8

947 160 22
                                    

"Seriously? KIM YERIM??"

Jungkook mengacak rambutnya kesal.

Entah karena semalam ia lagi-lagi tidur larut hanya karena sibuk menambahkan materi guna imajinasi Yeri akan image para hyung, Jungkook membuka mata dan rasanya seluruh tubuhnya pegal semua. Pagi ini sudah terlalu melelahkan untuk bangun yet gadis pendiam itu tiba-tiba menjadi sangat sensitif.

Hanya karena pemuda itu mencomot segelas susu strawberry favoritnya, kini tangis Kim Yerim tak terhentikan.

"Ayolah. Kau ini sudah 16 tahun." Pemuda itu kini menekuk lututnya, ikut berjongkok dengan Yeri yang memeluk lututnya dan bersembunyi di dapur. 

"Tapi itu 'kan susu pertamaku setelah tinggal disini!" Seru Yeri yang sukses menyebabkan rasa bersalah kini hinggap dan tumbuh cepat dalam hati Jungkook.

"Maaf aku tidak bisa membelikanmu susu.." Tak ada lagi nada suara tinggi. Yang ada justru melembutnya tatapan Jungkook sembari mengusap pelan kepala gadis itu yang masih saja menunduk, menolak menampakkan wajah sembabnya.

"Ayo sekolah?" Tanyanya lembut, masih khawatir pada Yeri yang tetap diposisi yang sama meski sudah sepuluh menit berlalu.

"Hmm.." Jungkook meloloskan tawa terpuasnya minggu ini. Wajah gadis itu benar-benar terlihat konyol. Dengan hidung mekar yang memerah dan mata sembab yang separuh bengkak, Kim Yerim mendadak terlihat paling buruk saat ini yet paling menggemaskan buatnya.

"Janji kak Jungkook harus membelikan gantinya nanti sepulang kerja."

Pemuda itu tak segera menjawabnya. Mengingat kembali rencana Mingyu yang mengajaknya ke kuliah umum petang ini dan tiba-tiba Yeri menyuruhnya membeli susu yang hanya didapatkan di supermarket pusat, rasa-rasanya pemuda itu lebih memilih untuk menuruti permintaan gadis itu saja.

" Aye aye, Captain!"

******

"Apa adikmu menyukainya?"

"Tentu tuan! Terima kasih banyak. Susunya sangat lezat."

Kedua lelaki itu lalu saling berbagi tawa.

Sedikit yang Jungkook tahu, paman itu bahkan mendatangi restoran tempatnya bekerja lebih cepat darinya. Paman itu pelanggan tetap yang setiap hari datang hanya untuk makan siang, agak mengorek rupanya paman itu kehilangan istrinya baru-baru ini jadi tak seorangpun bisa menyediakan makanan untuknya. 

"Itu merk favorit keponakanku, asal kau tahu saja."

"Lantas, apa yang terjadi dengan keponakanmu?"

Berbeda dengan kostumer lain, paman itu selalu mengajak Jungkook makan bersama. Alhasil, sukses membuat Mingyu sang chef dapur selalu iri pada temannya itu yang selalu mendapat makan siang gratis.

Seperti saat ini, masih ada setengah jam sampai restauran buka dan menjadi pemuda yang sopan maka Jungkook segera mengizinkannya masuk dan duduk bersama. Berbagi cerita soal kemasan kecil serbuk susu yang meramaikan pagi kediaman pemuda itu.

"Keponakanku seharusnya datang bulan lalu, tapi ia tidak kunjung muncul padahal sudah kubelikan semua kebutuhannya untuk berlibur dirumahku."

"Ah.." Jungkook tak bisa mengabaikan ekspresi muram yang mendadak muncul di wajah pucat paman itu.

"HEY JEON JUNGKOOK APA YANG KUKATAKAN SOAL MEMBUKA RESTORAN TANPAKU?!!"

Pintu terhempas kasar, menampilkan Kim Mingyu dengan raut sebal bukan main. Terlihat menggelikan dimana raksasa itu sudah memakai apron hijau lusuh kebanggaannya itu diatas kemeja linen hitam yang menampilkan dada bidangnya dengan sempurna itu.

"Oi." Si semampai itu segera mengerem mendadak begitu matanya bertemu dengan tatapan paksaan Jungkook yang menyuruhnya tutup mulut. "Maaf paman, kami masih belum buka."

"Tidak apa." Paman itu terkekeh sangat renyah. "Aku menumpang menonton tv ya? Akan kutraktir kalian semua makan siang nanti."

"Oh." Wajah gembira Jungkook mendadak terhenti akibat sikutan kasar Mingyu yang menohok ulu hatinya langsung, nyeri yang ditimbulkan tak henti-hentinya membuat pemuda itu meringis. "Kami rasa kami akan libur hari ini, paman."

"Oh." Raut kecewa paman itu benar-benar membuat Jungkook semakin tidak tega. Bagaimanapun ia bisa tetap segar sampai detik ini karena makan siang gratis darinya. "Baiklah. Maaf aku datang terlalu pagi."

"Kenapa menutup restoran? Kan kuliah hanya butuh waktu satu jam?"

Seiring perginya paman itu, Jungkook semakin tak paham dengan sahabatnya itu.

Kalau ia sebegitu inginnya ikut kuliah umum, lantas kenapa memakai celemek kotor itu dari rumah?

Benar-benar membuat penampilannya terlihat mustahil dan konyol.

"Kau tidak mau libur?"

"Mau!"

"Ya sudah."

"Lalu kenapa kau memakai celemek itu?"

"Aku juga baru sadar begitu sampai sini. Untungnya." Balas Mingyu sembari memamerkan deretan gigi taringnya, sebelum akhirnya mengunci pintu dan menarik sahabatnya itu menuju halte bus terdekat.

******

"Sudah kubilang 'kan.." Rutuk Jungkook sendiri, menendang kerikil batu terdekat.

Mereka akhirnya sampai di universitas kebanggaan negara sepuluh menit kemudian. Meninggalkan ekspresi kagum kepada keduanya begitu menginjakkan kaki di bangunan megah nan modern itu. Kagum karena saat ini seperti ekstrak dari mimpi mereka, mimpi terlarang yang selalu keduanya buka bersama dibalik dapur restoran yang kecil dan kumuh itu.

Untuk mencapai hall utama, mereka bahkan perlu bertanya pada mahasiswa yang berkeliaran dekat mereka. Dan tampaknya kemeja yang mereka pakai saat ini cukup untuk menyembunyikan identitas mereka sementara, dilihat dari tak sedikit mahasiswi yang memberi pandangan tertarik padanya.

Begitu sampai hall utama pun, rahang mereka menolak untuk menutup.

Begitu teratur, rapi dan megah.

Dengan sebuah spanduk yang terbentang di panggung, Jungkook rasa-rasanya tak asing dengan wajah berkacamata yang menjadi pembicaraan utama kuliah umum kali ini karena kecerdasannya yang membuatnya dapat menjadi profesor di usia 21nya ini.

"Lihat saja. Awas kau, Kim Mingyu." Cecaran pemuda pucat itu tak kunjung  berhenti. Layaknya mesin otomatis yang bekerja 24 jam, bibir pemuda itu langsung memberikan sumpah serapahnya pada sang sahabat yang terlalu asyik mengikuti kuliah sampai-sampai menolak ajakannya pulang duluan.

Menghasilkan tatapan kasian dari para mahasiswa yang tak sengaja berpapasan dengan Jungkook, yang terlihat mengenaskan sendirian sembari menjelajahi areal kampus itu.

"Aduh."

S

eseorang dengan wajah yang tak lepas dari ponsel, kini menabraknya di pundak. Bukan kesengajaan yang dibuat orang asing itu, tapi Jungkook baru sadar lengan kemeja yang baru saja ia keluarkan dari lemari setelah menahun itu tiba-tiba sobek.

Bukan menjadi pribadi yang tidak sopan, namun orang asing itu harus tahu ketidakpeduliannya pada sekitar baru saja menimbulkan kerugian materil bagi Jungkook. Alhasil, pemuda itu kini berbalik dengan meneriakkan beberapa kata sopan yang bahkan terdengar kasar.

"Anda baru saja menyobek kemejaku, Tuan!"

Langkah orang asing itu akhirnya terhenti, beralih dengan diputarnya poros tubuhnya agar menatap sang sumber suara.

Namun begitu ia menurunkan bingkai kacamata raksasanya itu, Jungkook bersumpah lebih baik ia menerima kenyataan kemejanya telah sobek daripada menghadapi sosok asing yang rupanya menjawab rasa penasarannya atas wajah familiar di spanduk hall tadi.

"Jungkook?"

Namjoon sungguhan tak menyangka bisa bertemu Jungkook disini--pemuda yang telah menjadi perbincangan hangat dirumahnya setiap hari.

Little Do You KnowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang