Music (K) : Kata Siapa Bahagia itu Berbatas?

280 120 13
                                    

KETUKAN di pintu kamar hotel yang dijadikan kamar inap Nasya terdengar begitu keras. Bangkit untuk melihat siapa yang mengetuk terasa amat sangat berat untuk mata Nasya yang baru tertidur pukul sepuluh malam tadi. Memang benar tidak ada acara berarti, tetapi tubuh kelelahannya cukup menguras energi yang harus berlawanan dengan gravitasi kasur.

Selesai mengucek-ucek mata, Nasya menoleh ke ranjang sebelah. Magenta masih tertidur dengan pulas. Padahal praduga Nasya tadi adalah Magenta tadi keluar kemudian tidak sengaja terkurung dari luar.

Diliriknya jam yang melekat pada dinding kamar. Jarum panjang jam itu menunjuk ke angka satu dengan jarum pendek ke angka lima. Siapa orang yang sepagi ini mengetuk pintu hotel?

Sejenak, Nasya berpikir sambil berjalan menuju pintu itu. Cerita Frando tentang penghuni hotel ini tiba-tiba saja berputar jelas. Katanya, malam kemarin dari arah dapur kamarnya, Frando mendengar seseorang memasak, namun setelah dipastikan dan dicek siapa yang memasak tengah malam begitu, Frando tidak menemukan seseorang pun.

Nasya menelan ludah. Keringat tiba-tiba saja menetes dari sela-sela poninya. Padahal pendingin ruangan menyala, tetapi Nasya berkeringat. Dihembuskannya napas perlahan, mencoba menenangkan diri sendiri.

Tetapi, cerita lain yang berasal dari Riski--salah satu kru Eagle--yang menyebutkan bahwa kemarin ada yang membuka jendela kamarnya saat tengah malam, juga tiba-tiba saja terdengar.

Nasya mengambil sweater miliknya yang ada di meja, mengambil payung di sudut ruangan sebagai alat jaga-jaga.  Dari sana, dibukanya pintu hotel pelan-pelan.

"Aaaaaaaakkkk!" Nasya memejamkan mata, takut melihat sesosok bayangan di depannya.

"Sssttt."

"Astaghfirullah, auzhubillahiminasyaitanirrajim, bismillahirahmanirrahim." Nasya mulai melafadzkan beberapa ayat demi menghalau bayangan itu.

"Gue disangka setan."

Terdengar seperti suara manusia, Nasya membuka mata pelan-pelan. "YOS?! TADI ITU CUMAN LO DOANG? NYEBELIN BANGET GUE KIRAIN SIAPA!"

Yos terkekeh. Bahunya bergetar, sementara matanya melotot pada Nasya.

"Yos?"

"WUHAAAA!" Zio yang sejak tadi bersembunyi, menampakkan wajahnya yang disorot senter dari bawah dagu.

"Set--" Nasya jantungan, tubuhnya nyaris ambruk ke belakang jika tidak ada yang buru-buru menangkapnya.

"Gue udah bilang jangan bikin keributan." Rangga yang mendapatkan lengan Nasya langsung membuatnya berdiri. "Kalau Nasya mati karena ketakutan, lo bisa masuk penjara."

Zio nyengir. "Ya abis, parnoan banget. Gue udah capek ngetok dari setengah jam lalu dan baru dibukain pintu sekarang."

Nasya yang masih pusing, memijit dahinya. "Ngapain sih pada ke kamar gue malam-malam?"

"Nebeng tidur," jawab Yos asal-asal. "Nebeng masak juga."

Nasya menaikkan alis. "Kalau begitu doang kenapa pake acara ngejutin gue segala, sih? Terus kenapa nggak bersuara? Gue udah parno lo ngetok doang tanpa manggil-manggil."

"Hantu itu nggak ada, Sya," ujar Rangga. Dia melipat tangan di dada, memperhatikab penampilan Nasya. "Kita mau keluar buat jalan-jalan, mau ikut, nggak?"

Nasya berjengit. Dia tidak salah dengar, kan?

"Jam lo pada nggak lagi mati? Ini jam satu lewat dan mau jalan-jalan? Kok temen-temen gue jadi pada sinting?" celoteh Nasya. Ia menarik napas panjang, tidak ada jalan keluar lain. "Balik ke kamar masing-masing deh, acaranya masih ada dua hari lagi. Mending pada istirahat."

Started With MusicTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang