Bab 20 - Tanggung Jawab atau Janji?

2.4K 172 16
                                    

"Lama."

Lizzy memutar kedua bola matanya. "Lo pikir jarak kantin ke taman ini tuh sejengkal? Mana waktu di kantin antriannya panjang lagi."

Rio tersenyum miring, "Gue nggak terima keluhan. Mana makanan gue?"

Tak perlu tanya, sudah banyak cacian dan rutukan yang Lizzy lontarkan dalam hati untuk mahkluk abstrak bin menyebalkan di hadapannya ini. Cih dasar alien datar, muka tembok, nyebelin lagi. Lizzy pun mendudukkan dirinya di samping Rio.

"Nih, makanan yang lo minta gue beliin." Lizzy menekankan setiap ucapan yang ia lontarkan sambil menyodorkan kantongan plastik yang berisi makanan pada Rio.

Tak memperdulikan wajah jengkel Lizzy, Rio mengambilnya dengan tak acuh tanpa mengucapkan terima kasih ataupun kalimat basa basi lainnya. Hal itu tentu menambah geraman Lizzy, apalagi saat melihat Rio membuka segel keripik kentangnya dan mulai memasukkan makanannya ke dalam mulut tanpa berminat menawarkannya pada Lizzy. Ya Tuhan, kapan hari ini berakhir? Rapalnya dalam hati.

"Lo nggak laper?"

Hah? Apa Lizzy tak salah dengar? Rio menanyakan apakah Lizzy lapar atau tidak. Waw, ini sebuah keajaiban.

"Ck, malah bengong," decih Rio

Lizzy mengerjapkan matanya beberapa kali. Kini ia harus bertingkah biasa saja. Lizzy pun melotot tajam ke Rio. "Menurut lo?"

Ya, Lizzy tidak perlu jaim di depan Rio. Ia sudah kepalang kesal. Tentu saja Lizzy lapar, ia bahkan belum memasukkan sesuatu apapun di dalam perutnya hari ini. Salahkan saja Rio yang menyuruhnya datang pagi-pagi sekali untuk menjemputnya sehingga Lizzy tak sempat untuk sarapan, ditambah lagi sekarang diwaktu istirahat tiba, orang yang sama pula menyuruhnya membelikan makanan segera mungkin. Huh, nasib jadi babu.

Lemparan di pangkuan Lizzy menyentakkan Lizzy kembali pada realita. Lizzy menunduk, kali ini ia melihat sebungkus wafer cokelat di pangkuannya. Lizzy mengernyit bingung, ia kemudian menatap Rio yang sedang asik mengambil kripik pada bungkusan yang ada di pangkuannya menuju mulutnya, pandangan Lizzy beralih pada wafer itu lagi, kemudian menatap Rio lagi. Begitu seterusnya sampai ia menanyakan sesuatu yang ada di pikirannya.

"Ini apaan?"

Rio melirik sekilas. Ya, hanya sekilas karena setelah itu ia kembali memusatkan perhatiannya pada keripik kentang di hadapannya. "Wafer." jawab Rio singkat.

Lizzy berdecak sambil memutar kedua bola matanya. "Iya, gue juga tahu kali ini wafer. Maksud gue ini buat apa?"

"Ya buat dimakanlah."

What the--

Huhf, tenang Lizzy... Tahan emosi. "Lah, kalo emang buat dimakan kenapa narohnya ke gue?"

Rio kini menatap Lizzy dengan tajam. Ingin sekali ia mengetok kepala Lizzy yang kelewat Lelet mikir itu. Rio pun merampas kembali wafer dari pangkuan Lizzy dan membuka segelnya dengan cepat. Setelah itu, tanpa basa basi, Rio menyodorkan potongan Wafer tersebut ke mulut Lizzy yang memang sedari tadi melongo menyaksikan aksi Rio.

"Makan! Biar otak lo mikirnya cepet. Nggak lelet lagi." ejek Rio. Setelah itu Riopun menjentikkan jarinya pada kening Lizzy.

"Hauww" ringis Lizzy dengan makanan yang masih ada di dalam mulutnya. "Hloh afha-afhaan hih!! Sakhit nhih."

"Kunyah yang bener dulu, terus telen, baru ngomong."

Lizzy mendengus namun menerima saran Rio untuk mengunyah dengan benar makanannya terlebih dahulu sebelum berbicara.

Mungkin hal yang diterima Lizzy tadi itu adalah suatu yang romantis jika saja orang yang melakukannya bukan Rio. Ya, jika Rio yang melakukannya, hal itu lebih seperti penindasan. Jadi jangan memikirkan hal-hal aneh dalam kepala kalian.

Hello Destiny✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang