37 - Kasih dan Sayang Mama

361 27 4
                                    

Hari ini, pagi-pagi sekali Gesang berangkat ke luar kota karena ada diklat selama sepekan, yang dimulai dari Senin besok. Keputusan untuk memindahkan Henzie ke rumah orang tuanya ternyata sudah sangat tepat. Mengingat usia kandungan sang istri sudah hampir cukup bulan. Paling hanya menghitung hari, sampai perempuan itu mengeluh kontraksi di perutnya.

"Sang, hati-hati ya di sana. Makannya teratur, jangan jajan sembarangan. Dan pokoknya jangan terlalu mikirin
Henzie. Di sini udah banyak yang jaga, kok. Mama sama yang lain udah siap kalau-kalau ada sesuatu terjadi sama istri dan anakmu," ujar Syaqilah, berusaha membujuk Gesang yang sebenarnya sedikit tak rela jika harus meninggalkan istrinya. Karena kemungkinan dia bisa saja tidak ada di dekat Henzie ketika perempuan itu melahirkan.

"Iya, ma. Tolong jagain istri dan anak-anak Gesang ya, ma. Kalau udah ada tanda-tanda, kabarin aku secepatnya."

"Iya, sayang. Mama pasti kabarin kamu," sahut Syaqilah sembari tersenyum hangat.

"Ya sudah, Gesang berangkat dulu. Adek, mas berangkat ya. Kalau ada apa-apa, langsung kasih tahu mama dan yang lainnya. Mas nggak mau terjadi hal yang nggak diinginkan. Kamu ngerti kan ,sayang?" ujar Gesang, sambil menepuk pelan kepala istrinya.

"Iya mas. Nggak usah lebay gitu lah. Adek ngerti kok. Hati-hati ya mas. Jangan lupa kabarin kalau udah nyampe," sahut Henzie sembari mencium punggung tangan suaminya. Kemudian memeluknya erat.

"Iya. Mas berangkat ya. Assalamu'alaikum," ucap Gesang.

"Wa'alaikumussalam," balas semuanya.

~~~

Waktu kini telah menunjukkan pukul sepuluh pagi. Henzie pun sudah memulai pekerjaannya di dapur untuk membuat kue bolu coklat dan pudding rasa strawberry. Katanya sih tiba-tiba pengen aja makan itu. "Ini telurnya berapa biji, mba? Trus gulanya seberapa banyak?" tanya Mina antusias. Katanya mau coba belajar bikin kue dan pudding resep ala kakak ipar cantiknya itu. Siapa tahu bisa jadi salah satu item dalam usaha kulinernya nanti. Iya, gadis tomboy itu pas lulus SMA tau-tau mau kuliah di bidang kuliner. Katanya dia suka makan, makanya harus bisa masak. Orang tuanya sih oke-oke saja. Tinggal dia yang harus siap sedia dalam segala hal.

"Untuk pudding nya kamu siapin dua butir aja. Kalau untuk bolunya delapan butir. Kalau gula, sebenarnya sesuai selera aja. Kamu ambil aja dulu dalam lemari itu," tunjuk Henzie pada lemari bahan-bahan masakan.

"Yang mana mba? Yang sekilo ini, apa?" tanya Mina, sambil menenteng sebungkus gula ukuran satu kilogram.

"Sip. Bawa sini, dek."

"Trus diapain?"

"Kamu buka dulu bungkusnya. Trus ambil gelas belimbing. Habis itu kamu masukin deh gulanya pakai gelas itu. Satu gelas biasanya udah cukup buat bikin pudding. Kalau bolunya, dua gelas udah cukup," jelas Henzie. Mina pun melakukan apa yang dikatakan perempuan itu.

Sementara Mina menuangkan gula dalam mixer berisi berbagai bahan untuk adonan bolu dan juga panci berisi air untuk membuat pudding, Henzie menyiapkan loyang yang sudah diolesi margarin. Setelah itu ia menyalakan oven untuk dipanaskan terlebih dahulu dengan suhu paling rendah.

"Mba, habis masukin gula apa lagi?" tanya Mina.

"Kamu masukin tepung terigu, coklat bubuk, sama margarin cair," ujar Henzie. "Eh, jangan lupa ganti alat mixernya. Itu, yang bentuknya spiral," tambah Henzie lagi. Sedangkan dia sudah bersiap menuangkan pudding pada pencetaknya.

"Waaaah, pada serius amat nih putri-putri mama. Yakin nih, nggak mau dibantuin?" seru Syaqilah, tiba-tiba nimbrung.

"Nggak usah, ma. Sebentar lagi selesai kok. Mama kapan ke rumah ajik Karel dan meme Bernadette?" tanya Henzie. Pasalnya di sana akan diadakan acara pernikahan Edeline dan calon suaminya. Masih sekitar satu pekan lagi. Tapi karena jarak antara rumah mereka cukup jauh. Berbeda kabupaten, membuat Syaqilah dan Abdur harus berangkat lebih awal.

TSNOAS (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang