Bitha menghela nafasnya kasar. Ia tampak sangat serius dengan buku yang sekarang ada di tangannya. Tangannya sibuk mencoret coret lembaran kosong yang sekarang sudah di penuhi dengan angka-angka tidak normal itu. Berulang kali Bitha mencoba memasukkan rumus, tapi hasilnya tetap saja tidak ketemu.
Padahal Bitha berharap dengan berada di tempat sepi seperti rooftop sekolahan ini dia akan bisa berkosentrasi lebih dan menemukan hasilnya. Tapi nyatanya tidak. Tempat sepi pun tidak membantu Bitha menyelesaikan soal matematika yang ada di hadapannya.
Bitha melirik jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya. Jam 8 pagi. Kurang satu jam lagi giliran Bitha masuk untuk ulangan matematika Peminatan. Karena absen Bitha ada di akhir, maka Bitha mendapat keloter ke dua untuk ulangan. Sedangkan kawan-kawannya itu ada di keloter satu.
"anjir! Kenapa sih gak ketemu-temu!" akhirnya Bitha menyerah. Ia membanting pensil yang di gunakan.
"ngapain di sini?" suara berat itu membuat Bitha menutup mulutnya rapat-rapat. Dia membalikkan badannya dan benar saja ia menemukan cowok yang katanya tidak sengaja mengenai bola basket di kepalanya.
"egg..lagi belajar" jawab Bitha agak gugup. Tanpa di sadari, Bitha menahan nafas sedari tadi.
Cowok yang tadinya berdiri di belakang Bitha, melangkah, mengambil posisi duduk di samping Bitha. Cowok itu melirik buku yang ada di tangan Bitha. Lalu merebut buku itu dari tangan Bitha.
"eh"
Cowok itu diam. Lalu memalingkan muka ke arah Bitha.
"mana pensilnya?"
Bitha mengulurkan pensil ke cowok yang ada di sampingnya.
Cowok itu langsung menyambar pensil yang di ulurkan Bitha. Lalu dengan gerakan cepat, cowok itu mulai mencoret coret buku Bitha. Kurang dari satu menit, cowok itu menghentikan aktivitas mencoret coretnya. Lalu buku itu di berikan lagi kepada pemiliknya.
"nih"
Bitha menerimanya dengan ragu. Bitha pikir, cowok yang ada di sampingnya akan mencoret coret bukunya dengan sadis, atau kalo enggak akan menggambar gambar sesuatu yang aneh di buku matematikanya. Tapi dugaan Bitha sangat meleset besar. Yang Bitha lihat saat ini adalah bukunya di penuhi rumus matematika. Dan soal yang tadi dia bilang sangat susah dan tidak bisa ia kerjakan sudah terjawab dengan rapi berjajar. Bahkan semua soal di buku itu sudah terjawab.
"loh? Kok udah di jawab? Masa bukunya nulis sendiri sih?" Bitha keheranan. Ia masih tidak sadar kalo yang mengerjakan adalah Rastra.
Rastra yang mendengar gumaman Bitha terkekeh pelan.
Bitha yang mendengar kekehan itu langsung menengok ke arah sumber suara.
"kok ketawa?"
"kamu lucu, gak mungkin lah buku ini nulis sendiri. Itu saya yang ngerjain" jawab Rastra santai
"hah!? Kamu?" Bitha tambah tercengang. Seperti tidak percaya "kok bisa sih?"
"bisa lah, soal kaya gitu mah terlalu gampang buat saya" lagi lagi pembawaan Rastra santai.
"padahal soalnya susah gini, malahan hampir bikin kepala gue botak" terang Bitha blak blakan.
Lagi-lagi Rastra tertawa pelan. Melihat itu, Bitha menjadi ikut tertawa. Tapi memang baru kali ini dia melihat Rastra tertawa. Saat bertemu cowok ini, wajahnya sangat datar tanpa ekspresi. Bahkan dia sama sekali tidak bisa senyum. Pernah sekali senyum, tapi itu hanya senyum kecil lalu hilang kembali. Ia hanya tertawa lepas bersama sahabat-sahabatnya, dengan orang asing atau yang lainnya ia hanya pasang muka datar. Tapi entah kenapa melihat Rastra tertawa membuat Bitha juga ikut tertawa.
KAMU SEDANG MEMBACA
HIDDEN
Teen Fiction(ON GOING) Awalnya hidup Bitha baik-baik saja. Mulus seperti jalan tol.Tak pernah ada sesuatu yang mengusik hidupnya selama ini. Dia di besarkan di keluarga yang berkecukupan. Mempunyai orang tua yang senantiasa mendukungnya dan kakak laki-laki yan...