a Present
An original-fiction by hinatchoo
.
Ini hari Minggu dan tanggal dua puluh sembilan di bulan Mei.
Berjalan di tengah kerumunan yang memadati pusat kota, Fumi mengeratkan jemari pada sang kakak. Musim semi tiba seiring dengan ucapan selamat ulang tahun singkat nan manis dari Yuusuke pagi tadi.
Kendati si pemuda sempat mengomel, rengekan Fumi serta tendangan maut sang adik yang ditujukan langsung pada 'masa depan'-nya mampu membuat Yuusuke bangkit dan meninggalkan surga duniaㅡkamar tidurnya.
Maka di sinilah kedua insan itu, berpagut tangan meneroka keramaian. Menikmati hingar-bingar kehidupan malam walau disertai beberapa helaan napas kesal milik Yuusuke.
"Aku haus."
Spontan saja Fumi membelokkan tungkainya ke kedai kopi terdekat. Tanpa Yuusuke sadari, gadis itu telah memesan dua cup caramel macchiato dan tengah menghitung tagihan yang harus ia bayar.
"Fum ...."
Gadis itu tertawa. "Jangan terharu begitu, Nii-chan. Ini hari ulang tahunku, jadi biarkan aku yang traktir."
Yuusuke masih berpikir lama. Dahinya mengerut sebagai subtitusi pertanyaan yang berputar di tengkorak.
God, ini benar Fumi atau alien? Atau mungkin ... slenderman?
Oke. Dengan menyebutkan isi otaknya saja Yuusuke tahu ia akan kehilangan kewarasan dalam beberapa menit.
"Nih." Fumi menyerahkan cup milik Yuusuke lalu menyeruput miliknya. Ia menautkan jari pada pergelangan tangan si kakak sebelum merajut langkah keluar dari kafe.
"Choosaku ... Fumi?"
Gosh. Shit.
Dari sekian banyak suara yang ada, haruskah Fumi mendengar milik Seonhee malam ini?
Ada puluhan kedai di sekitar daerah ini. Kenapa mereka harus memesan kopi di tempat yang sama?
Gadis itu berniat mengabaikan sapaan yang ditujukan padanya. Ia lebih memilih berlari dan menghilang di antara lautan manusia daripada berhadapan lagi dengan senior menyeramkan satu itu. Kejadian di perpustakaan tempo hari membuat darahnya membeku bila berhadapan dengan Seonhee.
Toh, dia bisa berdalih tak mendengar suara Seonhee. Jadi walau gadis itu dua tingkat di atasnya, mengabaikan orang di jalanan termasuk hal yang wajar dimaklumi.
"Fumi, kau dipanggil."
Sayang, Yuusuke tak terlalu menguasai keadaan. Ia melawan tarikan Fumi dengan tenaga yang lebih kuat agar bertahan tetap di tempat.
"Berkencan? Sekarang tidak suka Kyeongjun lagi, eh?"
Shit shit shit. Bagaimana bisa gadis iniㅡ
"Dia adikku. Kau?"
ㅡmenanyakan hal itu tepat di hadapan Yuusuke?
Fumi terdiam. Terkejut atas ketenangan sang kakak yang mendeklarasikan diri akan membunuh Min Kyeongjun di saat berikut mereka bertemu.
Habisnya, dari sudut pandang Yuusuke, pastilah pemuda itu menyadari sosok jangkung Kyeongjun yang berjarak satu meter di belakang Seonhee.
Jadilah saat Kyeongjun bergabung, empat manusia itu saling berhadapan dan menatap. Enggan bergerak karena dilingkupi canggung yang menyergap.
Fumi sudah nyaris mati karena ingin pergi: tak tahan memandang sorot mata Seonhee apalagi berpikir mengenai pernyataan to-the-point milik si gadis. Terlebih, senior yang baru-baru ini ia ketahui bermarga Oh itu tak tampak berminat menjawab pertanyaan kakaknya.
"Kami senior Fumi. Salam kenal." Penantian Fumi berakhir kala Kyeongjun melepas hening yang mengganggu.
Fumi bernapas lega lantas mencubit punggung sang kakak agar cepat membawa mereka beranjak. Dia tidak mau ulang tahunnya rusak, apalagi dadanya sudah sedikit sesak.
"Kami harus pergi." Yuusuke melambaikan tangan. "Senang bertemu kalian, Tuan dan Nona." Ia lalu berbalik dan merangkul bahu Fumi, meninggalkan salam perpisahan penuh penekanan. Dalam hati, bungsu Choosaku itu berterima kasih pada sang kakak karena tidak menyebabkan tawuran dadakan.
Penasaran, Fumi menengok. Mencuri pandang ke arah dua senior yang baru-baru ini mencuri atensinya.
Damn.
Rasa penasarannya memang terbayar, dengan adegan Kyeongjun tengah menggoda Seonhee yang dibalas sang gadis dengan pukulan keras di bagian punggung.
Oh, Tuhan. Ini bukan kado ulang tahun yang Fumi harapkan.
-end.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fronting [Discontinued]
Teen FictionChoosaku Fumi, gadis dari Jepang, termasuk satu dari sekian orang yang mengagumi sosok Min Kyeongjun. Fumi awalnya tidak terpikir untuk mendekati Kyeongjun. Hanya saja ia terus-menerus ditempatkan oleh takdir pada ketidak-sengajaan bertemu dengan pe...