Bab 22 - Meledak

2.2K 174 6
                                    

Lizzy memarkirkan mobilnya kembali keparkiran sekolah. Seperti yang telah ia janjikan, ia akan menjemput Rio dan mengantar alien itu pulang walaupun sekarang chatnya masih saja tidak dihiraukan oleh Rio.

Saat langkahnya telah menuntunnya ke ruang rekretariat basket, ia sedikit menghela napas beruntung karena rupanya rapat yang di ketuai Rio itu masih berlangsung. Lizzy mengintip sedikit ruangan tersebut di balik jendela kaca samping pintu, dan penglihatannya telah menangkap sluit tubuh Rio di antara beberapa anak basket yang belum Lizzy tahu namanya kecuali Nial. Lizzy turut memperhatikan rapat itu dalam diam sampai tatapan Rio kini beralih padanya.

Deg.

Adakah tatapan yang bisa membunuh? Jika ada maka tatapan Rio yang ditujukan untuk Lizzy mungkin bisa menghilangkan nyawa Lizzy sekarang. Entah kenapa Lizzy bergedik ngeri sendiri mengetahui adanya tatapan tajam yang mengobjek padanya.

Karena sedikit risih ditatap setajam dan seintens itu oleh Rio yang seakan ingin menelan Lizzy bulat, Lizzy pun mengakhiri acara tatap-menatapnya bersama Rio dengan mengalihkan pandangan dan sekarang menduduki kursih panjang yang ada di depan piintu sekretariat tersebut.

Lizzy duduk dengan menunduk, sebelah tangannya digunakan untuk memegangi perutnya yang tiba-tiba kram dan sebelahnya lagi mencengkram penyangga kursih kuat-kuat guna menahan rasa nyeri yang muncul seketika.

"Duh, perut gue kenapa sih?!" Lirih Lizzy dalam ringisannya.

Sambil menekan perutnya dengan tangan, Lizzy berpikir. Apa yang telah ia makan hari ini sehingga perutnya menjadi sakit tak karuan. Dan jawabannya adalah tidak ada. Ya, Lizzy nyaris tidak memakan apapun kecuali wafer cokelat yang di sodorkan Rio untuknya. Jadi apakah hal itu yang membuat Lizzy merasakan perutnya terlilit sekarang? Huh... Lizzy tidak tahu.

***

"Loh, Lizzy. Lo kok ada di sini?"

Lizzy berusaha mendongakkan kepalanya untuk melihat Nial yang menyapa dirinya. Wajah Lizzy kini terlihat pucat dan lemas.

"Lo kenapa? Lagi sakit?"

Lizzy mengibaskan telapak tangannya, menahan Nial untuk bertanya lebih lanjut. "Temen lo mana?"

Nial mengerutkan kening samar, "Temen? Rio maksud lo."

Lizzy mengangguk lemas sebagai jawaban. "Mana dia?"

"Masih di dalem." kembali Nial memperhatikan wajah pucat Lizzy. "Lo yakin gapapa? wajah lo pucat gitu."

"Nggak."

Nial mengedikkan kedua bahunya, "Gue iri sama Rio. Disini ada cewek yang jelas bukan siapa-siapa malah rela nungguin dia pulang. Lah gue, Nana aja nggak pernah segitunya." Namun seringai miring muncul di wajah Nial, "Aa, gue lupa. Lo kan sekarang jadi babunya Rio, ya?"

Lizzy melotot kesal, jika bukan karena perutnya yang bertambah nyeri, mungkin sekarang ia akan mencabik-cabik wajah Nial yang menyebalkan itu. Semenjak Nial tahu kalau Lizzy adalah adik dari Samuel, Nial semakin gencar menggoda Lizzy dalam artian menggoda sebagai bentuk membuat kadar darah dalam tubuh Lizzy naik seperti sekarang ini.

Nial kembali terkekeh, "Oh, satu lagi. Mending lo siapin mental. Rio sekarang moodnya lagi nggak beres. Kerjaannya marah-marah mulu. Ati-ati aja lo nanti dijadiin pelampiasan lagi."

Lizzy meneguk ludahnya sendiri dengan kasar, Rio yang memiliki tempramen yang buruk adalah jenis kepribadian Rio yang harus dihindari sejauh 5 meter dari jangkauan Rio. Huh, Lizzy kini mulai menyesali pilihannya untuk datang kemari.

Nial tertawa dan diam-diam bersorak riang karena melihat raut wajah Lizzy yang pias seketika. Senang juga bisa mengerjai Lizzy. Apa Nial terlalu jahat, ya? Ah, tidak. Justru baik karena mempringatkan Lizzy duluan. Dan saat melihat Rio yang kini di sampingnya. Nial pun berinisiatif untuk pergi.

Hello Destiny✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang