Hari sudah menjelang malam. Min Soo sedang bersiap-siap dan hendak pulang karena sudah dari kemarin dia tidak pulang ke rumah. Besok siang juga Alan sudah akan pulang.
“Apa kau pulang sekarang?” tanya Alan yang entah kenapa sedikit kecewa tersirat dari kata-katanya.
Min Soo yang sudah selesai berberes-beres menghampirinya. “Kenapa? Apa kau sedih karena aku pulang?” tanya Min Soo bergurau.
“Harus kuakui, aku lumayan sedih,” timpal Alan tiba-tiba dengan raut wajah yang serius. Sekilas, Min Soo tercengang setelah mendengarnya. Namun, pada akhrnya ia tetap menganggap itu sebagai gurauan seperti biasanya.
“Ya, ya. Aku tahu itu. Besok siang aku akan datang kesini lagi untuk menjemputmu,” ucap Min Soo. “Selamat malam, Alan Wyne.”
Tiba-tiba saja lengan Alan bergerak cepat dan mencekal lengan Min Soo yang sudah berbalik. Min Soo pun berputar dan menatap bingung Alan. “Kenapa?” tanya Min Soo.
“Tolong… jangan pergi dulu,” timpal Alan lirih. Min Soo cukup terkejut karena itu. Ia tak melihat kebohongan di mata Alan. Laki-laki itu berkata jujur dan seakan-akan menghipnotis Min Soo untuk menurutinya. “Aku tidak bermaksud untuk tidak memperbolehkanmu pulang. Tapi… aku hanya kesepian disini,” ucap Alan membenarkan maksudnya.
Sementara Min Soo mengerjapkan matanya beberapa kali agar sadar dari khayalannya yang bukan-bukan. “Aku janji, besok pagi-pagi kau boleh sekolah dan seperti janjimu, siangnya kau akan kembali kesini lagi,” ucap Alan lagi.
Min Soo mengangguk mengerti dan berkata, “Baiklah kalau begitu, aku tidak keberatan.”
Rasanya lega sekali saat Alan mendengarnya. Ia pun melepas cekalannya dan Min Soo kembali ke sofa dan menyiapkan alas untuk tidur. Alan hanya melihat Min Soo dari ranjangnya. Entah kenapa ada rasa nyaman saat ada Min Soo di dekatnya dan rasanya kenyamanan itu sudah dirasakan dia sejak lama.
“Terima kasih, Min Soo,” gumam Alan lirih tanpa bisa didengar Min Soo.
***
Akhirnya, waktu yang ditunggu Alan pun datang. Sesuai janji Min Soo kemarin, usai sekolah berakhir tadi siang, Min Soo langsung berangkat ke rumah sakit dan kini mereka sudah sampai di depan apartemen Alan setelah diantar Mr. Wyne.
“Rupanya dia sibuk, ya,” ucap Min Soo membicarakan tentang Mr. Wyne.
“Ya, dia harus mengurus tim baseball juga,” timpal Alan sambil mengendikkan bahunya. Kemudian dia menekan tombol password pintu apartemennya dan membuka lebar pintunya mempersilakan Min Soo masuk.
“Anggaplah seperti rumah sendiri,” ucap Alan dan kemudian dia langsung menghilang ke kamarnya. Sementara Min Soo masih menelusuri apartemen Alan yang terlihat lumayan mewah. Apartemen Alan terkesan seperti menggambarkan Alan sendiri. Minimalis, sederhana, tidak terlalu mencolok, tapi elegan. Beberapa saat kemudian, Alan pun keluar lagi dari kamarnya dengan menggantungkan handuk di lehernya. Sepertinya dia hendak mandi.
“Kalau kau mau minum, kau bisa mengambilnya di kulkas. Ada berbagai macam minuman disana,” ucap Alan lagi tepat disaat Min Soo kehausan. Min Soo pun menanggapinya dengan anggukan sebelum Alan benar-benar pergi mandi seperti dugaan Min Soo.
Min Soo membuka kulkas Alan yang ada di dapurnya. Benar katanya. Semua raknya penuh dan setengah dari isinya adalah berbagai macam minuman. Ada jus, bir, air mineral, dan soju. Min Soo pun hanya mengambil jus jeruk dan menuangkannya pada gelas yang ia ambil di rak gelas di atasnya.
Sekali lagi, Min Soo mengitari apartemen Alan dengan segelas jus jeruknya. Foto-fotonya yang terpajang tidak terlalu banyak. Namun cukup lengkap dari usia kecil hingga kini dia dewasa dan ada foto tim baseballnya juga. Min Soo terkikik geli saat melihat foto masa SMP Alan saat di Amerika. Dia terlihat masih lugu, namun tampannya sudah ada sejak dulu. Min Soo berani mengatakannya di hati karena Alan memang tampan. Setidaknya begitulah kata semua anak perempuan di sekolahnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Eight: My Lucky Number
Romance(COMPLETED) - K-FICTION ROMANCE Ini bukan hanya sekedar cerita tentang seseorang dengan profesi sampingannya sebagai seorang pemain baseball, ini lebih dari itu. Bae Min Soo, perempuan kecil yang sudah tumbuh besar menjadi remaja. Cantik? Iya, tapi...