[PART 11]

79 14 1
                                        

“Lee Hwan!” seru seorang perempuan cilik dengan gaun pestanya dan membawa kado besar berlari kecil menuju temannya.

“Min Soo! Jangan berlari!” seru anak laki-laki tadi dengan sedikit khawatir.

“Selamat ulang tahun, Lee Hwan! Ini, kado untukmu seperti yang sudah aku bilang dulu!” seru anak perempuan yang bernama Min Soo itu.

“Terima kasih, Min Soo. Kau memang temanku yang paling hebat dan terbaik sedunia!” ujar Lee Hwan senang dan menerima kado itu.

“Aku tahu itu,” timpal Min Soo bangga dan semua orang disana tertawa karenanya.

“Terima kasih untuk kadonya, Min Soo. Kau mau kuenya?” ucap ibu Lee Hwan.

“Ya, aku mau!” seru Min Soo girang. Kemudian ibu Lee Hwan memotong kue ulang tahun Lee Hwan dan memberikannya pada Min Soo. Sementara itu, Min Soo menerimanya dengan senang dan langsung memakannya dengan lahap.

Acara ulang tahun Lee Hwan pun selesai. Hasilnya sangat memuaskan bagi Lee Hwan. Semuanya berjalan lancar dan juga meriah. Tak terasa haripun sudah menjelang sore.

“Min Soo, ayo pulang!” ajak ibu Min Soo dengan lembut.

“Tidak mau, aku mau main dengan Lee Hwan dulu,” tolak Min Soo dengan merengek ala anak kecil usia 4 tahun.

“Ya sudah, tapi nanti jam 5 sore pulang, ya,” ucap ibu Min Soo dan Min Soo langsung melompat girang karenanya. Tanpa aba-aba lagi, Min Soo langsung berlari masuk ke kamar Lee Hwan.

“Kau mau temani aku buka kadonya?” tanya Lee Hwan bersemangat dan Min Soo langsung mengangguk tak kalah semangatnya.

Lee Hwan pun membuka satu persatu kado yang sudah ia terima. Hingga pada akhirnya, datanglah waktunya Lee Hwan membuka kado dari Min Soo. Sebuah tongkat baseball yang seukuran dengan Lee Hwan. Di salah satu sisinya ada tulisan Min Soo yang bertuliskan, “8 adalah angka keberuntunganmu!”

Min Soo hanya cengingisan saat Lee Hwan membaca tulisan itu. “Terima kasih, Min Soo!” seru Lee Hwan senang.

“Aku harap kau bisa benar-benar menjadi pemain baseball!”

***

Sudah beberapa jam Min Soo menemani Alan yang tak kunjung sadarkan diri di rumah sakit. Jam sudah menunjukkan pukul 8 malam. Sepertinya lukanya lumayan parah, pikir Min Soo khawatir.

“Ya, Ibu. Mungkin aku akan pulang kalau dia sudah sadar,” ucap Min Soo pada ibunya melalui telepon.

“Kabari ibu lagi, besok ibu bawakan ganti dan juga sarapan untuk kalian,” timpal ibunya dari seberang.

“Baiklah. Terima kasih karena boleh mengizinkanku menemani temanku,” ucap Min Soo lagi.

“Aku tahu kau sangat mencemaskannya. Jaga makanmu juga,” timpal ibunya dan kemudian sambungan pun terputus.

Min Soo menatap kembali Alan yang masih tertidur damai. Kata dokter Alan hanya terbentur. Tapi sepertinya benturannya cukup keras sampai-sampai dia tak kunjung bangun. Min Soo menjadi tambah khawatir karena itu. Apalagi kata Alan dulu dia pernah mengalami koma selama 3 tahun. Fakta itu membuat Min Soo semakin menyalahkan dirinya sendiri.

“Dasar bodoh!” gumam Min Soo.

Sambil menemani Alan, Min Soo memainkan ponselnya untuk menghilangkan kebosanannya. Ia membuka internet dan membaca berita kesukannya, berita tentang baseball di seluruh dunia.

Tiba-tiba matanya membelalak disaat ia melihat foto Alan terpampang di salah satu berita tersebut. Di berita itu, disebutkan tim baseball dari Amerika itu baru saja menang pertandingan seminggu yang lalu. Min Soo membaca berita itu dengan sangat teliti dan cermat.

“Ternyata dia benar-benar pemain baseball,” gumam Min Soo lirih sembari manggut-manggut. Dia menatap Alan sejenak. Entah kenapa, membicarakan baseball dengan Alan membuat Min Soo selalu teringat Lee Hwan. Temannya itu tak akan pernah hilang dari pikirannya.

***

Tak terasa malam sudah tiba. Kini Min Soo sudah berpakaian santai setelah tadi ibunya datang. Tadi ibunya juga sudah datang membawa makanan. Jadi, sekarang Min Soo tidak akan kelaparan.

“Bagaimana keadaan Alan?” Min Soo membaca pesan singkat dari Kim Sun. Kemudian, dengan cepat ia membalas, “Dia belum bangun.”

Notifikasi pesan di ponselnya muncul lagi dengan cepat. “Perlu kutemani?” Isi pesan dari Kim Sun. Kemudian, Min Soo membalas, “Tidak perlu. Aku tidak ingin merepotkanmu.”

“Kalau kau butuh sesuatu, telepon saja aku, ya. Oh, ya. Kau sudah menghubungi keluarga Alan?”

Ah, inilah bodohnya Min Soo sekarang. Bagaimana bisa dia belum menghubungi keluarga Alan? Sekarang ia justru semakin tambah menyalahkan dirinya sendiri.

Setelah merutuki dirinya sendiri, Min Soo yang tadinya sedang tiduran dengan santai di sofa panjang langsung bangun dan meraih ransel Alan untuk mengambil ponsel Alan. Setelah menemukan apa yang dicari, ia langsung membuka ponsel itu. Min Soo bersyukur ponsel Alan tidak dipassword, jadi itu memudahkan dirinya. Iapun segera mencari kontak salah satu dari keluarganya. Waktu itu, Alan pernah berkata kalau dia memiliki ayah asuh. Jadi, sekarang Min Soo tengah mencari nama ayah asuh Alan. Dan untungnya tidaklah susah baginya, karena Alan menyimpan nomor ayah asuhnya dengan nama ‘Dad’. Setelah itu, iapun menekan tombol ‘call’ pada ponsel.

“Halo, ada apa, Alan?” sapa seorang laki-laki dari seberang telepon.

“Mmm… halo? Maaf mengganggu Anda, tapi ini temannya Alan, saya Min Soo,” ucap Min Soo sopan dengan bahasa inggris seadanya. Jika dia bertemu dengan guru bahasa inggrisnya, dia harus berterima kasih padanya sesegera mungkin karena sudah membuat Min Soo lancar berbicara bahasa inggris.

“Oh, begitu. Ada apa, Min Soo?”

“Jadi begini….” Min Soo menjelaskan kronologi kejadian Alan bisa sampai di rumah sakit dari awal hingga akhir. Walaupun beberapa kali mengalami kesulitan dalam kata-kata bahasa inggris, tapi untung saja dia mampu menyelesaikannya dan ayah asuh Alan mengerti keadaannya. Tak lupa, Min Soo juga mengatakan letak rumah sakit dan kamar Alan menginap.

“Hah, tadi itu sangat mendebarkan,” gumam Min Soo sambil kembali tiduran di sofa lagi. Ia menghela napasnya lega. Kemudian, dari kejauhan ia menoleh dan menatap Alan yang masih terbaring belum sadarkan diri. “Mimpi indah, Alan. Jangan terlalu lama tidur dan membuatku menunggu semua ulah menjengkelkanmu itu,” celoteh Min Soo dengan tersenyum. “Selamat tidur.”
-----------------------------------------------------------------

Maaf, ya kalau ceritanya kurang mendebarkan :v wkwkwkwk

Happy reading😁

Eight: My Lucky NumberTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang