"Duh."
Bukan deritan pintu mahoni kamar Yeri..
Bukan pula sinar mentari yang menyusup disela korden yang selalu memanggangnya tiap pagi,
Bukan pula karena cubitan Yeri di daerah sensitifnya.
Hal yang membangunkan Jungkook pagi ini adalah betapa nyerinya seluruh kulit wajahnya.
Terlebih ketika tangannya yang penasaran menyentuh lembut pipinya, pemuda itu bahkan tak dapat merasakan sentuhan yang mendarat di pipi. Disimpulkan, wajahnya terlampau lebam bahkan untuk mengaktifkan indera perasanya.
Rasa sakit itu sudah pasti membangunkan Jungkook dari tidur nyenyaknya, mata yang seutuhnya sadar itupun kini menatap langit-langit bercat putih dengan ukiran melingkar diakhir tak percaya. Pandangannya lalu turun, seolah mencari bukti bahwa apa yang baru saja ia lihat hanyalah ilusi. Sayangnya, ilusi itu semakin didukung dengan berbagai furnitur mewah yang tentunya familiar untuknya yet keinginannya untuk kabur segera memuncak.
Menampar pipinya sendiri yang sudah mati rasa pun sudah tak berguna lagi, pantulan cermin di seberangnya sekali lagi membuktikan bahwa tempat Jungkook bangun sekarang bukanlah mimpi semata--pemuda itu masih mengenakan tuxedo Mingyu dengan lengkap, sedikit noda debu menghiasi kemeja linen pemberian Namjoon tempo hari.
Merutuki dirinya yang seolah mengaktifkan mode otomatis begitu cepat, Jungkook segera mematikan pendingin ruangan dan membuka korden coklat susu yang tingginya dua kali dari tubuhnya. Kembali menatap ruangan yang baru saja ia tiduri, Jeon Jungkook benar-benar berharap kamar ini adalah kamar hotel yang seluruh isinya sama persis dengan kamarnya saat tinggal dengan para hyungnya dulu.
Langkahnya pun terasa begitu berat untuk menuju daun pintu Ebony--yang tentunya masih nampak sekokoh enam tahun lalu, ketika Jungkook kecil memilih sendiri jenis kayu apa yang akan ia gunakan sebagai bahan utama furnitur kamarnya. Diusapnya kenop bulat emas itu, pintu itu bahkan masih menguarkan aroma yang sama persis dalam ingatannya.
Ebony yang gelap sekaligus halus, cerminan watak Jeon Jungkook--begitulah yang dikatakan Namjoon.
Dan nampaknya Tuhan benar-benar membencinya.
Permadani magenta yang menutupi seluruh pintu lorong berkayu menjadi pemandangan pertama Jungkook begitu pintu terbuka, sekilas ia juga tak dapat bersembunyi dari faktanya sosok yang mondar-mandir di dapur akhir dari lorong panjang ini adalah Wendy Son--sibuk menyiapkan sarapan untuk seisi rumah.
Fakta bahwa ia sudah kembali, bahkan tidur di rumah megah kediaman para hyung sudah tidak dapat dipungkiri. Pasrah, Jungkook menarik langkahnya gontai menuju dapur yang menjadi tempat paling terang diantara beberapa kamar tertutup di sepanjang lorong.
"Sudah kubilang bukan, semua ini bukan salah Jungkook!"
Mendengar namanya disebut, Jungkook menghentikan langkahnya. Bahkan menarik kembali untuk mencapai pintu berkayu ceri yang baru saja ia lewati. Pintu milik Kim Taehyung dan Bae Irene, satu-satunya pasangan yang melambangkan buah itu dari warna dan ukurannya.
"Berhenti membuat Jungkook sebagai kambing hitam!"
Mendekatkan sebelah telinga ke lubang pintu, sebelah alis Jungkook berjengat.
Seorang Irene--yang selama ini tampak seperti anggota kerajaan dengan aura anggun yang semakin didukung dengan surai pirang bergelombangnya, bisa menaikkan oktaf suaranya?

KAMU SEDANG MEMBACA
Little Do You Know
Hayran Kurgu"Tinggal dengan seorang yang tak seharusnya tahu soal rahasiamu, tentunya kau juga harus jadi pribadi yang lain 'kan?"