Episode #60: Tak Terbatas

28 2 0
                                    


"Hey Pak! Tambah lagi Sorruz-nya!" seru Ranta, sembari mengangkat jari telunjuk dan mengunyah mie Sorruz di mulutnya.


Satu-satunya tempat untuk mendapatkan Mie Sorruz adalah di sini, yaitu stan kecil yang terletak pada sebelah selatan Altana, tepatnya di daerah kedai makanan untuk para buruh. Sorruz adalah hidangan yang berisi kuah pekat, asin disertai irisan daging rebus, dan mie gandum kekuningan. Tidak semua orang menyukai hidangan ini, dan ada kesenjangan yang jelas antara orang-orang yang menyukainya dan orang-orang yang tidak. Setidaknya pada gigitan pertama mereka tidak akan terkesan oleh rasanya.


Masalahnya adalah, semakin kau coba memakannya, maka kau akan semakin ingin nambah. Setelah beberapa saat, kau akan mulai kecanduan. Kau akan menginginkan semangkuk Sorruz setiap sepuluh, tidak... lima.... tidak, tiga hari sekali.


Di samping wajah Ranta, terdapat tumpukan mangkuk Sorruz kosong yang menjulang. Lebih tepatnya tujuh mangkuk yang ditumpuk rapi, dan Ranta sungguh-sungguh berniat untuk menaklukkan mangkuk yang kedelapan. Bahkan dia sudah memesan yang kesembilan sekarang, dan sebentar lagi akan tiba. Sorruz yang barusan dimasak terasa panas. Rasanya benar-benar panas. Tapi dia tidak punya waktu untuk meniup mie itu sampai dingin.


Beberapa lapisan kulit pada lidahnya mungkin sudah terbakar, namun dia bahkan tidak bisa merasakan sakit. Perutnya juga mulai berontak. Perutnya begitu buncit dan bengkak, sampai-sampai dia mirip ibu hamil atau sejenisnya. Terus makan dalam kondisi seperti itu lebih mirip penyiksaan, tapi itu tidak membuat Ranta berhenti. Seteguk lagi, dan mangkuk kedelapan pun ludes.


"Yang kedelapan habis!" seru Ranta sambil menatap mangkuk kesembilan yang sudah dihidangkan di hadapannya.


Matanya berkaca-kaca karena uap air yang mengepul dari mangkuk. Tercium bau sedap dari kombinasi sempurna antara bawang, wortel, kaldu tulang ayam, dan lemak babi. Itu sudah cukup untuk membuat mulut siapapun berair, tetapi satu-satunya yang Ranta rasakan dalam kondisi seperti itu adalah perutnya yang sakit dan bergejolak.


"Kamu baik-baik saja, nak?" si pemilik kedai meliriknya dari meja kasir untuk meyakinkan kondisi pelanggannya.


Ranta mengangguk, sembari menyeka keringat di alis dengan punggung tangannya. Wajahnya dipenuhi oleh keringat, hidungnya dipenuhi oleh ingus, dan ada juga beberapa helai mie yang menempel di pipinya karena tidak sempat masuk ke mulut. Itu sungguh kotor dan menjijikkan, tapi Ranta tidak peduli pada siapapun yang menganggapnya demikian.


"Ini diaaaaaaa....!" Ranta mulai membereskan mangkuk ke sembilan, dia menjejalkan mie itu ke dalam mulutnya walaupun rasanya ingin muntah.


Dia buru-buru menekan kedua tangan pada mulutnya, menolak untuk muntah. Dia tak boleh muntah. Dia tidak bisa membiarkan dirinya muntah. Dia akan makan, makan, dan makan semua mie ini sampai ludes.


"Ayo mulai mendirikan kedai" wajah temannya bernama Mogzo muncul di benaknya, persis seperti waktu itu. Dia belum pernah melihat ekspresi Mogzo seperti itu sebelumnya. "Tapi aku tidak mau mendirikan kedai Sorruz, aku ingin mendirikan sebuah kedai ramen. Sementara kita mengumpulkan uang, kita bisa terus bereksperimen dengan rasanya. Dan setelah kita mendapatkan resep yang enak, ayo kita lakukan. ayo kita membuka kedai. "


"Ya, ayo kita lakukan," gumam Ranta, dia pun sadar bahwa Mogzo tak akan mungkin mendengar kalimat itu lagi.


Jadi, yang bisa dia lakukan saat ini hanyalah makan dan makan. Makan, makan, dan makan lagi. Terus makan Sorruz yang begitu disukai oleh Mogzo. Makan sampai dia tidak tahan lagi, makan terus. Makan sampai sekenyang-kenyangnya. Makan sampai dia tidak ingin makan lagi.


