BAB 11

5.5K 499 17
                                    

Giri senantiasa mencoba untuk menyingkirkan segala bentuk emosi ketika harus terlibat perdebatan dengan Dahayu. Tetapi, malam ini ia tak kuasa menahan bara api amarah yang cepat tersulut karena perkataan dari wanita itu.Sikap Dahayu yang memang kerap tidak menganggap serta mengacuhkan keberadaanya, Giri pun masih dapat mentolerir sejauh ini dan tak akan terlalu memaksa Dahayu untuk menghargainya.

Giri sudah membiasakan diri dengan kebencian Dahayu kepadanya. Tidak mudah mengubah hubungan mereka yang kian memburuk, seberapa keras pun ia ingin berusaha.Dan saat dihadapkan dengan kenyataan buruk bahwa istrinya itu sedang mengandung anak dari pria lain. Maka, kemarahan Giri memuncah. Ia merasa dikhianati. Ikatan pernikahan mereka telah dinodai.

Penekanan Giri tambahkan pada area tengkuk Dahayu, dimana tangannya sedang berada. Ia menumpahkan amarah dan kekesalan dengan ciuman dalam yang terkesan sedikit memaksa, hanya sepihak. Sebab, Dahayu tidak menunjukkan reaksi. Wanita itu pun juga tak berniat melakukan perlawanan atas perlakuan suaminya.

Giri masih begitu diselimuti oleh kemarahan yang tidak kunjung dapat ia redakan. Giri bahkan tak peduli jika kini paru-parunya telah kehilangan cukup banyak udara hingga membuat ia kesusahan bernapas.Ciuman Giri lambat-laun mulai melembut, tidak sekasar saat ia benar-benar kehilangan kontrol karena luapan emosi. Meski demikian, Giri tetap memberlakukan pengabaian pada perasaan Dahayu untuk apa yang ia lakukan sejauh ini. Dirinya butuh pelampiasan setelah semua rasa sakit yang telah ditorehkan wanita itu.

Dan lagi-lagi nyatanya, Giri tidak dapat mempertahankan keegoisan terlalu lama. Ia menyudahi ciumannya dan menjauhkan wajah dari Dahayu. Hati Giri pun berdenyut nyeri karena menyaksikan tatapan kosong istrinya.

"Kenapa kamu melakukan ini padaku, Da?" Kedinginan terdengar dalam suara Giri.

"Kenapa, Dahayu?! Apakah ini cara yang kamu gunakan untuk membalas rasa bencimu padaku?"

"Kamu sudah berhasil, Da. Aku yang salah di sini karena terus biarkan diriku mencintaimu yang jelas-jelas membenciku." Giri mengungkapkan isi hatinya. Pergolakan emosi kembali terjadi dalam dirinya.

Sementara itu, Dahayu tetap berupaya mempertahankan ekspresi wajah datarnya. Kedua mata wanita itu telah menampakkan sorot yang berbeda ketika beradu tatap dengan suaminya. Ia seharusnya senang melihat keadaan Giri yang kacau. Namun, kesesakan terasa di dadanya.

"Lalu, apa arti dari pengakuan yang selalu mengelu-elukan kalau kamu mencintai Awan, Da? Tapi faktanya, kamu bisa memiliki anak dari pria lain. Apa tidak cukup bagimu hanya pernah mengandung anakku?" Giri tak dapat menyaring kata-katanya.

Dahayu bangkit dari posisi duduknya di tepian ranjang. Ia lantas berdiri di hadapan Giri dengan tatapan yang lebih menajam. Dahayu terpancing karena ucapan suaminya. "Masalah perasaanku kepada Gristwan ataupun memiliki anak dari laki-laki lain. Itu adalah urusanku."

"Mengenai aku yang pernah mengandung anakmu. Ingat, aku melakukannya cuma demi orangtua kita. Bukan untukmu, Giri!" Wanita itu meneruskan perkataannya.

"Tidak ada suami yang akan rela istrinya menjalin hubungan gelap dengan pria lain sampai memiliki anak, ketika mereka masih terikat dalam pernikahan."

Dahayu memilih tak mengindahkan sindiran Giri. Ia telah bersikukuh untuk tidak memberi tahu kebenaran soal janin yang dikandungnya pada pria itu. Tak akan pernah.

"Apa kamu sudah selesai dengan semua ocehanmu itu, Giri? Bisa aku beristirahat sekarang?" Dahayu lalu mengarahkan pembicaraan ke topik lainnya. Ia malas meneruskan debat di antara mereka, apalagi malam yang kian larut.

Tiba-tiba ringisan kecil keluar dari mulut Dahayu dikarenakan rasa sakit yang mendera perutnya. Wanita itu pun kehilangan keseimbangan tubuh dan nyaris terjatuh jika saja Giri tak segera menahannya.

Suami Yang DibenciTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang