Giri tak melepas tatapannya dari sosok Dahayu yang tengah berjalan memasuki kamar mereka dan mengabaikan keberadaannya. Posisi duduk Giri di sofa pun tidak terasa kian nyaman karena sejak tiga jam yang lalu terbelenggu oleh rasa cemas.
"Dari mana kamu, Dahayu? Baru pulang selarut ini? Kamu tidak mengabariku sama sekali."
Ketajaman dua mata Giri ketika memandang istrinya sudah menyiratkan jelas bahwa pria itu sedang diselimuti oleh amarah serta kekhawatiran secara bersamaan.
Giri kemudian menahan pergerakkan Dahayu yang hendak berjalan melewatinya, dan dengan cepat-cepat menggapai tangan wanita itu. Mereka berdua berdiri saling berhadap-hadapan.
Sementara, Dahayu memberhentikan langkah kakinya tepat setelah cengkraman Giri cukup terasa kuat di pergelangan tangannya. Ia balas menatap pria itu dengan sorot yang tak kalah tajam dan menusuk.
"Apa sekarang kemana pun aku pergi menjadi urusan yang patut untuk kamu ketahui?" Dahayu tak akan memerlihatkan rasa acuh terhadap sikap Giri yang membuatnya semakin muak.
"Setidaknya kabari aku. Kita sudah menikah. Bagaimanapun juga aku tidak bisa lepas dari tugas dan tanggung jawabku sebagai suamimu. Aku tidak ingin sesuatu yang buruk terjadi padamu, Da."
Aroma asing dari minuman yang dirasa tidak pernah Giri cium, kini masuk ke saluran pernapasannya. Ia yakin bahwa Dahayu baru meminum minuman yang mengandung alkohol.
"Apa kamu mabuk, Da?" Giri langsung mengonfirmasi. Jika benar, maka ia harus memberi penegasan yang jelas pada Dahayu.
"Ck. Kamu tidak bosan 'kah mengurusi apa pun yang ingin aku lakukan? Mau aku mabuk atau tidak. Bukan menjadi sesuatu yang harus kamu urus, Giri!"
Pengaruh dari soju yang ia minum sebanyak lima gelas berukuran kecil di restoran Korea tadi, ternyata berdampak pada hilangnya pengendalian diri Dahayu. Ia bahkan rasanya tak terbebani dengan ucapan-ucapan yang dikeluarkannya.
Dahayu lantas tampak maju sebanyak dua langkah ke depan dengan sempoyongan dan menyebabkan terkikisnya jarak yang membentang secara fisik di antara mereka.Giri dan Dahayu saling terperangkap dalam manik masing-masing dengan pergolakan perasaan yang bertolak belakang. Mengakar kebencian pada mata Dahayu dengan nyata.
"Jangan minum, Da. Tidak bagus bagi kesehatanmu." Giri masih berupaya bicara dengan nada halus. Meski, berbanding terbalik dengan rahang wajahnya yang mengeras guna tidak meledak dalam menghadapi sikap sang istri.
"Aku tidak peduli. Kamu juga suka minum 'kan, Giri? Jangan munafik dan mencoba melarangku! Kamu tidak bisa mengaturku sesukamu!"
Giri pun kehilangan kontrol dan memperkuat cengkraman di pergelangan Dahayu, sesaat setelah mendengar ketidakacuhan yang sangat sengaja wanita itu ingin tegaskan melalui kata-katanya. Emosi yang berkilat di mata Giri belum menampakkan perubahan.
"Sampai kapan kamu akan begini, Da?"
Salah satu sudut bibir Dahayu terangkat dengan sempurna ke atas, memamerkan senyum miring yang sinis. "Bukankah kamu harus menanyakan hal seperti itu kepada dirimu sendiri, Giri?"
"Sampai kapan kamu akan bersikap bodoh dan pura-pura melupakan begitu saja semua perbuatanmu?" Dahayu mulai terseret ke dalam pusaran kemarahan.
Potongan memori-memori menyakitkan tentang peristiwa yang terjadi dua tahun silam, telah menghempaskan kebahagiaannya dengan kehancuran yang kini menciptakan rasa benci tak tertahakan dalam diri Dahayu.Tidak akan ada pengecualian lain untuk dapat menyatukan kembali serpihan-serpihan yang telah meluluhlantahkan setiap harapan-harapan terbaiknya.
"Aku tidak pernah bermaksud melupakan semua kesalahanku, Dahayu. Sedikit pun." Giri menekankan. Sorot mata rasa bersalah sudah menggantikan emosinya yang tadi sempat meluap.
KAMU SEDANG MEMBACA
Suami Yang Dibenci
General Fiction[Follow akun ini dulu agar bisa membaca part privat berisi adegan dewasa] "Kamu nggak akan membunuh anakku 'kan, Dahayu? Kamu boleh membenciku, tapi ti--" "Apa kamu pikir aku adalah ibu yang jahat dan tega membunuh calon bayinya sendiri?" "Jika pun...