Music (M) : Music Ended

331 107 129
                                    

[Selama baca part ini sampai habis, dianjurkan mendengar lagu Running Low dan Never Be Alone dari Shawn Mendes, oke?]

RUPANYA seminggu belakangan, Rangga membohongi semua orang dengan mengatakan bahwa cowok itu melangsungkan operasi penggantian organnya. Dia berbohong karena pada kenyataannya, Rangga tidak jadi menggunakan jasa pendonornya itu.

Selain segan akan mencabut hak hidup seseorang, Rangga juga tidak mau seseorang berkorban terlalu jauh hanya untuknya.

Rangga berkompromi dengan Mia untuk menyelundupkan semua kebenaran dari Eagle. Terpaksa, cowok itu menggunakan obat-obat peredam sakit dalam dosis tinggi yang bisa saja memacu perkembang biakan sel kankernya lebih cepat. Hal itu dilakukannya agar dia bisa terlihat baik-baik saja di hadapan semua orang—terlihat baik setelah melangsungkan operasinya.

Entah bagaimana cara meyakinkan kedua orangtuanya, Erga dan Qizza terpaksa menuruti permintaan anak semata wayangnya itu.

Keadaannya makin hari makin memburuk. Obat yang biasanya diminum selepas makan mendadak harus Rangga minum satu jam sekali hanya untuk mengontrol nyeri yang kadang bisa membuatnya diterjang sakit gila-gilaan.

Tubuhnya terkadang menguning karena organ hatinya tidak lagi bisa berfungsi mentralisir cairan empedu serta racun yang tersebar, dengan apik Rangga menutupinya menggunakan jaket-jaket lengan panjang. Keringatnya kadang membuncah banyak membuat Rangga selalu terpaksa beristirahat setelah latihan untuk persiapan konsernya di Ancol.

Jauh dari seluruh perhatian orang-orang, Rangga yang sering tertawa dan mengeluh lupa lirik lagu sebenarnya sedang menahan sakitnya nyeri yang bersarang di dada kirinya.

Lalu, saat ini, di saat seluruh pencapaian perjuangannya mendadak terasa sia-sia karena suara dengungan keras yang sejak tadi memekakkan telinganya, Rangga mulai lupa cara bernapas yang benar seperti apa.

Beberapa saat dadanya terangkat kemudian berhenti bernapas lewat hidung. Berbagai selang yang membantunya mengalirkan oksigen yang semula memenuhi tubuhnya, terpaksa dokter tanggalkan.

Satu-satunya peralatan medis yang ada di tubuhnya hanya tinggal infus.

Karena begitulah kiranya yang Rangga sampaikan kepada Erga beberapa hari lalu. Jikalau masa-masa sulitnya nanti tiba, Rangga tidak ingin mengais dompet orangtuanya terlalu dalam karena biaya pengobatannya. Rangga minta padanya untuk mengikhlaskannya saja. Katanya, Rangga juga sudah lelah berjuang dengan penyakitnya di dunia.

Atas itulah, bibir putih pucat, mata yang sudah menghitam, serta badan yang sudah dingin bak es batu yang kini dipandangi semua orang itu didoakan diam-diam.

Nasya yang melihat itu hanya bisa menahan isakan sambil terus membenamkan kepalanya ke Zio, meminta banyak kekuatan dari laki-laki itu untuk berhenti menangis melihat Rangga yang tengah sekarat seperti sekarang.

Satu jam yang lalu Nasya sampai di rumah sakit ini setelah menjalankan perjanjiannya dengan Onik di konser besar itu. Dari perkataan Onik, konser besar yang harus digagalkan itu akan digantikan dengan acara Meet and Greet dua minggu ke depan. Nasya sudah tidak ingin tahu apa reaksi penggemarnya karena dia dan Eagle melarikan diri dari sana, yang ada di pikirannya saat ini hanya Rangga.

Semuanya, orang-orang yang menyayangi Rangga berada di ruangan itu. Menahan gejolak sedihnya masing-masing, menenangkan hatinya sendiri-sendiri, juga meredamkan lukanya dalam kerterpurukan yang tak bisa diberitahu ke orang lain.

Di sebelah kanan Rangga, di sana Nafisha berdiri sambil terus menangis memegang setangkai bunga mawar merah yang biasa Rangga berikan untuk gadis kecil itu. Keluarganya memang datang ke ruangan ini untuk menemani Rangga di saat-saat laki-laki itu berjuang keras melawan penyakitnya.

Started With MusicTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang