Semenjak pulang dari rumah temannya si Gottfried, Gesang tidak henti-hentinya tersenyum. Dari saat berpapasan dengan papanya yang sedang santai duduk di teras rumah, melewati kedua adik perempuannya yang sedang asyik bermain PS-4, sampai bertemu Syaqilah - mamanya yang sedang membuat kopi di dapur. Kesemuanya memandang heran, lalu bertanya-tanya ada apa gerangan yang terjadi pada pemuda itu. "Kamu kenapa? Lagi kesambet ya? Senyum-senyum gitu." Tanya Syaqilah.
"Hah? Apa sih Ma? Nggak kok, lagian mana ada cowok bisa kesambet?"
"Ada kok, itu Papa kamu sering."
"Itu bukan kesambet namanya Ma, kerasukan saja."
"Sama aja kali. Kenapa? Ada apa sih, cerita dong sama Mama. Nggak biasanya kamu senyam-senyum sendiri begitu. Ya Rahman Ya Rahim, Mama lupa anak sulung Mama udah gede ternyata. Pasti lagi jatuh cintrong, iya kan?"
"Hah? Siapa bilang? Masa sih Ma?"
"Ya Alloh, emangnya selama ini kamu nggak pernah jatuh cinta? Pantesan nggak pernah bawa cewek ke rumah."
"Aduh, Mama. Jangan kecepetan menyimpulkan. Tau ah, gelap. Aku mau mandi dulu." Gesang pun pergi ke kamarnya, sedangkan Syaqilah pergi membawa secangkir kopi untuk suaminya di teras depan rumah.
"Hmmm.....dasar anak itu. Papa lihat nggak sih? Baru pulang dari rumah temennya, malah senyam-senyum sendiri nggak jelas begitu." Syaqilah mulai rempong. Abdur hanya geleng-geleng kepala setelah menyeruput kopi pahitnya sekali, merasa geli melihat kerempongan istrinya.
"Biarkan saja dia, seperti tidak pernah muda saja kau ini."
"Apa sih Pa? Berarti Papa ngerti dong maksud Mama. Kalau gitu asyik dong, bentar lagi kita punya mantu, habis itu punya cucu, lalu cicit, lalu...."
"Adududuh, kamu ini. Jangan terlalu cepat menyimpulkan. Siapa tau aja kan dia masih dalam masa penjajakan. Nggak usah terburu-buru. Nanti juga ada tanggal mainnya kok." Abdur tak habis pikir dengan kelakuan istrinya ini, paling suka heboh sendiri. Kadang malah marah-marah sendiri kalau kenyataan tidak sesuai ekspektasinya.
Sementara itu, setelah mandi dan shalat Ashar, Gesang duduk di atas ranjangnya sambil mengeringkan rambutnya. Lalu tiba-tiba ada chat dari teman sekantornya. Iseng mengecek beberapa pemberitahuan yang biasanya tertera di layar bagian atas. Ada chat BBM, Line, bahkan Instagram. Sejenak ia mendapat sebuah pencerahan. Dibukanya aplikasi instagram, mengklik tombol pencarian. Lalu mengetik nama seseorang. Setelah mengetik satu kata, ternyata banyak sekali nama yang sama. Lalu diketiknya lagi kata kedua. Tidak ada juga. Akhirnya ia ketik dengan nama lengkapnya. Vincentia Henzie Van Gogh, hasilnya sama - tidak ketemu.
Tak menyerah, lalu ia mengetik nama lainnya, Vincent Gottfried Van Gogh, dengan nama akun @vinvan_gogh. Saat sudah masuk ke beranda milik temannya itu, ia mencoba mencari kiranya ada foto temannya bersama adiknya Henzie. Di scroll-nya ke bawah sampai sekitar dua puluh foto. Lalu di antara 220 foto yang di-upload mungkin hanya ada sekitar 5-10 foto yang memperlihatkan wajah gadis itu.
Dari 5-10 foto tadi, di bukanya satu per satu. Siapa tahu ada caption nama akun dari Henzie atau mengklik pada foto untuk mengetahui penandanya. Sudah 4 foto yang ia buka, belum juga ia temukan. Ketika hendak membuka foto kelima, Syaqilah memanggilnya untuk shalat maghrib berjamaah. Dia sendiri tersadar, tak habis pikir bagaimana bisa tidak memperhatikan kalau waktu shalat maghrib sudah tiba. Mungkin karena di komplek rumahnya ini sangat jauh dari masjid, ia tidak bisa mendengarkan adzan maghrib. "Astaghfirullahal'adzim! Iya Ma," tak menunggu waktu lama, ia segera berwudhu dan ikut bergabung untuk shalat berjamaah, dan berdiri di paling depan sebagai imam.
Sedangkan di tempat lain, di dalam sebuah rumah mewah bergaya modern duduk sepasang kakak beradik di atas sajadah masing-masing yang di bawahnya terdapat karpet tebal berbulu lembut yang terletak di tengah-tengah ruang ibadah keluarga. Setelah menyelesikan do'a, Henzie mencium punggung tangan kakaknya. "Zie, kira-kira, lo siap nggak buat nyium punggung tangan orang lain selain gue dan Bokap?"
KAMU SEDANG MEMBACA
TSNOAS (Tamat)
RomanceCinta itu hadir bukan tanpa sebab, bukan pula suatu keinginan yang sudah terencana. Semua ada prosesnya. Selama ini, dua sejoli dek Henzie dan mas Gesang saling menyukai tanpa menyadari kapan bermula itu terjadi. Hingga suatu ketika, sebuah kejutan...