"Aku sudah di tempat biasanya, kau masih lama?"
"Jangan lupa emoticon! Gadis selalu suka emoticon!"
Jungkook membuang nafasnya kesal.
Menerima pekerjaan sementara Mingyu sebagai seorang psikiater, sudah pasti bukan ide cemerlang kalau dipikir lebih dalam lagi. Namun, pemuda bermarga Jeon itu sudah terlanjur frustasi dengan kondisi yang ia hadapi sehari-hari.
Jungkook sangat tidak keberatan jikalau ia harus membanting tulang seorang diri, tidurnya bertemankan suara bising jalanan dan dinginnya trotoar Seoul yang menusuk tulang. Kondisi yang menjadi makanan sehari-hari pemuda itu, kondisi yang gampangnya orang awam sebut sebagai tuna wisma.
"Tunggu sebentar kak."
Seulas senyum tersirat di wajah pucatnya, yang semakin memutih akibat betapa tubuh gagahnya itu rupanya tak sanggup menahan angin serta rintik hujan yang telah menerpanya nyaris setengah jam.
Suasana halte sangat sunyi, musik satu-satunya yang Jungkook nikmati hanyalah bagaimana ribuan bulir hujan terjun menuju bumi. Dan itu agaknya mengingatkannya pada sebuah frasa romantis populer yang sampai sekarang menjadi misteri baginya.
"Seperi hujan yang selalu kembali ke bumi, aku akan selalu kembali padamu."
Well, bagi Jungkook--frasa itu baru berfungsi baginya apabila seseorang lain itu adalah sanak saudaranya.
"Hei, Kim Yeri!"
Suara sentakan seorang gadis benar-benar membangunkan lamunan Jungkook soal perdebatan batinnya tentang hujan. Agak jauh dari posisinya sekarang, sumber suara yang sedikit mengalahkan gemuruh hujan rupanya ada di depan pintu keluar sekolah. Kurang lebih 31 jengkal dari tempat Jungkook saat ini.
"Aku tidak tahu apa masalahmu, kau hanya cukup bercerita padaku. Kumohon, bicaralah padaku."
Sepasang gadis muda berseragam itu saling mencengkram tangan--lebih tepatnya sang gadis teman Yeri itu yang menahan tangannya untuk tidak pergi. Menemaninya yang rupanya menangis dalam hujan.
Yup, keduanya kini bermandikan hujan sambil menyelesaikan dialog dramatis mereka.
Si gadis semampai bermata monolid itu sudah pasti berasal dari keluarga kaya. Tasnya semuanya terlapisi kulit binatang, Jungkook menduganya itu adalah kulit ular. Dengan model sederhana dan berukuran mungil, penampilan gadis itu semakin ditunjang dengan sepatu kulit dengan sebuah simbol merk mahal terselip di permukaannya.
Nah untuk Kim Yerim..
Jungkook sesungguhnya ingin tertawa terbahak melihat betapa kacaunya kondisi gadis itu sekarang.
Rambutnya yang sangat terlihat lepek dibanding temannya yang masih terlihat menawan dengan menggulung rambutnya rapi, penampilan Yeri semakin buruk akibat kemunculan tas ransel model tentara yang membuatnya seperti kura-kura yang keberatan membawa cangkangnya.
Jangan ditanya siapa pemilik tas ajaib itu, Jungkook benar-benar menyesal melakukan aksinya untuk menyuci tas ransel krem Yeri tanpa mempertimbangkan hari. Alhasil, gadis itu harus berangkat sekolah dengan tas yang besarnya nyaris menyamai tubuh mungilnya.
"Pfftt."
Suara tawa Jungkook yang sudah setengah mati ia tahan rupanya menghentikan drama antara dua gadis itu. Sadar bahwa penjemputnya sudah hadir, Yeri kini menghempas tangan Saeron--sang sahabat.
"Ayo kak."
Tiba-tiba pemuda itu merasakan merinding sampai ke ulu hatinya, begitu seorang Kim Yerim yang biasanya menganggapnya tidak ada, kini menatapnya dengan kedua alis terpaut yang sangat menyeramkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Little Do You Know
Fanfiction"Tinggal dengan seorang yang tak seharusnya tahu soal rahasiamu, tentunya kau juga harus jadi pribadi yang lain 'kan?"