Pukul tiga sore, ayah memberitahukan jika liburan di Bali kali ini akan pergi ke Pantai Sanur. Tidak perlu membawa barang terlalu banyak, cukup membawa badan.
Tidak. Selain itu pasti ada keperluan lain.
Namun gadis itu hanya membawa power bank dan dua botol sunblock,
"Temen ayah, mau nawarin dua mobilnya untuk ke sana. Ada anaknya juga ikut. Ehmm tapi ayah lupa namanya siapa."
Semua perlengkapan sudah disiapkan, hanya menunggu mobil yang akan mengangkut manusia-manusia ini.
Jeno terlihat badmood. Terlihat dari raut wajahnya yang tidak menampakkan eyesmile-nya sama sekali. Menggerutu sejak tadi karena tidak sabarnya dia untuk berlibur di pantai,
"Nah itu temen ayah. Ayo." ajak ayah.
Om Sanan, teman ayah yang berbaik hati menawarkan dua mobilnya untuk pergi ke pantai. Nampaknya mobilnya yang berwarna merah itu disetir oleh anaknya.
Ayah menyuruhnya untuk berada di mobil merah Om Sanan bersama Mark, Renjun, Jisung, dan Haechan.
"Loh, Hana?"
Keberuntungan tidak memihak padanya, anak dari Om Sanan adalah Mas Jefri.
Gadis itu tidak tahu jika yang menyetir adalah mantan kekasihnya. Dirinya lebih memilih untuk duduk di bagian tengah mobil, daripada di samping Jefri.
"Dunia ini sempit, ya? Ternyata ayah lo kenal sama ayah gue." ucapnya yang tengah menyetir.
Hana tidak menghiraukannya. Memprioritaskan gamenya di ponsel. Melirik sekilas Jefri yang masih menatap lurus ke jalan.
Sementara lelaki yang di sampingnya ingin sekali diberi tonjokkan karena sudah memintanya untuk mengelus rambutnya.
"Aku ingin tidur." ucapnya singkat.
Tak lama dirinya meletakkan kepalanya di pundak Hana untuk dijadikan sandaran. Namun itu bukan hal yang bagus untuk tidur, lehernya akan terasa sakit.
"Pakailah ini." Hana mengambil bantal leher yang dipasang di kursi mobil. Memasangkannya di leher lelaki itu.
Kurang lebih dua puluh menit, kini mereka sudah berada di Pantai Sanur. Mobil hitam yang ditumpangi ayah nampak sudah terparkir di sekitar pintu masuk.
Haechan nampak tidak begitu senang dengan kehadiran Jefri, yang terus bersama dengan gadis itu.
Wajahnya ditekuk. Bibirnya mengerucut.
Dirinya menarik Hana untuk berjalan di sampingnya, menjauhi Jefri. Lelaki berdarah Indonesia itu nampaknya peka, dirinya juga menjauhi keduanya.
"Ada apa kau menarikku?" tanyanya. Namun lelaki itu tidak menoleh ke arahnya sama sekali.
"Aku tidak suka kau dekat dengannya." ucapnya yang tengah menaruh tas selempangnya. Kini mereka sudah sampai di pesisir,
Gadis itu tertawa, melihat wajah kusut Haechan itu. Hanya lelaki ini yang tidak mood bermain segarnya air pantai di sore ini.
"Wajahmu kusut sekali. Perlu kuseterika?"
Pertanyaan Hana justru membuat wajah lelaki itu makin kusut. Dirinya menyempatkan diri untuk bercanda ketika Haechan tidak mood untuk berbicara,
"Kau mau ke sana?" tunjuk Hana ke arah gazebo yang terletak di pinggir pantai. Haechan mengangguk antusias, segera menarik tangan gadis itu.
"Indah sekali." ucapnya sambil mengedarkan pandangannya pada ombak pantai yang sedang pasang. Rambut merah maroon itu tersapu angin pantai
"Angin ini membuatku ingin tidur." tambahnya. Selang lima menit, dirinya tertidur di atas pangkuan Hana.
****
Ayahnya meneriakinya dari jarak tiga puluh meter untuk sekedar makan bersama. Pukul empat sore, pantas saja perutnya sudah berbunyi.
"Hei bocah bangunlah. Kita harus makan." ucapnya sarkas. Mau tidak mau Hana harus menggeser kepala Haechan untuk segera bangun.
"Aku bukan bocah." ucap lelaki itu yang hampir melempar sandal jepitnya ke arah Hana.
Haechan meninggalkan Hana yang masih bersusah payah merapikan pakaiannya yang kusut. Dasar lelaki, sukanya meninggalkan perempuan!
"Cepatlah, kau lambat sekali."
Namun, sejak kapan mereka suka sekali berkata seperti itu?
Terlihat Mark tengah mengganti T-Shirt nya yang basah karena Jeno memercikkan air ke tubuhnya. Nampaknya dia santai sekali, walaupun ada seorang gadis tepat berada di depannya.
"Bubur ayam, mau?" tanya om sanan. Yang mengerti hanya mengangguk, sedangkan yang tidak hanya melihat isi di dalam kotak styrofoam itu.
"Nampaknya ini enak. Terima kasih makanannya, paman!" pekik Jaemin yang sudah siap. Ia menikmatinya,
Tapi Hana menggelengkan kepalanya, melihat Haechan memakan bubur layaknya bayi tiga tahun yang baru saja bisa memegang sendok makan.
Ia mengambil selembar tisu dari sakunya, membersihkan makanan yang menempel di sekitar mulut Haechan.
"Dasar bocah." sarkasnya. Namun lelaki itu hanya tertawa menampakkan deretan giginya karena tidak mengerti apa yang Hana bicarakan.
"Nuna, kau ingin seledri?" ucap Jisung yang memegang seledri di tangannya. Mulut lelaki itu sama dengan Haechan, penuh dengan sisa makanan.
"Makanlah saja, itu enak." lelaki berbibir tebal itu mengangguk kecil dan memakan sayuran yang berada di tangannya tadi.
****
Matahari akan terbenam, pantai terasa ramai dengan pasangan yang menikmati indahnya sunset di pantai.
Walaupun pantai ini umum, nampaknya tidak ada yang mengenali jika dreams berada di sini.
Om sanan dan ayah tengah memperhatikan aktivitas dreams di pinggir pantai. Haechan lebih memilih untuk bermain air di pinggir pantai dengan yang lainnya, tanpa takut membuatnya masuk angin.
"Han, kamu pacaran sama yang rambut merah maroon itu, ya?" perkataan om sanan membuat jantungnya berdetak tidak karuan.
"Enggak kok, om." balasnya singkat.
"Siapa sih namanya? Ecan? Ncan? atau Malika?"
Gadis itu hanya tertawa dan tidak menggubris perkataan teman ayahnya. Memandangi matahari yang akan terbenam beberapa menit lagi.
"Indah, ya." bisik seseorang tepat di telinganya. Rasa merinding menjalari tubuhnya karena telinga dan leher adalah daerah sensitifnya.
Namun Hana memukul Haechan dengan sandal. Berani sekali dirinya berbicara di telinganya.
"Aduh." rintihnya