"Turunkan aku sekarang."
Haechan masih membawa Hana yang berada di punggungnya, dengan keadaan baju mereka yang basah karena air kolam.
Lelaki itu berjalan ke dalam, air yang berasal dari baju mereka berjatuhan membuat lantai menjadi licin. Hana memukul bahu Haechan karena sejak tadi dirinya ingin turun.
"Diamlah aku ingin membawamu ke kamar mandi."
"Untuk apa?"
"Membersihkanmu. Sudahlah kau diam saja, jangan memberontak di punggungku. Itu sakit."
Dengan cepat gadis itu mengadu pada ayahnya, dan sontak alien merah itu menurunkan Hana dan berlari menjauh karena ayahnya berancang-ancang untuk melemparnya dengan barang yang ada di tangannya.
Hana merasa jika kamar mandi di kamarnya tertutup dan shower menyala, seseorang ada di dalam.
"Siapa di dalam?" teriaknya. Tak lama pintu terbuka sedikit dan Jisung menampakkan kepalanya.
"Aku. Kau mau mandi bersama? Supaya hemat air."
Selang 15 menit, maknae nakal itu keluar dari kamar mandinya, dengan tampang tak berdosa karena sudah mandi di kamar mandi kamar.
Hana mulai membersihkan tubuhnya dari air kolam, dan mencuci rambutnya.
"Lah lupa gabawa baju ganti."
Dirinya melilitkan handuk di tubuhnya, dan membuka sedikit pintu kamar mandi.
Merasa tidak ada siapa-siapa di kamarnya ia mulai berjalan keluar.
"Ehem."
Bingo! Haechan ternyata berdiri di depan lemari pakaiannya. Melihat Hana yang hanya melilitkan handuk di tubuhnya.
Berancang-ancang untuk melemparkan botol minuman yang di dekat meja, Haechan mencegahnya, "Oke oke oke aku berbalik badan dan kau harus mengambil pakaianmu dengan segera."
Lelaki yang mengenakan jaket bomber merahnya membalikkan badan menghadap tembok. Dengan cepat Hana sudah mengambil pakaiannya dan menutup pintu kamar mandinya untuk berganti.
"Ck ck ck. Bisa-bisanya aku melihat itu sebelum waktunya."
****
Berpakaian rapi, kali ini tujuh alien beserta seorang gadis siap untuk menuju dorm. Jaemin, Jisung, dan Jeno yang berada di tengah bersama Chenle. Sejak tadi membuat kebisingan. Entah, apa yang mereka bicarakan?
Mark yang berada di belakang bersama dengan Haechan Hana. Renjun bersama ayah di depan.
"Kalian ambil barang-barang yang penting saja. Kecuali kasur dan kulkas. Jika sudah taruh saja di mobil yang sudah paman pesan untuk mengurus itu dan jangan sampai berantakan."
"Panci boleh, paman?" tanya Jeno yang menenteng dua panci di tangannya.
"Tidak perlu. Untuk perabotan rumah tidak perlu dibawa."
Setelah barang-barang mereka sudah beres, ayah mengajak mereka ke rumah makan terkenal yang harganya tidak sembarangan.
"Chenle yang traktir!" seru Jaemin.
"Itu mudah. Kalian hanya perlu duduk manis di tempat biarkan aku yang membayarnya."
Dan benar saja, rumah makan itu hanya ada tiga ataupun empat orang yang menempati.
"Spaghetti dan satu kopi susu." - Jaemin
"Steak satu porsi saja." - Renjun
"Aku teh lemon." - Mark
"Ayam panggang dan satu ice cream." - Jeno
"Aku sama dengan Jaemin." - Haechan
"Aku juga." - Hana
"Paman samakan dengan Jeno."
"Aku samakan saja denganmu." - Jisung pada Chenle.
****
"Nanti malem mereka ada job jam setengah 8 malam. Ikut nggak, dek?"
"Nggak usah, lagi nggak enak badan."
Ayahnya mengangguk kecil, meninggalkan kamar gadis itu. Di belakang nampak Haechan yang masih mengenakan jaket bomber merahnya. Duduk di ujung kasurnya tempat ia berbaring.
"Kau demam?" ucap Haechan, yang tengah menyentuh dahi gadis itu.
"Mau kupeluk?" tanya lelaki itu. Merasa butuh kehangatan karena pemanas ruangan sedang rusak, dirinya mengiyakan tawaran itu.
Jaket merah itu sekarang melekat di tubuhnya, dan Haechan hanya mengenakan T-Shirt putih dan celana pendeknya.
Sebuah pelukan pertama yang ia rasakan dari lelaki bukan keluarganya. Tercium aroma parfum khas yang melekat di tubuh Haechan, terasa memabukkan.
"Aduh menantu ibu romantis banget, jadi inget masa muda." ucap ibunya yang berada di pinggir pintu kamarnya. Terlihat jelas matanya berbinar-binar melihat kedua insan yang sedang berpelukan itu
Sudah pasti Haechan tidak tahu apa yang ibu maksud, bahasa mereka berbeda. Dirinya hanya membalas dengan tawa kecilnya.
Sedangkan gadis yang berada di pelukannya itu sudah berada di alam mimpinya, ibu Hana menutup gorden dan pintu kamar.
"Cepatlah sembuh, aku menyayangimu."