[PART 7]

91 15 0
                                    

Pagi sudah menyapa Kota Seoul. Selain itu, ponsel Alan sudah berdering lebih awal dari jam alarmnya sendiri. Kelopak mata Alan jadi terpaksa terbuka karenanya dan menjawab ponselnya itu dengan setengah sadar.

“Ya?” tanya Alan dengan suara khas bangun tidurnya.

“Kau sudah tahu jadwalnya, kan? Berangkat hari ini untuk persiapan dua hari mendatang,” timpal suara di seberang dengan aksen amerikanya yang kental.

“Ya, aku sudah tahu. Aku tutup dulu,” ucap Alan dan kemudian langsung memutus sambungan teleponnya dengan ayah asuhnya dari Amerika. Beberapa detik kemudian, barulah Alan beranjak dari kasurnya dan menuju kamar mandi.

Namun ia tak langsung menyalakan keran air hangatnya seperti biasa. Ia melihat dirinya di cermin yang ada di kamar mandinya. Ia merenung sejenak di depan cerminnya dengan menatap pantulan dirinya dengan tatapan tajam. Kini, otaknya kembali memutar semua ingatannya tadi malam. Ia mengingat kembali semua yang ia dengar dan ia lihat tadi malam.

“Apa aku tampan dan berasal dari Amerika itu kesalahan?”

***

“Aaaa! awh!” pekik Min Soo kesakitan setelah jatuh dari ayunan yang baru saja ia naiki. Baru saja 5 kali ayunan, tapi dirinya sudah jatuh dan kini lututnya berdarah.

“Apa kau tidak apa-apa?” Seorang laki- laki menghampiri Min Soo yang sudah terisak. “Lain kali hati-hati. Bagaimana kalau tidak ada aku nanti?”

“Hiks. Hiks. Tapi, siapa kau?”

Suara alarm yang berbunyi keras memekakkan telinga Min Soo yang tengah bermimpi aneh. Dirinya pun bangun dan meninggalkan mimpinya dengan terpaksa. Ia meregangkan tubuhnya beberapa saat dan mengucek matanya.

Mimpi apa tadi? Siapa laki-laki tadi? Itu kenanganku dan Lee Hwan dulu saat berumur 4 tahu. Tapi, kenapa di mimpiku itu adalah aku diusiaku sekarang? Laki-laki itu… wajahnya tidak bisa kulihat. Apa dia Lee Hwan? Tapi aku tak bisa melihatnya.

***

Tak henti-hentinya Min Soo menatap ke luar jendela dimana pemandangan laki-laki yang sedang bermain basket dapat dinikmati. Satu orang yang menjadi pusat perhatiannya dan itu tak lain adalah Park Young Ho, ketua tim basket di sekolahnya dan juga Ketua OSIS. Bukankah jabatan itu hebat dan juga sempurna? Laki-laki seperti Park Young Ho adalah idaman semua perempuan di sekolah Min Soo. Semua perhatian pasti tertuju pada Young Ho. Selain karena prestasinya, Young Ho juga laki-laki yang baik hati dan senang menolong teman-temannya. Tak jarang ia juga membantu dana sekolah ini. Bukankah itu hebat?

Sudah sejak SMP Young Ho dan Min Soo satu sekolahan. Dan Min Soo sangat bersyukur karena itu. Young Ho juga sering membantu Min Soo sejak SMP dulu. Namun sayang, karena popularitas Young Ho dan juga karena Young Ho selalu dikelilingi banyak orang, Min Soo hanya bisa mengagumi Young Ho dari jauh. Itulah namanya menyimpan perasaan pada seseorang dalam diam, hanya mengagumi dari jauh tapi selalu mendoakan yang terbaik. Belum ada orang lain yang mengetahuinya selain Kim Sun. Tapi Alan justru dapat mengetahuinya dengan mudah. Bahkan dia berkata kalau itu sangat mudah diketahui dari cara Min Soo menatap Young Ho. Itu jadi terpikir oleh Min Soo, apa caranya memandang Young sangat bisa membuat orang tahu kalau dia suka pada Young Ho? Kalau itu memang benar, ini bisa jadi bahaya. Semuanya akan mengetahuinya nanti, seperti kata Alan waktu itu.

Bicara tentang Alan, sekarang dia tidak masuk. Setahu Min Soo, Alan akan ijin 3 hari ke depan karena pergi ke Amerika. Karena itu, Min Soo sedikit tenang sekarang. Tapi sepertinya ada hal lain yang akan menarik Min Soo dalam lubang masalah.

“Min Soo!” panggil Nana yang entah kenapa nadanya sangat tidak enak didengar, karena terdengar seperti Nana sangat tidak suka pada Min Soo dan itu memang faktanya.

“Kenapa?” tanya Min Soo dengan nada menantang.

“Ini,” ucap Nana sambil menyerahkan sesuatu seperti sebuah undangan dan menaruhnya di meja Min Soo. Min Soo pun langsung membuka dan membacanya. Itu adalah sebuah undangan pesta ulang tahun dari Young Ho.

“Percaya atau tidak, Young Ho menyuruhku untuk memberikan itu padamu. Dia juga menyuruhku untuk memberitahumu agar berdandan yang cantik,” ucap Nana dengan nada tidak suka.

“Young Ho… mengatakan itu?” tanya Min Soo masih belum bisa percaya.

“Aku tidak akan mengulanginya lagi,” timpal Nana dan kemudian ia langsung pergi.

Min Soo melihat lagi undangan dari Young Ho. Pestanya 4 hari dari sekarang. Itu tanggal 9 Juni. Tanggal yang sama dengan ulang tahun Lee Hwan.

***

Suara tepukan yang meriah bersamaan dengan seruan-seruan penoton menghiasi Stadion Safeco Field tepat saat Alan berhasil dengan home run-nya dan mencetak angka yang banyak untuk timnya. Kemenangan jatuh di tangan tim Alan yang mengalahkan tuan rumah. Semua penggemar tim Alan bersorak gembira dan melambaikan berbagai macam banner.

“Kuucapkan selamat pada kalian,” ucap seorang laki-laki paruh baya dengan aksen amerikanya yang kental. Ia menyalami anak-anak didiknya satu persatu saat mereka masuk ke ruang ganti. Laki-laki paruh baya yang statusnya adalah pelatih mereka itu juga adalah ayah asuh Alan.

“Terima kasih, Dad,” timpal Alan sembari berpelukan dengan ayahnya sekilas.

“Aku bangga padamu, Son,” ucap ayah asuh Alan, Mr. Wyne dan Alan menanggapinya dengan senyuman terbaiknya. “O ya, tadi ponselmu berdering terus, periksalah dulu baru berganti baju. Nanti kita makan malam bersama,” ucap Mr. Wyne lagi sambil menepuk pundak kiri Alan dan kemudian pergi bergabung dengan anggota lainnya yang tengah berbincang dan bergurau.

Alan langsung menuju lokernya dan kemudian mengambil ponsel dari tasnya. Benar, ada 4 panggilan tak terjawab dan 2 pesan belum terbaca. Semuanya dari Kim Sun.

Pesan pertama berbunyi, “Alan, kapan kau pulang? Sepertinya kau harus segera pulang.” Lalu, Alan membuka pesan kedua yang berbunyi, “Besok adalah ulang tahun Young Ho. Hampir semua anak mendapatkan undangan darinya untuk datang ke pesta ulang tahunnya besok jam 7 malam. Min Soo juga dapat dan sepertinya Min Soo akan datang.” Apa? Besok? Sekarang jam 5 sore waktu sini dan itu berarti Alan harus pulang hari ini juga.

“Alan? Cepatlah bersiap-siap! Setelah ini kita akan berangkat!” seru Mr. Wyne. Alan menoleh pada sumber suara dan berseru, “Ya! Sebentar lagi!” Kemudian, dengan cepat ia membalas pesan Kim Sun, “Aku akan pulang nanti malam.” Setelah itu, ia memasukkan ponselnya kembali ke tas dan bersiap-siap untuk membersihkan diri. Tiba-tiba saja Alan jadi teringat percakapannya dengan Kim Sun saat mereka berjalan menuju lobby bioskop malam itu.

“Kim Sun,” panggil Alan dan Kim Sun bergumam menanggapinya. “Bisa kau bantu aku?” tanya Alan.

“Kalau aku bisa, pasti akan kulakukan,” timpal Kim Sun tak menghilangkan senyumnya.

“Begini, aku merasa ada kejanggalan pada Young Ho. Tapi aku tidak tahu kenapa dan apa itu. Mungkin hanya perasaanku saja, tapi rasanya sangat mengganjal,” ucap Alan menjelaskan kegundahan hatinya dari kemarin. “Besok aku harus pergi ke Amerika selama 3 hari. Bisakah kau jadi mata-mataku untuk sementara saja? Aku ingin menyelidiki sesuatu tentangnya.”
------------------------------------------

Hola smuanyaa😆 Gimana? Maaf ya kalau kurang greget gitu, maklum😅😅 Smoga kedepannya lebih baik dehh😁

Kalian juga bisa kok beri aku ide atau kritik atau saran atau apanya lahhh😂 Mau berteman, juga boleh banget!! Bisa ig, watty, twitter juga bisa😄

Ig : @a.nkaafw
Twitter : @ankaafw

Kalau mau difollback, comment ajaaa.. di wattpad juga bisa😁 Siapa tahu, kita bisa berteman dan sharing2 juga?😄

SALAM!

Eight: My Lucky NumberTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang