[PART 12]

75 12 0
                                    

Bau obat-obatan rumah sakit menyeruak terasa tajam di hidung Alan. Matanya perlahan ia buka. Pening. Itulah rasa yang ia rasakan pertama saat membuka matanya. Perlahan, ia membenarkan posisinya hingga terduduk dengan bersandar pada kepala ranjang. Mata Alan menelusuri seisi ruangan. Sepi. Tidak ada siapa-siapa. Di sofa yang ada di ujung kamar itu, ada dua tas. Satu adalah tasnya tapi yang satu itu sepertinya milik Min Soo. Ia baru ingat, ia menyelamatkan Min Soo kemarin dan kepalanya terbentur cukup keras dengan batu.

Tak lama kemudian, pintu kamar mandi di ruangan itu terbuka dan tampaklah Min Soo yang keluar dari sana. Sepertinya ia baru saja selesai mandi. Mata Alan mengekori Min Soo yang berjalan ke sofa sembari mengeringkan rambutnya dengan handuk kecil. Pandangan Alan semakin dalam dan intens pada Min Soo. Alan memperhatikan tiap gerak-gerik Min Soo dari kejauhan. Sepertinya Min Soo belum menyadari Alan yang sudah bangun.

“Cantik,” gumam Alan tanpa sadar dan sontak, gumamannya sendiri justru membuat Alan tersadar dan langsung membungkam mulutnya sendiri. Dan karena itu juga, Min Soo membalikkan badannya dan mendapati Alan yang sudah bangun, namun tak menyadari kegugupan Alan yang tiba-tiba.

“Kau sudah bangun?” tanya Min Soo sedikit terkejut sembari menghampiri Alan. Sementara Alan menanggapinya dengan gumaman kecil.

Min Soo memandang aneh Alan yang bersikap seperti tidak biasanya. Apa benturan membuatnya sedikit berubah? Tanyanya dalam hati. Namun, ia langsung menghiraukannya dan kemudian ia mengambil sesuatu dari tas yang ada di meja samping ranjang. “Ibuku membawakan makanan,” ucap Min Soo sambil menunjukkan beberapa wadah makanan ke depan Alan. Kemudian, Min Soo langsung membuka satu persatu wadah makanan itu.

“Apa kau ada disini semalaman?” tanya Alan tiba-tiba dengan sedikit ragu.

Min Soo tercengang. Sebenarnya Min Soo cukup malu untuk mengakuinya. Tapi itu memang kenyataannya. Ia tidur di sofa tadi malam dan menjaga Alan. “Ya… untuk menjagamu agar kau tidak kabur,” timpal Min Soo sekenanya. Sementara Alan hanya terkekeh geli entah kenapa.

“Kau tidak masuk sekolah?” tanya Alan lagi.

“Aku belum mau menemui penerorku dan aku juga harus menjagamu agar kau tidak kabur,” timpal Min Soo sambil menyiapkan sarapan untuk mereka.

“Apa kau tahu siapa–“

“Aku tahu,” sela Min Soo cepat dan kemudian ia terdiam. “Mobil itu milik Young Ho. Aku tahu yang menerorku itu adalah Shin Hwa. Tapi aku masih belum bisa percaya Young Ho juga tega melakukan itu padaku,” lanjut Min Soo lirih. Alan dapat merasakan kekecewaan yang tersirat dari cara bicara Min Soo.

Mereka sama-sama terdiam selama beberapa saat. Hingga Alan merasakan merasa sedikit canggung karena itu.

“Hei, aku lapar,” ucap Alan tiba-tiba sambil beberapa kali berdeham.

Min Soo pun sadar dari lamunannya dan memberi Alan nasi dan lauk pauk yang sudah ia siapkan. “Ini,” ucapnya dan kemudian mengatur posisinya senyaman mungkin untuk bisa makan dengan nikmat dan nyaman.

“Apa kau lupa kalau aku pasien disini?” tanya Alan tiba-tiba menghentikan Min Soo yang hendak menyuapi nasi ke mulutnya sendiri.

“Apa maksudmu?” tanya Min Soo tak mengerti.

“Suapi aku!” seru Alan.

“Hei, yang sakit itu jidatmu bukan tanganmu! Tanganmu masih baik-baik saja, kan?” ujar Min Soo kesal.

“Aku ini pasien dan aku butuh perawatan. Kau tidak bisa memperlakukan pasien dengan baik, ya?” ujar Alan lagi tak mau kalah. “Kemarin saat kau sakit saja aku menyuapimu dengan sangat baik. Kenapa kau justru tidak melakukan hal yang sama? Cepat suapi aku!”

“Aish, ya sudahlah, sini!” seru Min Soo yang akhirnya mengalah dan mulai menyuapi Alan. Sementara itu, Alan hanya cekikikan sendiri atas kemenangannya mengerjai Min Soo.

***

Alan hanya tiduran, makan, menonton tv, dan kemudian mengulangnya lagi sepanjang hari ini. Tadi Min Soo izin keluar untuk beli beberapa cemilan di mini market dan sekarang Alan sudah jelas sendirian di kamarnya.

Tepat ditengah kebosanannya, tiba-tiba pintu terbuka. Ternyata itu ayah asuhnya, Mr. Wyne. Dia pun masuk dan menghampiri Alan.

“Bagaimana keadaanmu?” tanya Mr. Wyne sedikit cemas.

“Sudah lebih baikan. Besok siang aku sudah boleh pulang,” timpal Alan.

“Baguslah kalau begitu,” ucap Mr. Wyne lega.

“Bagaimana Dad bisa tahu aku disini?” tanya Alan penasaran.

“Ada perempuan yang menghubungiku dengan ponselmu. Katanya dia temanmu, apa dia yang menemanimu?” ucap Mr. Wyne.

Alan lumayan terkejut karena yang dimaksud ayahnya jelas Min Soo. “Ya, begitulah,” timpal Alan cengingisan.

“Aku ingin bertanya sesuatu,” ucap Alan tiba-tiba.

“Apa?”

“Dulu… saat kau membawaku pulang dari rumah sakit, apa kau tahu sesuatu tentangku sebelum aku ada di rumah sakit?” tanya Alan penasaran.

Dahi Mr. Wyne berkerut. Ia cukup terkejut karena tiba-tiba saja Alan menanyakan itu setelah sekian lama mereka tinggal bersama. “Memangnya ada apa? Apa ada sesuatu yang mengganggumu?” ucap Mr. Wyne sedikit khawatir.

“Aku… aku mengalami mimpi yang aneh tadi malam,” timpal Alan sambil memikirkan kembali mimpinya yang masih ia ingat dengan jelas. “Anehnya, ada Min Soo disana. Tapi dia masih berumur 4 tahun,” lanjut Alan. Sementara Mr. Wyne hanya diam menyimak.

“Ada seorang anak laki-laki bernama Lee Hwan. Aku hanya tahu kalau Lee Hwan adalah teman dekat Min Soo dulu semasa kecilnya. Tapi… kenapa mereka bisa masuk ke mimpiku?” ucap Alan setengah bergumam pada dirinya sendiri.

“Apa dulu tidak ada seseorang yang mengetahui aku sebelum aku ada di Amerika?” tanya Alan lagi penuh selidik.

“Aku hanya tahu kau dan orang tua mu kecelakaan parah dan orang tuamu meninggal di tempat saat dulu di Korea. Karena kau yang masih berumur 4 tahun dan kondisimu cukup buruk secara fisik maupun mental, dokter menyarankanmu untuk dirawat di Amerika. Karena itulah aku menjadi ayah asuhmu,” jelas Mr. Wyne.

“Aneh,” gumam Alan lagi. “Aku merasakan ada sesuatu yang hilang. Tapi aku tak tahu apa itu. Aku ingin mencari tahu tapi aku tak tahu harus mencari tahu dari mana,” lanjut Alan lagi.

“Maafkan aku, Alan. Aku hanya tahu itu saja,” ucap Mr. Wyne menyesal.

“Tidak apa-apa. Mungkin, aku bisa mencari tahu dari Min Soo saat aku sudah lebih sehat nanti,” ucap Alan.

“Apa masih ada hal lain lagi yang mengusik pikiranmu?” tanya Mr. Wyne.

“Tentang tongkat baseball yang dulu ada bersamaku saat aku datang ke Amerika… apa itu milikku?” tanya Alan.

“Entahlah. Aku hanya diberi tahu tongkat itu ada di bagasi mobil orang tuamu,” timpal Mr. Wyne. “Bukankah kau senang dengan tongkat itu? Ada apa dengan tongkat itu?”

“Tongkat itu ada di mimpiku dan itu milik Lee Hwan,” timpal Alan lirih.

“Apa itu berarti–“

“Aku belum tahu pasti. Tapi yang jelas, aku harus memastikannya,” sela Alan.
-----------------------------------------------------------------

Eight: My Lucky NumberTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang