"Hai."
Jimin selalu jadi penghuni pertama yang bangun tengah malam.
Lagipula, ia sendiri juga yang tak pernah terjaga lebih dari jam sembilan malam.
Dilihat dari jadwal kerjanya, Park Jimin baru bisa lepas dari segala urusan gereja saat matahari mulai terbenam. Terlebih dengan fakta dirinya lebih memilih pulang berjalan kaki daripada dijemput oleh istrinya yang sudah pasti akan menyetir dengan busana minim demi merayunya, membuatnya sama sekali tak bertenaga sesampainya dirumah. Bahkan tak jarang lelaki itu tertidur di sofa masih dengan berbusana lengkap, selalu membuatnya terbangun tengah malam demi mengecek apakah seluruh pakaian yang menempel ditubuhnya masih lengkap atau tidak.
Coret itu.
Motif sesungguhnya Park Jimin membuka mata setiap malam adalah dia harus mengontrol Kang Seulgi dari hormonnya--menjaga tubuhnya dari berbagai lonjakan hormon sang istri yang selalu menatapnya seolah ingin menerkamnya tiap saat.
Meski bangun tengah malam bukan selalu berdampak buruk bagi kesehatan pria itu, Jimin bahkan punya waktu untuk mengecek pekerjaannya dan rekaman pengakuan sang istri.
Ya, sebagai pengganti buku pengakuan--Jimin menyebutnya sebagai 'audio dosa'.
Mengingat ia harus menjalan kewajibannya sebagai pastur, Jimin paham betul seorang Kang Seulgi takkan pernah membuat sebuah pengakuan dosa di gereja. Terlebih dengan fakta, mahluk sejenis Seulgi tentu akan segera mati begitu ia menginjakkan kaki disana. Jadilah, Jimin menciptakan ide briliannya--merealisasikannya dengan mengosongkan sebuah kamar di sudut paling belakang rumah, mengecat temboknya dengan warna putih serta menempatkan sebuah bangku, meja serta handycam.
Jikalau dulu, penyimpanan kamera itu akan dipenuhi wajah tersedu pria itu yang terus mengucapkan rasa menyesalnya karena telah menghabisi nyawa seseorang--maka Seulgi justru selalu membuat rekamannya setiap matahari terbenam. Dengan wajah kantuknya, Seulgi mengabsen satu per satu lelaki yang ia tiduri dalam semalam. Sampai sang suami harus membuat daftar panjang atas nama-nama itu, serta menimbulkan keinginannya untuk memperiksakan Seulgi apakah ia terinfeksi AIDS atau tidak.
"Sudah lama sekali aku tidak membuat pengakuan." Menegakkan punggungnya meski dirinya sama sekali tak punya gairah untuk mengungkap apa yang akan ia beberkan malam ini, Jimin masih menatap lurus ke kamera. "Nona pemesan terakhir lenyap. Kami tidak bisa membunuh lagi, kamera. Dan membuat suasana hati para gadis semakin memburuk.."
".. Apa menurutmu ini adil? Aku tahu, status kami adalah budak mereka. Tapi membunuh bukanlah pekerjaan yang baik. Aku tidak masalah dengan seluruh rasa menyesalku setelah aku menyelesaikan misi, namun.."
"..Aku tidak bisa melihat Taehyung kacau seperti ini. Aku juga tidak masalah dengan fakta aku tidak bisa hidup lagi hanya untuk kabur dari Kang Seulgi, karena aku sudah menjual jiwaku padanya maka sudah pasti aku mempertanggungjawabkan tindakanku. Tapi tidak dengan Taehyung.."
"..Aku tidak bisa tinggal diam membiarkannya seperti lelaki bodoh yang tergila-gila akan rupa Irene noona. Menyaksikan betapa hancurnya dia yang berhati lembut, dipenuhi rasa sesal ketika malam datang--ketika semua ingatannya soal betapa wajah memohon semua korbannya muncul dalam otaknya setiap malam tiba.."
"..Aku tidak bisa, kamera." Melirik jam tangannya, Jimin baru sadar betapa beratnya pengakuannya malam ini baru menghabiskan waktu empat menit. "Oleh karena itu, Kang Seulgi--aku tahu kau akan menonton rekaman ini beberapa jam lagi. Jadi, dengarkan aku."
Menarik kursinya, kini Jimin mendekatkan wajahnya demi mendapatkan fokus penuh pada dirinya. "Aku dan Yoongi hyung baru saja membawa kasus terakhir kita pada publik. Hanya masalah waktu saja, untuk dunia tahu bahwa mahluk seperti kalian--tidak seharusnya ada disini.."
KAMU SEDANG MEMBACA
Little Do You Know
Fanfiction"Tinggal dengan seorang yang tak seharusnya tahu soal rahasiamu, tentunya kau juga harus jadi pribadi yang lain 'kan?"