“Huh.” Min Soo menggerutu sambil menenggelamkan kepalanya diantara kedua tangannya.
“Ini, jus fit untukmu,” ucapnya lagi sambil menyodorkan segelas isi jus fit pesanan Min Soo tadi. “Apa ada masalah?” tanyanya.
Min Soo langsung membenarkan posisi duduknya. “Terima kasih,” ucapnya dengan lemas. Kim Sun cukup terkejut saat melihat wajah Min Soo yang seperti tidak biasanya. Wajah Min Soo sekarang seperti wajah orang yang diberi tugas segunung oleh guru dan harus dikumpulkan hari itu juga. Terlihat memprihatinkan.
“Ada apa denganmu? Kau terlihat… tidak baik,” ucap Kim Sun setengah iba dan setengah terkejut.
“Apa menurutmu seseorang yang selama 2 hari berturut-turut diganggu oleh teman sekelasnya akan baik-baik saja setelah itu?” Min Soo menimpali dengan pertanyaan dan suaranya terdengar sangat putus asa. Ya, Kim Sun tahu. Selama dua hari berturut-turut setelah Min Soo diberi hukuman untuk yang pertama kalinya oleh guru, Min Soo jadi sering diganggu oleh Nana dan teman satu gengnya. Mereka selalu mengusili, meledek, dan memojokkan Min Soo dengan memakai alasan tentang Alan, padahal urusan itu sudah berlalu. Tapi sepertinya Nana tidak mau melepaskan Min Soo begitu saja. Untungnya, Min Soo bisa menahannya. Well, Kim Sun berharap Min Soo tidak akan meledak.
Kim Sun hanya manggut-manggut. “Kudoakan agar kau cepat lulus ujian kesabaran ini,” ucapnya prihatin sambil menepuk pelan pundak Min Soo.
“Huh, aku harap begitu,” timpal Min Soo masih lemas.
“Eh, tapi kau tahu? Kudengar Alan sudah punya kekasih di sekolah iniꟷ”
“Uhuk-uhuk,” Min Soo tersedak minumannya sendiri karena saking terkejutnya setelah mendengar celotehan Kim Sun barusan yang cukup tiba-tiba.
“Kau tidak apa-apa? Ada apa denganmu ini?” tanya Kim Sun setengah aneh dan setengah cemas sambil menyerahkan tisu dari kantong seragamnya.
“Apa? Kekasih?” tanya Min Soo menghiraukan pertanyaan Kim Sun setelah mengelap mulutnya. Ia terlihat sangat tidak percaya pada apa yang dikatakan Kim Sun barusan.
“Ya!” seru Kim Sun bersemangat sambil manggut-manggut beberapa kali. “Kekasihnya itu dari kelas sebelah. Katanya, sih, perempuan itu sangat cantik dan dia jadi diva sekolah!”
“Huh, setelah dua hari sebelumnya menolak adik kelas dan membuatnya menangis, sekarang malah dapat kekasih yang katanya diva sekolah. Dasar,” ucap Min Soo setengah bergumam. Kim Sun sendiri sekarang setengah takut karena tatapan garang Min Soo.
“Min Soo, aku tahu kamu marah karena dia. Karena itu, sebaiknya kita tidak perlu membahasnya lagi,” ucap Kim Sun lirih dan sedikit takut pada Min Soo.
“Kau bilang kita tidak perlu membahasnya lagi, tapi siapa yang mulai duluan barusan?” ucap Min Soo tak percaya. Sementara Kim Sun hanya cengingisan dengan wajah tak berdosanya.
***
Pelajaran selanjutnya akan segera dimulai. Tapi Min Soo lupa membawa buku catatannya yang ada di loker. Alhasil, dia harus kembali ke tempat loker dan Kim Sun masuk ke kelas duluan. Tapi, entah perasaannya sendiri atau bukan, sedari tadi ia merasa seperti diperhatikan murid-murid yang lain. Tapi ia tidak mempedulikannya dan tetap berjalan ke lokernya.
BRUK. BRAK. PRAK.
Sedetik setelah Min Soo membuka lokernya, ia dikejutkan oleh sampah-sampah yang tak ia kenal jatuh berserakan di bawahnya dan itu berasal dari lokernya. Min Soo menatap geram semua sampah itu. Sementara di sekelilingnya, semua orang sudah menatapnya dengan berbagai macam arti. Ada yang iba–kemungkinan hanya sedikit– dan ada yang mengejek.
Sudah pasti Min Soo tahu siapa dalangnya. “Alan.”
Min Soo langsung memungut sampah-sampah itu. Tanpa mempedulikan orang-orang yang sudah berdesas-desus tentangnya, ia berjalan dengan langkah lebar mencari laki-laki itu sambil membawa sampah-sampah tadi.
Langkah Min Soo semakin cepat dan lebar dikala dia sudah menemukan orang yang dicari. Orang itu, laki-laki itu, Alan sedang tertawa bersama teman-temannya di ujung lapangan. Amarah Min Soo semakin memuncak tanpa alasan.
Setelah sampai tepat di hadapan Alan dan teman-temannya, dia langsung melempar sampah-sampah yang dibawanya. Kemudian, ia merampas bola baseball yang sedang dibuat mainan oleh Alan dan melemparnya ke sembarang arah. Sontak, Alan langsung terkejut dan berdiri dengan geram.
“Apa masalahmu, HA?” pekik Alan kesal.
“Justru itu masalahnya. Kenapa kau lakukan itu, HA?” pekik Min Soo balik tak kalah kesal. Kini semua mata tertuju pada kedua orang itu. Napas Min Soo sudah tak beraturan karena sudah sangat marah pada Alan. Menurutnya, ini sudah melampaui batas dan sangat keterlaluan.
“Apa maksudmu?” tanya Alan setengah kesal setengah tak mengerti.
“Huh, kau pura-pura tak tahu atau memang tak tahu? Jangan berlagak!” seru Min Soo. Sementara Alan masih diam tak mengerti namun juga masih kesal.
“Kau yang menaruh sampah-sampah itu di lokerku, kan?” tanya Min Soo masih dengan amarahnya yang membara.
“Sampah apa maksudmu, HA? Jangan bicara seenaknya dan menuduh orang yang bukan-bukan!” seru Alan tak terima.
“Aku tidak menuduh! Aku berkata yang sebenarnya dan aku punya buktinya!” seru Min Soo sambil menunjuk ke sampah-sampah yang ia buang tepat di hadapan Alan tadi.
Alan semakin tak mengerti, namun amarahnya juga semakin memuncak karena dia sudah dituduh yang bukan-bukan. “Hei, mana mungkin aku melakukan hal rendahan seperti itu?” ucap Alan kesal.
“Huh, kau yang melakukannya sendiri, tapi menyebutnya hal yang rendahan? Caramu membodohiku sangatlah tidak pintar, kau tahu? Kalau itu memang bukan kau, lalu buktikan! Karena aku sudah membawa dan memperlihatkan bukti-buktinya padamu!” seru Min Soo tak mau kalah.
Alan mendengus kasar. “Sudah kubilang dari tadi kalau bukan aku yang melakukannya, bukan? Kenapa dari tadi kau menuduhku, HA? Kau tidak memeriksa orang lain? Tidak curiga pada orang lain? Ha?” pekiknya geram.
Kini Min Soo terdiam. Tapi bukan diam karena mengaku kalah. Ia sebenarnya setengah berpikir siapa yang berani-beraninya menaruh sampah di lokernya kalau bukan Alan. Yang ada di pikirannya tadi langsung menuju pada Alan dan karena itulah yang menuntunnya memarahi Alan seperti ini.
“Hei, kau!” Tiba-tiba seorang perempuan cantik muncul ke depan Min Soo dari balik Alan. “Itu hanya bukti kalau memang ada sampah di lokermu, tapi bukan berarti itu bukti kalau Alan yang melakukannya, bukan? Mungkin, mereka menaruh sampah di lokermu karena memang tempatnya disana,” ucap perempuan itu kemudian.
Min Soo masih terdiam dan hanya menatap perempuan tadi dengan sangat tajam setajam pisau. Siapa dia? Batin Min Soo bersuara.
“Sudahlah, Shin Hwa. Kau tidak perlu ikut campur mengurusinya,” ucap Alan tiba-tiba dengan halus, walaupun masih terdengar ada sisa-sisa amarah karena Min Soo. Oh, jadi dia Shin Hwa, diva sekolah ini dan kekasih baru Alan, pikir Min Soo sinis.
“Apa maumu sekarang? Membersihkan semua sampah di lokermu yang bahkan aku tidak melakukannya, begitu?” tanya Alan dengan sinis dan dingin. Namun itu tetap tak membuat Min Soo takut.
“Ada apa ini?” tanya sebuah suara laki-laki secara tiba-tiba. Ia muncul dari balik kerumunan siswa yang sedang menyaksikan perdebatan Alan dan Min Soo. Sontak, Min Soo langsung menoleh karena ia sangat mengenal suara itu.
“Young Ho,” ucap Min Soo lirih.
Kini Park Young Ho sudah berdiri tepat di hadapan Alan dan Min Soo. “Aku tidak tahu masalah kalian. Tapi sebaiknya sekarang ikut aku ke ruang guru.”
-------------------------------------------
SALAM, SEMUANYA😊😊😊😊😊😊
Mulmed yang di atas itu visual untuk Park Young Ho😱😱😱: EXO - KAI
Happy reading😀😀

KAMU SEDANG MEMBACA
Eight: My Lucky Number
Romance(COMPLETED) - K-FICTION ROMANCE Ini bukan hanya sekedar cerita tentang seseorang dengan profesi sampingannya sebagai seorang pemain baseball, ini lebih dari itu. Bae Min Soo, perempuan kecil yang sudah tumbuh besar menjadi remaja. Cantik? Iya, tapi...