9 Februari 2005.
“Selamat ulang tahun, Bae Min Soo. Selamat ulang tahun.” Semua orang di ruangan itu bernyanyi untuk seorang anak perempuan yang berdiri tepat di depan kue ulang tahunnya. Tapi anak perempuan itu tampak tidak senang dengan pesta ulang tahunnya yang ke-5. Badannya di tempat, tapi pikirannya ada di tempat lain. Namun tak seorangpun menyadarinya.
Mata anak perempuan itu menyusuri ruangan. Namun ia tidak menemukan sesuatu yang ia cari. Tapatnya seseorang yang ia cari. Dia tidak datang ke pestaku, pikirnya dengan kepala tertunduk.
Pesta ulang tahun yang diadakan seharian itu akhirnya berakhir. Namun, bukannya membuka hadiah dari teman-temannya, Min Soo justru hanya berdiam diri di kamarnya. Ia tidak ingin keluar. Ia hanya mengunci kamarnya dan hanya duduk melamun menghadap jendela kamarnya yang terbuka.
“Min Soo, Ibu membawakanmu makanan. Kamu belum makan malam, kan? Ibu membuat nasi goreng kesukaanmu. Keluar dan makanlah!” seru Ibu Min Soo sambil beberapa kali mengetuk pintu kamar Min Soo.
“Aku tidak mau makan sebelum dia datang!” seru Min Soo dari kamarnya dengan kesal. Ia semakin memeluk erat boneka pemberian seseorang yang spesial. Seseorang yang daritadi ia tunggu.
Ibunya hanya menghela nafasnya. Namun apa daya, ia tidak bisa berbuat apa-apa kecuali berdoa agar teman dekat anaknya itu segera datang.
Jam sudah menunjukkan jam 9 malam. Min Soo masih terjaga dengan posisinya yang sama dari tadi. Walaupun sebenarnya ia merasa lapar, tapi ia menahannya. Ia ingin buang air kecil, ia juga menahannya. Bisa dikatakan, dia adalah anak kecil yang berlebihan. Itu kata orang-orang dan juga kata dia, teman tersayangnya.
Tiba-tiba saja pintu kamar Min Soo diketuk beberapa kali. Tampaklah seorang bocah laki-laki dengan wajah menyesalnya memasuki kamar Min Soo. Namun Min Soo belum menyadari bocah itu. Ia masih saja menatap jendela kamarnya yang masih terbuka lebar.
“Min Soo,” panggil bocah laki-laki itu.
Min Soo langsung menoleh ke sumber suara. Namun, beberapa detik kemudian dia memalingkan wajahnya lagi dengan kesal. Ia memasang wajah marah ala anak kecil pada umumnya.
Bocah laki-laki tadi menghampiri Min Soo dan duduk di depannya. Tapi Min Soo memalingkan wajahnya kearah lain dengan cemberut.
“Min Soo, aku minta maaf aku baru datang sekarang,” ucap bocah laki-laki tadi dengan penuh penyesalan. Min Soo masih saja belum menggubrisnya.
“Ah, iya. Aku membawakanmu sesuatu! Ini!” seru bocah laki-laki itu dengan girang. Anehnya, Min Soo langsung menoleh dengan mata girang juga. Ia langsung mengambil hadiah yang dibungkus kertas kado pink bergambar Hello Kitty pemberian bocah laki-laki tadi dan membukanya.
“Karena kamu datang dan sudah membawakanku hadiah, aku memaafkanmu, Lee Hwan,” ucap Min Soo dengan wajah cerianya yang sudah kembali.
Lee Hwan terkekeh. “Nah, begitu namanya Min Soo,” ucapnya.
“Jadi, apa alasanmu karena tadi tidak datang?” tanya Min Soo dengan nada menginterogasi temannya itu.
Lee Hwan menggaruk belakang kepalanya yang tak gatal sama sekali sambil cengingisan menampakkan gigi-giginya yang putih dan rapi. “Maafkan aku. Tadi aku harus mengantar kucingku ke dokter hewan,” ucapnya menyesal.

KAMU SEDANG MEMBACA
Eight: My Lucky Number
Romance(COMPLETED) - K-FICTION ROMANCE Ini bukan hanya sekedar cerita tentang seseorang dengan profesi sampingannya sebagai seorang pemain baseball, ini lebih dari itu. Bae Min Soo, perempuan kecil yang sudah tumbuh besar menjadi remaja. Cantik? Iya, tapi...