"Ughhhhh ..." Ranta mengerang. Tapi dia harus terus makan karena ... karena ... "Karena kau tidak akan bisa makan Sorruz lagi. "


Iya 'kan, wahai rekan bisnisku? Saat ini... tak peduli seberapa lapar Mogzo, dia tak bisa makan apapun. Jadi, biarkan Tuan Ranta ini yang makan untukmu. Namun, apa gunanya melakukan hal seperti ini? Persetan, dia bahkan tidak ingin memikirkan itu. Dia merasa benar melakukan hal ini. Dia tidak bisa menahan perasaan itu, dan dia tidak bisa menahan diri untuk melakukannya.


"Pak! Tambah lagi!"


"Nak, lihatlah dirimu ..." pemilik toko mulai protes.


"Tidak apa-apa!" Ranta memotongnya. "Cepat bawa ke sini mangkuk berikutnya!"


"B-Baiklah ..."


"Mangkuk kesembilan habis!" Ranta menyatakan itu.


Karena bertekad untuk menyelesaikan yang satu ini sekaligus, ia pun mulai makan lebih cepat. Seperti itulah hasratnya, tetapi tidak peduli seberapa cepat dia makan, jumlah mie dalam mangkuk itu seakan-akan tak kunjung berkurang. Dia berhenti, perutnya mulai memberontak dengan keras. Dia tidak bisa bernapas. Dia akan tercekik sampai mati.


Kemudian, tiba-tiba dia merasakan kegaduhan di sekitarnya. Ketika ia mendongak, ia melihat segerombolan pekerja dan pasukan cadangan Crimson Moon sedang mengerumuninya. Apa-apaan ini? Mengapa mereka semua menatap padanya?


"Whoa ... dia akan menghabiskan mangkuk kesepuluh," seseorang bergumam. Kemudian orang lainnya berbisik, "Gak mungkin lah ..." dan yang lainnya juga berkata, "Mustahil ... mungkinkah itu terjadi?" orang lainnya pun menjawab, "Dia akan muntah sebelum itu terjadi. Tak mungkin dia bisa menyelesaikan mangkuk ke sepuluh ... "


Ranta mendengus dengan keras, dan tiba-tiba dia merasa seluruh mie masuk ke dalam hidungnya. Dia berhasil menarik mie-nya keluar dan membuangnya, tapi kemudian berpikir. Mogzo tidak akan melakukan hal seperti ini. Lantas dia membuang mie dari lubang hidungnya, memasukkannya kembali ke dalam mulut, dan menelannya bulat-bulat.


"Wahai kalian para idiot.... lihat saja nanti," kata Ranta. "Sepuluh mangkuk tidak ada apa-apanya! Bahkan aku bisa makan 2x lipat lebih banyak dari ini! "


Ini dia! Ranta menghabisi sisa mangkuk nomor sembilan dengan semangat baru, dalam sekali tegukan. Mangkuk kesepuluh pun tiba. Dia mulai merasa pusing dan sakit, tapi ia mengabaikannya. Dia bangkit sembari berteriak, menyodorkan mangkuk panas yang mengepul itu ke bibirnya, dan mulai menenggak kuah yang mendidih. Mie, daging, sayuran, apa pun itu. Semuanya masuk ke dalam tenggorokannya sekaligus.


Orang di sekelilingnya mulai menyemangatinya, bersorak, dan memberikan dukungan. Karena terlecut oleh orang-orang yang menyemangatinya, Ranta pun menyelesaikan mangkuk kesepuluh dalam waktu kurang dari satu menit, termasuk kuahnya.


"Rasakan itu!" Teriak Ranta. "Tuan! Tambah lagi! "


"Segera datang!"


"Whoaaaa!" Seru seseorang.


"Dia melakukannya!" Kata orang lain.


"Teruskan! Ayo, ayo, ayo!!" orang lainnya terus memberikan semangat.


"Persetan semua!" Ranta mengacungkan jari tengah pada semua orang di sekelilingnya. "Namaku Ranta! Serukan namaku!"


"Ranta! Ranta! Ranta!" Teriak mereka dengan bergemuruh.


"Pak, cepatlah!" Ranta berteriak pada pemilik toko.


"In idia!"


"Ha ha ha! Ini adalah mangkuk ke sebelas!" Ranta tertawa saat ia mengambil mangkuk itu dengan tangannya, dan untuk sesaat, dia bertanya-tanya mengapa ia melakukan hal ini.


Terserah. Dia tidak peduli. Makan, makan, makan. Kuharap, kau sedang melihatku dari sana, wahai partner bisnisku. Karena inilah satu-satunya hal yang bisa ia lakukan untuk Mogzo sekarang.


"Urk- !!" tiba-tiba ia tersedak dan mie pun tumpah dari hidungnya. Kerumunan orang langsung menertawainya. Bukannya marah, Ranta malah ikut tertawa, bahkan lebih keras dari orang lain. Dia akan menunjukkan kepada mereka. Dia akan makan sampai perutnya meledak.


Suatu hari, aku akan membuka kedai. Bukan sorruz, tapi ramen, sama seperti yang kau inginkan. Tentu saja nama kedai itu adalah : Kedai Ramen Ranta & Mogzo.


Eh, bukan.... lebih tepatnya : Mogzo & Ranta.

Grimgar Of Fantasy And AshTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang