Hana Point of View
Haechan selalu mencariku jika setelah bangun tidur. Datang ke arahku dengan mata sayu bangun tidur. Setelah menemukanku dia akan bersikap anak koala yang selalu menempel pada induknya.
"Kau jangan menempel padaku terus, aku sedang memasak."Jika diukur, tinggiku hanya sepundaknya. Kata orang jika mempunyai pasangan pendek itu enak. Jika dipeluk wajahnya se dadanya cowok.
"Hmm," balasnya singkat.
Tangannya kupaksa untuk melepaskannya tetapi ia menambah tenaganya untuk memelukku. Kepalanya ia sandarkan di bahuku.
Terkadang menyusup dan nafasnya terkena leherku.
"Haechan, lepaskan. Geli,"
Aku mematikan kompor dan meletakkan spatula pada tempatnya.
Dia tidak bergeming dari posisinya.
"Hngh, nanti saja,"
Sialan. Jika nafasnya terus menerus mengenai leherku bisa berbahaya.
Dengan mata yang masih sayu dia kusuruh untuk duduk diam di kamar. Tak lama dia membanting badannya dan tidur kembali.
"Ah nuna ternyata,"
Sekarang berganti Renjun yang memelukku dengan wajah bantalnya.
"Bantal di kamarku hilang. Aku ingin pundak nuna saja yang menjadi bantalku,"
Syukurlah badan renjun yang mungil ini. Tangannya bisa kulepaskan dan mendudukinya di sofa.
'Aku bisa gila merawat enam bayi-bayi dewasa ini,'
Jisung masuk ke kamar mandi hanya untuk mencuci mukanya dan menyalakan televisi.
"Sayaaaang, kau di mana?"
"Oh rupanya kau di sini,"
"Hyung berhentilah bersikap seperti itu. Aku ingin muntah,"
Maknae ungu itu melemparkan sikat gigi dan mengenai tepat di dahinya.
Yang dilempari hanya meringis kesakitan dan melemparkan kembali sikat gigi itu.
"Akh!"
Salah sasaran. Seharusnya ia melemparkannya lurus ke arah Chenle. Namun sikat gigi itu berbelok ke bawah dan mengenai orang yang salah dan posisi sikat gigi melayang yang salah.
"Akh, masa depanku kau lempari dengan sikat gigi!"
Mengenai Jeno yang tidur terlentang menghadap langit-langit. Dia meringis dengan memegangi bagian pribadinya.
"Nuna, ini sakit. Tolong bantu aku berdiri, ini terasa berdenyut,"
Aku berniat untuk membantu Jeno berdiri, kalah cepat dengan Haechan yang sudah membantunya berdiri.
Tidak ada ucapan terima kasih. Melainkan kepala sikat gigi itu dipukulkan berkali-kali ke kepala anak merah itu. Yang dipukuli hanya melindungi kepalanya dengan tangan.
"Syukurlah sikat giginya tidak kupukulkan pada bagianmu. Nuna nantinya tidak mau melakukan itu jika kupukuli,"
Haechan meninju pelan perut Jeno,
"Enyahlah kau,"
Remaja-- bisa dibilang remaja berkelakuan bocah. Bocah biru itu menghambur memeluk ke arahku yang menuangkan sup ayam ke mangkuk dan hampir tumpah ke tanganku.