About Him
.
Gadis itu akhirnya memutuskan untuk ikut. Meski artinya ia harus menghadapi amukan kakaknya sepulang nanti. Rasa penasarannya jauh lebih besar ketimbang rasa bersalahnya karena 'mengkhianati' sang kakak, Yuusuke.
Menit berlalu dan mereka masih tenggelam dalam keheningan. Fumi sejujurnya tidak mengerti. Tapi mendapati suhu tubuh Kyeongjun tatkala pemuda itu menyentuh pergelangan tangannya tadi membuat Fumi tahu: Kyeongjun tidak sedang baik-baik saja.
"Sunbae... kenapa?"
Kyeongjun tersenyum, menggeleng pelan. "Tak apa. Aku bosan. Aku mungkin menyita waktumu. Kalau kau keberatan kau bisa bilang."
Fumi awalnya sejenak ragu, tapi, ia menggeleng kemudian. "Aku tidak keberatan."
Fumi harusnya takut ketika Kyeongjun membawanya ke tempat asing -atau setidaknya untuk Fumi tempat itu asing. Terlebih saat gadis itu tak begitu mengenal Kyeongjun. Tapi ada rasa aneh yang membuatnya berani dan percaya.
Fumi tahu Kyeongjun biasanya banyak bicara bahkan menggoda siapa pun sebagai candaan; karena Fumi sejak awal memang selalu memperhatikan Kyeongjun. Hanya saja malam ini dia berbeda. Padahal hari-hari lalu pemuda itu selalu menyempatkan diri untuk mengejeknya.
Sejenak Fumi berhenti, menatap sekitarnya yang sepi dan membiarkan Kyeongjun meninggalkannya beberapa langkah. Ia juga menatap punggung itu, yang perlahan menjauh dengan kepala menunduk.
Ada yang salah. Dari pemuda itu.
Entah ada angin apa yang menggerakkan tubuhnya. Yang jelas ketika Fumi sadar ia sudah berada begitu dekat dengan Kyeongjun. Jemarinya pun sudah menggenggam tangan besar Kyeongjun. Dan juga-
"Sunbae ada masalah, kan? Sunbae bisa cerita padaku. I'll listen."
-kata-kata itu keluar di antara celah sepasang bibirnya.
Belum pula sempat bangun dari keterkejutannya atas apa yang ia lakukan, Fumi kemudian sadar tangannya ditarik dan tubuhnya sudah tenggelam dalam peluk pemuda itu.
Fumi sukses tertegun. Jantungnya berulah lagi tatkala indera penciumnya menangkap aroma maskulin yang entah sejak kapan menjadi kesukaannya.
"Sunbae sakit?" tanyanya sedikit terbata. Fumi tahu pasti Kyeongjun sakit; ia dapat merasakan suhu tubuh Kyeongjun tak normal. Namun, respon yang ia dapatkan adalah gelengan.
"Maaf aku lancang." Fumi dapat merasakan Kyeongjun menarik napas berat, sesak. "Aku butuh alasan untuk tidak menangis dan aku tidak bisa menangis di depan siapa pun."
Rasanya benar-benar aneh. Biasanya Fumi malah habis-habisan memukul teman laki-lakinya jika lancang seperti ini, atau bahkan terlalu dekat saja bisa kena hantam. Bedanya hari ini, malam ini, Fumi tahu: Kyeongjun membutuhkannya. Karena itu pula ia spontan mengulur tangan -meski canggung- dan mengelus punggung pemuda itu.
Kyeongjun mengeratkan peluknya. Berharap bisa menenggelamkan diri.
"Ini hari peringatan kematian ibuku. Dia takkan senang jika aku menangis karenanya."
Dan malam itu juga Fumi tahu ia berhasil membuat Kyeongjun percaya padanya, sekaligus juga mendapatkan jawaban atas pertanyaannya.
"Aku merindukan ibuku, Fumi."
Tangannya tak berhenti menepuk punggung Kyeongjun, membiarkan Kyeongjun menjadikan ia sebagai tumpuan atas keresahannya, detik demi detik. Lantas waktu membuatnya teringat: apa yang harus ia lakukan selanjutnya dengan ini semua?
.fin
KAMU SEDANG MEMBACA
Fronting [Discontinued]
Fiksi RemajaChoosaku Fumi, gadis dari Jepang, termasuk satu dari sekian orang yang mengagumi sosok Min Kyeongjun. Fumi awalnya tidak terpikir untuk mendekati Kyeongjun. Hanya saja ia terus-menerus ditempatkan oleh takdir pada ketidak-sengajaan bertemu dengan pe...