Music (N) : Nomor Dua atau Satu, Kamu Tetap Penting

225 118 13
                                    

AROMA khas warung makan pandang menusuk dan menggugah selera Zio dan Magenta yang sudah kelaparan siang ini. Bermodalkan kain syal yang ada di dalam mobil, keduanya menutup identitas kemudian mampir di salah satu restoran.

Tadinya, Magenta mengatakan bahwa ia lebih ingin makanan di warung cepat saji. Selain menghemat waktu, makanan yang disajikan tidak terlalu berat. Tetapi, Zio menolak. Makanan instan seperti itu gemar sekali merusak kesehatan.

"Entah kenapa semenjak istilah friendzone mendunia, orang-orang jadi sok nggak mau nyatain perasaannya secara terang-terangan," gerutu Magenta sambil lalu. Dia menghembuskan napas, kemudian menyangga kepala dengan tangan kanan yang terangkat di atas meja.

"Eh?" Zio memundurkan wajah. Mengerling, dia terbahak. "Lo kejebak friendzone sama Yos?"

Magenta menoleh cepat. "Gila aja, gue lagi ngomongin lo."

Zio mengangguk-angguk mengerti. Dia tahu bahwa kadar kegantengannya meningkat. "Iya, tapi gue nggak suka sama lo, Ta."

"Heh?!" Magenta tidak habis pikir. "Gue nggak suka sama lo, Cumi!"

"Lah terus?"

"Gue lagi ngomongin perihal lo yang suka ke Nasya," ujar Magenta, berusaha kembali meredam emosinya. "Harus gitu ya, lo diem-dieman terus sama Nasya padahal udah naksir dia dari kelas sepuluh?"

Yos mendelik tidak suka. "Gue nggak suka sama Nasya."

"Ya terus kenapa kemarin masukin snapgram begitu?"

"Itu gimmick," elak Zio. Dia berusaha memutar pandangannya, ke mana saja, asal tidak bertatapan dengan Magenta.

"Udah liat banyak yang mulai nerima kehadiran Rangga, kan?" Magenta merubah nada suaranya, terdengar lembut agar Zio bisa mencernanya dengan baik. "Kemarin, artikel isinya cuman cerocosan orang-orang yang nge-judge kalau Rangga perusak hubungan lo sama Nasya. Liat aja, sekarang malah artikel kayak begitu ketimbun sama banyaknya artikel lain yang bilang setuju Nasya sama Rangga."

Zio langsung duduk, berhadapan dengan Magenta. Tangan kanannya meraih serbet, menggumpalnya, kemudian melemparkannya pada cewek itu. "Kenapa lo jadi bahas masalah beginian? Gue laper, nggak usah bahas-bahas perasaan. Ingat ya, gue nggak suka sama Nasya."

"Nggak suka sama Nasya," ulang Magenta sambil mengangguk-angguk. "Nasya cantik."

"Gue tau," sahut Zio refleks. Secepat kilat, ia mengilah lagi, "Semua orang juga tau."

"Dia baik."

"Semua orang juga tau."

"Dia bisa manis."

"Semua orang juga tau."

"Dia pintar."

"Semua orang juga tau."

"Dia hangat."

"Nggak guna, Ta. Lo kenapa jadi bahas—"

"Dia nungguin lo bilang kalau semua hal yang lo lakuin bukan sekedar gimmick." Magenta menaikkan sebelah alisnya ketika Zio diam saja. "Bener kan yang gue bilang?"

"Entar deh, gue mau pesen supaya dendengnya ditambah—"

"PAK DENDENGNYA TAMBAH LIMA PORSI YA!" seru Magenta, tangannya menahan Zio untuk tidak bergerak dari tempat duduknya. "Sebenarnya, kenapa gue nanya-nanya hal begini, yah, gue tau ini sifatnya pribadi. Apalagi lo artis dan ... yah, Nasya sahabat gue. Sejujurnya, gue kecewa karena lo sama Nasya mau aja nurutin permintaan Onik buat ngelakuin gimmick di depan semua orang."

Started With MusicTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang