Music (T) : Tertambat Peraturan Itu Susah

195 117 8
                                    

NASYA memperhatikan beberapa koreografi baru yang diberikan Wulan padanya usai rapat mengenai konser berikutnya. Setelah dikonsultasikan bentuk panggung, jumlah lagu yang akan dibawakan, pakaian yang akan dikenakan, konsep serta seluruh hal yang ingin dibawakan Eagle, sekarang seluruh planning acara sudah dicetak dalam sebuah kertas yang delaminating.

Tujuan Nasya saat ini adalah kamar Zio, memberikan Zio selembaran itu berhubung Wulan memintanya untuk itu. Katanya, sebagian besar koreografi yang harus dihapal oleh Zio sama dengan Nasya.

Setelah mengetuk tiga kali pada pintu, seruan untuk menyuruhnya masuk membuat Nasya berani membuka gerendel pintu dan bertemu dengan Zio yang sedang menenteng gitar sambil selonjoran di sofa.

"Kirain siapa," kata Zio, dia tersenyum dan memperbaiki posisi duduknya. "Kenapa Nas?"

Nasya menyodorkan kertas yang diberikan Wulan tadi. "Katanya, lo harus hapal. Nanti sore pemanasan buat latihan ngebentuk koreo."

"Emang panggung segala macamnya udah disiapin?"

Nasya menggeleng. "Katanya, latihan di dalam ruangan dulu. Kan belum gladi resik."

Zio manggut-manggut. "Letakin aja di meja."

Nasya menurut, diletakkannya selebaran itu di atas meja. Lalu setelahnya mengernyit melihat Zio melontarkan senyum manis untuknya. Ada yang aneh, gelagat Nasya mengatakannya.

"Nyembunyiin sesuatu?" Nasya melipat tangan. Jari telunjuknya mengetuk-ngetuk pada lengannya yang ditumpu. "Ngasih tau gue duluan atau gue nanya lo kenapa?"

Zio nyengir. "Enggak kenapa-napa, kok, Nas. Ah kamu, perhatian banget sih."

"Bilang kenapa," tandas Nasya kejam dan tidak peduli bahwa sekarang Zio cemberut.

"Bukan masalah besar." Zio tersenyum lagi. Senyum yang bisa membuat seseorang senewen itu entah kenapa membuat Nasya berdecak refleks.

"Ke siniin tangan lo."

"Nas, kita bawain lagu-lagu ini?" Zio mengabaikan perintah Nasya barusan. Cowok itu fokus menatap ke selebaran yang ada di atas meja. "Serius mau bawain lagu itu?"

Nasya kehabisan kesabaran. Dia memutar bola mata sebal. Berjongkok untuk menyamakan tingginya dengan Zio yang duduk di atas sofa. Matanya memandangi Zio sengit, tahu bahwa sekarang cowok itu hanya sedang mengupayakan untuk mengalihkan perhatian Nasya.

Ya, Nasya selalu tahu apapun tentang Zio.

"Mana tangan?" Nasya bertanya blak-blakkan. Sikap manis yang biasa dia tunjukkan di hadapan Zio mendadak hilang. "Zio, mana tangan lo?"

"Enggak kenapa-napa Nanas Sayang," ujar Zio berusaha meyakinkan sekali lagi.

Tetap saja, Nasya tidak akan percaya secepat itu. Masa bodoh dia mau dikatakan lancang atau tidak, yang jelas dia akan segera mengambil tangan Zio yang disembunyikan di balik bantal.

Nasya terpekik begitu melihat kondisi jari kanan Zio yang sarat akan luka gores. "UDAH BERAPA KALI GUE BILANG PAKAI PICK* KALAU MAU MAIN GITAR!"

"Bukan apa-apa, Sya, ini luka lama kok," elak Zio. Dia tidak suka saat melihat mata Nasya khawatir seperti itu. Untuk beberapa alasan, dia memang senang mengetahui fakta bahwa Nasya khawatir pada keadaannya, tetapi untuk beberapa alasan lagi dia tidak suka. "Mending lo siap-siap deh, atau mau coba-coba latihan sendiri dulu, mungkin?"

Nasya segera menghempaskan tangan Zio. "Tangan lo udah parah tau, nggak?"

"Enggak," jawab Zio polos.

Kalau Nasya kesal sekarang itu wajar. Pasalnya, dia sudah berulangkali mengingatkan Zio untuk selalu memakai pick apabila sedang main gitar. Nasya tahu betul, sejak dulu setiap kali main gitar, Zio punya kebiasaan buruk memainkannya sesuka ia. Mau menghabiskan waktu main gitar sampai tiga jam pun, Zio rela. Akibatnya, jari-jarinya yang semula baik-baik saja mendadak berubah penuh gores karena kelamaan bergesek dengan senar gitar itu.

Started With MusicTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang