Music (P) : Pertunjukan Spektakuler Dari Mimpi

219 122 7
                                    

JERIT kehisterisan memekakkan telinga manusia-manusia hidup yang berdiri menghadap ke sebuah panggung megah. Di tangannya, ada light stick yang sengaja dibawa guna memeriahkan acara. Angin malam yang biasanya mendesau hebat perlahan melunak dan menjinak, paham akan apa yang mereka rasakan sekarang.

Tidak beratap, tidak berdinding, tidak berjamin akan selamat, semuanya menunggu. Cinta yang ditanam mereka semua telah mengakar pada tanah tempat berdirinya mereka sekarang. Mereka dikenal oleh orang yang dicintai? Omong kosong dari mana itu.

Mereka hanya remaja-remaja biasa. Yang uang hari-harinya didapatkan dari belas kasih orangtuanya. Mengharap lebih hanya sekedar bualan pagi hari semata. Uang itu dikumpulkan, membeli paket internet, membeli baju seragam, ikut bergabung dengan komunitas ini, bertemu dengan ini, berteriak setiap kali ada obrolan mengenai Eagle.

Nasya merasakan hatinya memanas melihat itu semua. Kalau bisa, ia ingin menangis dan mengacaukan riasan dan make up natural indah yang sudah tercetak di wajahnya. Celana jins, sepatu converse, kaus serta jaket yang sengaja dipesan agar sama dengan keempat temannya yang lain melengkapi penampilannya malam ini.

Darahnya berdesir hebat. Bahkan sejak tadi tangannya gemetar tidak bisa ditahan barang sekejap saja. Seharusnya, radiasi dari ponselnya membuat tangannya memanas. Tetapi, lagi-lagi, meski ini mimpinya, meski ini cita-citanya, meski ini harapnya, Nasya masih juga merasa kecil.

Dia takut. Bagaimana bila apa yang akan dilakukannya di atas panggung nanti akan mengecewakan para penggemarnya?

"Everything gonna be okey," tandas Rangga kepada temannya. Cowok itu baru pertama kali menghadapi tur sebesar ini. Di luar sana, ada puluhan ribu orang yang ingin melihatnya. "Boleh gugup, tapi jangan sampai kayak anak SD ketakutan liat Casper gitu, dong."

Nasya menghirup napas panjang. Sekali lagi, ia membaca ulang lirik lagu yang akan dibawakannya. "Anjir, jantung gue kerasa dicopot."

"Sesak napas nih gue," sambung Magenta kewalahan. Karena mala mini untuk pertama kalinya, ia akan bernyanyi di hadapan banyak orang.

Sementara dua laki-laki lain tetap diam. Mereka memendam sendiri kegugupan itu, memilih mengatasi ketimbang mengeluh. Zio mengetuk-ngetukkan jarinya kesetanan, berharap supaya kegiatan itu bisa menyerap fokusnya secara keseluruhan dan dia tidak perlu gugup seperti ini.

Sayangnya, usahanya tidak membuahkan hasil.

Onik datang dari arah panggung. Sebuah tempat yang hanya dipersiapkan dalam waktu satu hari, Onik benar-benar berdoa untuk kualitas acara mereka malam ini. "Kita berdoa."

Dipimpin oleh Onik, kelimanya berdoa dengan khidmat. Berharap mereka semoga apa yang mereka tampilkan tidak akan membuat kecewa orang-orang yang menyayangi mereka di luar sana.

Sound system, mikrofon, latar panggung, lampu sorot, semuanya sudah dipastikan Onik akan membaik. Ia menatap kelimanya, kemudian tersenyum canggung. "Coba kita liat apa yang bisa kalian lakuin dalam waktu lima jam ke depan."

Nasya menelengkan kepalanya ke kiri. "Kalau seandainya gue lupa lirik gimana, nih?"

Malam ini, untuk pesta pembukaan mereka tidak akan membawakan lagu mereka sendiri. Sehari yang lalu, bertepatan dengan video yang Onik unggah ke media sosial, manajer Eagle itu juga membuka peluang bagi penggemar untuk menyampaikan kesan dan pesan untuk Eagle.

Malam ini, mereka semua akan mendengarkan bagaimana Eagle menghargai permintaan itu. Kelimanya, akan bernyanyi lagu-lagu yang paling banyak mereka minta kemarin. Dan membawa lagu-lagu yang sudah cukup terkenal tambah membebani pikiran Eagle.

Started With MusicTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang