yang gituan mah udah biasa kali dikalangan artis"

Sepupunya memang punya mulut yang kalau bicara suka asal dan tidak disaring. Bagaimana mungkin ia berkata sesantai itu pada Azka yang saat ini sudah naik pitam karena ulahnya.

"Awas aja lo. ampe ada berita gak bener tentang gue, orang pertama yang gue bunuh itu lo Runako Dirwanaka!!!"

"iya..iya berisik deh kayak ibu-ibu arisan"

"pokoknya sekarang lo harus jemput gue disini gak pake lama!! awas aja lo!!!" Azka langsung mematikan sambungan teleponnya. Ia tahu jika ia masih mendengar kalimat balasan dari Runa  maka energinya untuk marah-marah akan semakin terbuang percuma.

Azka bangkit dari duduknya. Ia bergerak cepat memakai semua pakaiannya. Saat hendak mengambil dompetnya sebuah dompet lain berwarna biru mudah dengan gantungan beruang kecil menarik perhatiannya. Dompet itu terletak dipinggiran kasur.

Dompet itu terlihat sangat manis. Azka mengambil dompet tersebut saat tak sengaja melihat sebuah bercak merah yang ia yakini darah diatas kasur yang baru saja ditempatinya.

Kening Azka memunculkan beberapa karutan bingung, kemudian seketika wajahnya berubah kaget.

"Gue nidurin perawan?"

●●●







TBC

How about that?
Hope you guys enjoy

Thank you

What a Beautiful Disaster [Book #1 Dirwanaka Series]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang