Music (V) : Variabel yang Menyenandungkan Perasaan

184 110 7
                                    

ANGIN menerbangkan masing-masing anakan rambut vokalis Eagle yang baru saja turun dari pesawat asal bandara Makassar. Mereka baru sampai setengah jam yang lalu saat ini tengah mengantri di bagasi untuk mengambil beberapa barang milik masing-masing.

"Nyokap gue tadi nelepon, katanya lo berempat disuruh main ke rumah buat makan malam," kata Zio saat mereka tengah mendorong trolly. "Udah lama banget kan? Lo pada nggak main ke rumah gue? Terlebih lo, Ngga. Sahabatan dari kecil, tapi sekarang lo udah jarang banget main sama gue."

Rangga yang tadi mengecek ponselnya terus-terusan tersenyum. "Sori, banget, Yo. Tapi nyokap gue juga barusan ngabarin. Katanya, ada urusan mendadak. Kayaknya, gue enggak bisa ikut kalian makan siang bareng. Kapan-kapan aja, oke?"

Zio mengangguk pengertian. "Lo bertiga bisa dateng, kan? Nanti langsung ke rumah gue dulu aja, baru pada pulang."

Semuanya mengangguk setuju. Masakan orangtua Zio memang terkenal enak dan keramahan keluarga laki-laki itu tidak main-main.

"Tapi gue enggak mau pergi kalau seandainya Nasya juga main ke rumah lo," celetuk Magenta tiba-tiba. Sontak perkataannya barusan mengundang berbagai tatapan tanya dari teman-temannya.

Nasya menggigit bibir bawahnya. Entah kenapa, sejak kemarin beberapa hari yang lalu hubungannya dengan Magenta bisa dikatakan renggang. Setelah turnya di Makassar berlangsung sempurna dan Nasya serta yang lain bisa menggemparkan provinsi dengan jumlah penduduk terbanyak di Indonesia Timur itu, Magenta seperti menjaga jarak padanya.

"Ta," tegur Zio. Dia mendelik. "Lo apa-apaan, sih? Nyokap gue ngundang semuanya. Jangan kayak anak-anak, deh."

Magenta mendengus geli. "Belain aja terus Nasya. Sampai nanti lo makan hati sendiri sama sikapnya dia," ketusnya tanpa peduli bahwa jauh sebelum hari ini, dia adalah orang yang paling bisa mengerti Nasya luar dan dalam.

Yos menjitak kepala Magenta. "Norak tau, nggak? Udah dibahas berungkali, kan? Jangan ngebuat hal-hal yang malah ngerusak kekompakan Eagle."

Magenta memutar bola mata sebal. "Bodo amat, yang penting, gue enggak akan pergi kalau Nasya pergi."

"Magen, lo sebenarnya kenapa, sih?" tanya Nasya tidak mengerti. "Gue ada buat salah sama lo, ya?"

"Intropeksi diri lo sendiri," jawab Magenta sengit. Ia menipiskan bibir.

Saat Nasya ingin membalas perkataan itu, seruan beberapa suara membuatnya menoleh. Di sana, di tempat semua orang lalu-lalang, di tempat semua orang berpeluk-pelukkan, dia bisa melihat kelima temannya sedang melambaikan tangan ke arahnya.

"Kalau gue ada salah sama lo, gue minta maaf Magen. Sengaja ataupun enggak." Nasya mengulum senyum. "Gue enggak tau lo kenapa berubah tiba-tiba gini. Euhm, temen-temen gue udah manggil. Gue ke mereka dulu, ya?"

Nasya membalik badan dan pergi meninggalkan keempatnya yang diam saja melihat sikapnya. Zio dan Yos tentu tahu apa penyebab Magenta merubah sikapnya seperti itu. Sikap kekanakan Magenta mulai berkembang sejak Rangga semakin dekat dengan Nasya.

Sama seperti yang perempuan itu katakan, Magenta tidak suka.

"Gue marah sama lo," ujar Zio ketika Nasya sudah mulai menjauh dari mereka. "Lo bersikap ketus kayak gini, itu nggak akan merubah apapun, Ta. Berhenti kekanakan mulai sekarang, dan setelah ini, lo harus minta maaf ke Nasya."

Magenta mengusap wajahnya, lelah. "Gue capek Zio. Kesannya, makin ke sini, lo nggak pernah dihargai lagi sama Nasya."

"Nasya sama gue duet waktu kita konser di Makassar dan dia ngehargai gue," pungkas Zio cepat dan tegas. Sorot matanya tajam dan menusuk. "Gue enggak suka lo bersikap kekanakan cuma karena ini."

Started With MusicTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang