BAB 30

3.4K 356 22
                                    


Saat jam telah menunjukkan waktu lebih dari pukul satu malam, Giri belum juga bisa tidur. Kedua mata pria itu masih terbuka sempurna dan terarah lurus ke atas, menatap langit-langit kamar yang tampak gelap sebab tidak ada cahaya lampu menerangi.

Sementara, tangan kiri Giri ta pernah bosan menggenggam erat tangan kanan Dahayu yang sedang terlelap dengan damai di dalam pelukannya kini. Sesekali Giri mengencangkan dekapannya. Tapi, tidak terlalu keras agar tak mengganggu istrinya itu.

Terdapat banyak hal yang ingin sebenarnya Giri bagi dan bicarakan bersama Dahayu. Namun, mengingat sang istri harus tetap banyak-banyak beristirahat pasca mengalami pendarahan beberapa hari lalu, pria itu pun mengurungkan niatannya.

"Aku tahu kamu belum tidur."

Tatkala suara Dahayu terdengar, maka Giri mengambil ancang-ancang untuk menutup kelopak mata secara penuh, pura-pura tertidur. Namun, terlambat karena lampu kamar sudah lebih dulu menyala dan memerlihatkan sosok Dahayu yang tengah menatap dirinya. Masih berada dalam

"Aku belum mengantuk, Da. Belum bisa tidur." Giri menjawab apa adanya. Meski, tak semuanya ia diungkapkan dengan gamblang.

"Kamu lagi memikirkan tentang apa, Giri?" Dahayu tak pandai atau suka berbasa-basi. Dan akan bertanya langsung tentang penyebab di balik keanehan yang sekarang ini ia rasakan pada sosok Giri.

"Besok saja aku ceritakan, Da. Kamu lebih baik lanjut tidur."

Dahayu tahu bukannya sang suami enggan bercerita, tapi memang waktu dan jam saja yang tak begitu tepat. Ia akan mencoba mengerti. Tidak ingin memaksa. Terlebih, Giri juga pasti merasa kelelahan setelah melakukan perjalanan bisnis di Singapura.

"Selamat tidur," ucap Dahayu lembut sembari melakukan usapan-usapan halus beberapa kali di bagian rambut suaminya.

Dan hal tersebut membuat Giri secara perlahan-lahan dapat memejamkan kedua mata karena afeksi tulus yang diperoleh dari sang istri. Ketenangan mulai menghampiri. Rasa kantuk pun mendatanginya kemudian. Giri yakin ia akan dapat cepat terlelap jika sudah begini.

"Tidur yang nyenyak, Giri. Aku dan juga calon anak kita akan..." Dahayu tak menyelesaikan ucapannya dengan segera. Namun, malah memandang serius wajah Giri yang terlihat damai ketika hendak tertidur.

"Akan selalu mencintaimu." Dahayu tidak membiarkan ucapannya terlalu lama menggantung. Pengungkapan dari lubuk hati terdalamnya tersebut, Dahayu luncurkan tanpa ada keraguan.

Masih belum tampak reaksi yang Giri tunjukkan secara signifikan atas pernyataan dari istrinya tadi. Ia hanya terus menggenggam tangan Dahayu, mengeratkan tautan jari-jari mereka berdua. Sedangkan, kelopak mata Giri tetap tertutup rapat.

"Maaf karena selama ini aku begitu membencimu Aku harusnya bisa percaya kamu tidak akan mungkin membunuh Gristawan." Dahayu berucap lirih dan penuh penyesalan.

"Bukti yang ditunjukkan oleh Baskara sudah cukup bagiku untuk mengambil kesimpulan bahwa kamu sama sekali tidak bersalah. Maafkan aku, Giri."

"Kapan Baskara menemuimu, Da? Apa saja yang dia sampaikan?" Giri tidak mampu menyembunyikan keterkejutan. Sementara, sorot mata pria itu yang telah terbuka tampak menajam. Posisinya tidak lagi berbaring, melainkan duduk di atas kasur. Dahayu turut melakukan hal yang sama.

"Kemarin dia datang ke sini. Aku tidak tahu kalau Baskara itu sahabatmu, Giri."

"Sekarang bagiku, dia cuma mantan sahabat dan seorang penghianat. Apa saja yang dia bilang ke kamu, Da? Apa dia juga menyakitimu?" Kecemasan diperlihatkan Giri. Kedua tangannya memegang bahu Dahayu, meminta penjelasan.

"Tidak. Dia cuma kasih flashdisk yang berisi sejumlah video. Ke...kenapa Gristawan tega melakukan semua itu padaku, Giri?"

..........

........

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 26 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Suami Yang DibenciTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang